Halaman

Senin, 14 Januari 2013

Perbandingan Prakata Buku Sejarah Indonesia Modern (Merle Calvin Ricklefs); dan Kata Pengantar Buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Sartono Kartodirdjo)


Nama               : Arif Subekti                                                   
            NIM                : 12/340114/PSA/07396


Secara logika, mengetahui sesuatu bisa dengan cara mempertentangkan, memperbandingkan, atau memperbedakan sesuatu dengan lainnya; dan secara logika pula, bahwa memperbandingkan sesuatu meniscayakan adanya persamaan dan perbedaan. Dalam tulisan ini, penulis yang memperbandingkan Prakata Buku Sejarah Indonesia Modern (Merle Calvin Ricklefs) dan Kata Pengantar Buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Sartono Kartodirdjo), mengawali upaya ini dengan menunjukkan karakteristik dari masing-masing karya historiografi, dilanjutkan dengan kategorisasi yang berangkat dari karakteristik-karakteristik tersebut.

Pengantar Sejarah Indonesia Baru
Sifat atau karakter dari karya Sartono, adalah bahwa ia mengkerangkakan terjadinya perubahan dan perkembangan masyarakat dalam satu kesatuan dimensi (Nusantara, Indonesia), tentu saja dengan tidak memaksakan anggapan bahwa konsepsi kesatuan Indonesia telah ada sepanjang masa, yang ujungnya menjadi anakronis. Konsep kesatuan, dalam pandangan Sartono ini, dibangun diatas jaringan komunikasi, yakni kegiatan interaksi antara golongan lapisan sosial dan antara daerah-daerah, dimana muncul kemudian relasi interdependensi atau saling pengaruh. Sartono juga menggarisbawahi, bahwa fluktuasi/ konjungtur intensitas komunikasi yang pada jangka waktu tertentu tersebut, pada suatu kesempatan mendorong ke arah integrasi antara daerah atau unsur-unsur sosial terentu, dan konsep kesatuan ditampakkan dalam metodologi historiografi Sartono. Dus, titik tolak uraiannya, memang cenderung menyatakan bahwa perkembangan historis telah secara progresif menciptakan jaringan-jaringan komunikasi yang menimbulkan meluasnya integrasi, sehingga menjadi kesatuan yang minimal bersifat proto-nasional.
Karakter selanjutnya dari buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru, ialah penekannya pada perubahan dan perkembangan struktur ekonomi, politik, dan sosial yang terjadi dalam sejarah dalam relasi yang fungsional. Prosesual yang kronologis, kemudian dipertajam dengan analisa pada struktur. Dalam istilah lain, penekanan pada aspek makna atas suatu struktur menjadi kekuatan penjelas, yakni keterikatan aktor pada konteks struktural tertentu dari masyarakatnya. Aspek struktural, dalam karya ini, mengalir dalam analisa sejarah yang memandang misalnya kota-kota sebagai sistem sosial atau kerajaan sebagai sistem politik; maka struktur-struktur seperti ekonomi yang mendasarkan produksi dari pertanian yang dengan demikian akan menonjolkan sifat feodalisme, atau kemudian struktur kemasyarakatan yang kekuasaaannya berdasarkan hirarki birokrasi dari kerajaan patrimonial, sultanisme, despotisme, yang menonjolkan sifat religio-magis atau kosmis-magisnya. Dalam fase-fasenya yang progresif, kerangka kesatuan kembali berbicara atas struktur-struktur tersebut, dengan memaknainya sebagai gejala yang mengalami perluasan ruang lingkup.

