Nama : Arif Subekti
NIM : 12/340114/PSA/07396
Secara logika, mengetahui sesuatu bisa dengan cara mempertentangkan, memperbandingkan, atau memperbedakan sesuatu dengan lainnya; dan secara logika pula, bahwa memperbandingkan sesuatu meniscayakan adanya persamaan dan perbedaan. Dalam tulisan ini, penulis yang memperbandingkan Prakata Buku Sejarah Indonesia Modern (Merle Calvin Ricklefs) dan Kata Pengantar Buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Sartono Kartodirdjo), mengawali upaya ini dengan menunjukkan karakteristik dari masing-masing karya historiografi, dilanjutkan dengan kategorisasi yang berangkat dari karakteristik-karakteristik tersebut.
Pengantar
Sejarah Indonesia Baru
Sifat atau karakter dari karya Sartono, adalah bahwa
ia mengkerangkakan terjadinya perubahan dan perkembangan masyarakat dalam satu
kesatuan dimensi (Nusantara, Indonesia), tentu saja dengan tidak memaksakan
anggapan bahwa konsepsi kesatuan Indonesia telah ada sepanjang masa, yang ujungnya
menjadi anakronis. Konsep kesatuan, dalam pandangan Sartono ini, dibangun diatas
jaringan komunikasi, yakni kegiatan interaksi antara golongan lapisan sosial
dan antara daerah-daerah, dimana muncul kemudian relasi interdependensi atau saling
pengaruh. Sartono juga menggarisbawahi, bahwa fluktuasi/ konjungtur intensitas
komunikasi yang pada jangka waktu tertentu tersebut, pada suatu kesempatan mendorong
ke arah integrasi antara daerah atau unsur-unsur sosial terentu, dan konsep kesatuan
ditampakkan dalam metodologi historiografi Sartono. Dus, titik tolak
uraiannya, memang cenderung menyatakan bahwa perkembangan historis telah secara
progresif menciptakan jaringan-jaringan komunikasi yang menimbulkan meluasnya
integrasi, sehingga menjadi kesatuan yang minimal bersifat proto-nasional.
Karakter
selanjutnya dari buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru, ialah penekannya pada
perubahan dan perkembangan struktur ekonomi, politik, dan sosial yang terjadi
dalam sejarah dalam relasi yang fungsional. Prosesual yang kronologis, kemudian
dipertajam dengan analisa pada struktur. Dalam istilah lain, penekanan pada
aspek makna atas suatu struktur menjadi kekuatan penjelas, yakni keterikatan
aktor pada konteks struktural tertentu dari masyarakatnya. Aspek struktural,
dalam karya ini, mengalir dalam analisa sejarah yang memandang misalnya
kota-kota sebagai sistem sosial atau kerajaan sebagai sistem politik; maka
struktur-struktur seperti ekonomi yang mendasarkan produksi dari pertanian yang
dengan demikian akan menonjolkan sifat feodalisme, atau kemudian struktur
kemasyarakatan yang kekuasaaannya berdasarkan hirarki birokrasi dari kerajaan
patrimonial, sultanisme, despotisme, yang menonjolkan sifat religio-magis atau
kosmis-magisnya. Dalam fase-fasenya yang progresif, kerangka kesatuan kembali
berbicara atas struktur-struktur tersebut, dengan memaknainya sebagai gejala
yang mengalami perluasan ruang lingkup.
Sejarah
Indonesia Modern
Sementara, Ricklefs yang menganggap bahwa karyanya
hadir sebagai alternatif atas kebanyakan buku teks sejarah yang ada, yang lebih
menekankan peran kolonial, atau peran keunikan Indonesa, dan tidak memberikan
kronologi yang jelas; menyatakan bahwa historiografinya bertujuan memberikan
sebuah narasi yang mendasar namun rinci, kurang lebih sejak + 1300.
Karakternya yang cukup menonjol adalah kerinciannya, sebagai sebuah pengantar
tentang isu-isu penting dan sebuah panduan terhadap sumber sekunder dari
periode tersebut. Ia lebih memilih historiografi yang rigid namun kurang luas
cakupannya, daripada penafsiran yang umum atas peristiwa sejarah. Bisa jadi,
hal inilah yang juga menjadi latar belakang titik tekan historiografinya yang
lebih menekankan Jawa, disamping alasan-alasan formal, seperti keterwakilan
Jawa, atau kedudukannya sebagai pusat.
Predikat
“modern” yang Ricklefs sematkan dalam historiografinya, atau dalam kalimat
lain, menjadi alasan yang membangun periodisasi historiografinya terbangun
diatas tiga unsur fundamental, yakni, a) unsur kebudayaan dan agama: islamisasi
Indonesia yang dimulai pada tahun + 1300, b) unsur topik: saling pengaruh
antara orang Indonesia dan orang Barat + 1500 dan masih berlanjut, c)
historiografi: sumber-sumber primer sepanjang periode ini ditulis hampir secara
eksklusif dalam bahasa-bahasa Indonesia modern (Jawa, Melayu baru, bukan kuno),
dan dalam bahasa Eropa. Modernitas –dalam hal ini dimaknai sebagai konsep yang
dalam lineraritas kronologi merupakan babak setelah tradisionalitas– dibatasi
dengan tonggak sejarah tertentu, yang luas pengaruhnya mengatasi ruang
Nusantara.
Sejarah Nasional Indonesia
dan Sejarah Indonesia
Sebagai upaya kategorisasi serta kerangka berpikir,
maka historiografi karya Ricklefs dapat digolongkan dalam domain Sejarah
Indonesia, sementara karya Sartono adalah salah satu usaha penulisan Sejarah
Nasional. Konsep kesatuan sebagai kerangka, dalam arti mosaik-mosaik sejarah
yang dipaparkan Sartono, dipandang secara teleologis sebagai ruap-ruap yang membangun
integrasi nasional Indonesia. Walaupun, Sartono secara hari-hati memakai konsep
kesatuan tersebut dalam pemaparannya, dengan istilah misalnya proto-nasional.
Integrasi progresif sebagai efek samping faktor eksogen (faktor-faktor
luar, baik agama, ideologi, kebudayaan, dsb) dan endogen (local genius,
misalnya) dalam rupa tata masyarakat yang baru, pembentukan sistem dan struktur
sosial, politik, dan kultural baru; diantaranya dipaparkan secara struktural,
dalam kerangka kerajaan besar; Aceh, Mataram, Banten, Makassar. Integrasi ini,
yang terwakili oleh jaringan-jaringan komunikasi dan interaksi hingga
satuan-satuan masyarakat politis; meskipun telah melampaui ruang lokal, namun
belum berskala nasional. Sementara Ricklefs,
jikalau sengaja, memakai konsep kesatuan dalam hal budaya dan politik, yang
tercermin dalam periodisasinya dengan menjatuhkan gejala Islamisasi sebagai
kepaduan yang general. Hal ini, dilengkapi dengan saling-silang budaya dengan
Eropa pada abad 16.
Periodisasi yang Ricklefs dan Sartono bangun menjadi
pembeda kerangka metodologi keduanya, dimana konsepsi kesatuan yang terbayang
didasarkan pada aspek yang masing-masing berlainan. Ricklefs, sebagaimana telah
disebutkan, menilai bahwa kepaduan budaya dan masyarakat Nusantara terwakili
dan selanjutnya diawali dalam proses Islamisasi. Sementara menurut Sartono,
justru kurun niaga yang menciptakan jaringan-jaringan komunikasi dan interaksi,
yang sudah melemparkan bayang-bayang kesatuan di masa depann. Selain itu, bisa
diasumsikan juga bahwa ekonomi sebagai kekuatan dalam ekplanasi Sartono, juga memengaruhi
bangunan periodisasinya yang dimensi economic duration-nya terbagi dalam
unit-unit seperti event, conjuncture, atau longue duree.
Jika asaumsi ini tepat, maka Sartono hendak memandang sejarah nusantara dengan
perspektif ekonomi. Hal ini agak berbeda dengan upaya Ricklefs yang dalam
eksplanasi rigidnya, lebih menggunakan perspektif politik kekuasaan.
Perbandingan seperti ini apa bisa di buat sebagai judul skripsi dengan materi yang berbeda?
BalasHapus