Sejarah Indonesia Modern
Sementara, Ricklefs yang menganggap bahwa karyanya hadir sebagai alternatif atas kebanyakan buku teks sejarah yang ada, yang lebih menekankan peran kolonial, atau peran keunikan Indonesa, dan tidak memberikan kronologi yang jelas; menyatakan bahwa historiografinya bertujuan memberikan sebuah narasi yang mendasar namun rinci, kurang lebih sejak + 1300. Karakternya yang cukup menonjol adalah kerinciannya, sebagai sebuah pengantar tentang isu-isu penting dan sebuah panduan terhadap sumber sekunder dari periode tersebut. Ia lebih memilih historiografi yang rigid namun kurang luas cakupannya, daripada penafsiran yang umum atas peristiwa sejarah. Bisa jadi, hal inilah yang juga menjadi latar belakang titik tekan historiografinya yang lebih menekankan Jawa, disamping alasan-alasan formal, seperti keterwakilan Jawa, atau kedudukannya sebagai pusat.
Predikat “modern” yang Ricklefs sematkan dalam historiografinya, atau dalam kalimat lain, menjadi alasan yang membangun periodisasi historiografinya terbangun diatas tiga unsur fundamental, yakni, a) unsur kebudayaan dan agama: islamisasi Indonesia yang dimulai pada tahun + 1300, b) unsur topik: saling pengaruh antara orang Indonesia dan orang Barat + 1500 dan masih berlanjut, c) historiografi: sumber-sumber primer sepanjang periode ini ditulis hampir secara eksklusif dalam bahasa-bahasa Indonesia modern (Jawa, Melayu baru, bukan kuno), dan dalam bahasa Eropa. Modernitas –dalam hal ini dimaknai sebagai konsep yang dalam lineraritas kronologi merupakan babak setelah tradisionalitas– dibatasi dengan tonggak sejarah tertentu, yang luas pengaruhnya mengatasi ruang Nusantara.

Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Indonesia
Sebagai upaya kategorisasi serta kerangka berpikir, maka historiografi karya Ricklefs dapat digolongkan dalam domain Sejarah Indonesia, sementara karya Sartono adalah salah satu usaha penulisan Sejarah Nasional. Konsep kesatuan sebagai kerangka, dalam arti mosaik-mosaik sejarah yang dipaparkan Sartono, dipandang secara teleologis sebagai ruap-ruap yang membangun integrasi nasional Indonesia. Walaupun, Sartono secara hari-hati memakai konsep kesatuan tersebut dalam pemaparannya, dengan istilah misalnya proto-nasional. Integrasi progresif sebagai efek samping faktor eksogen (faktor-faktor luar, baik agama, ideologi, kebudayaan, dsb) dan endogen (local genius, misalnya) dalam rupa tata masyarakat yang baru, pembentukan sistem dan struktur sosial, politik, dan kultural baru; diantaranya dipaparkan secara struktural, dalam kerangka kerajaan besar; Aceh, Mataram, Banten, Makassar. Integrasi ini, yang terwakili oleh jaringan-jaringan komunikasi dan interaksi hingga satuan-satuan masyarakat politis; meskipun telah melampaui ruang lokal, namun belum berskala nasional. Sementara Ricklefs, jikalau sengaja, memakai konsep kesatuan dalam hal budaya dan politik, yang tercermin dalam periodisasinya dengan menjatuhkan gejala Islamisasi sebagai kepaduan yang general. Hal ini, dilengkapi dengan saling-silang budaya dengan Eropa pada abad 16.
Periodisasi yang Ricklefs dan Sartono bangun menjadi pembeda kerangka metodologi keduanya, dimana konsepsi kesatuan yang terbayang didasarkan pada aspek yang masing-masing berlainan. Ricklefs, sebagaimana telah disebutkan, menilai bahwa kepaduan budaya dan masyarakat Nusantara terwakili dan selanjutnya diawali dalam proses Islamisasi. Sementara menurut Sartono, justru kurun niaga yang menciptakan jaringan-jaringan komunikasi dan interaksi, yang sudah melemparkan bayang-bayang kesatuan di masa depann. Selain itu, bisa diasumsikan juga bahwa ekonomi sebagai kekuatan dalam ekplanasi Sartono, juga memengaruhi bangunan periodisasinya yang dimensi economic duration-nya terbagi dalam unit-unit seperti event, conjuncture, atau longue duree. Jika asaumsi ini tepat, maka Sartono hendak memandang sejarah nusantara dengan perspektif ekonomi. Hal ini agak berbeda dengan upaya Ricklefs yang dalam eksplanasi rigidnya, lebih menggunakan perspektif politik kekuasaan.

1 komentar:

  1. Perbandingan seperti ini apa bisa di buat sebagai judul skripsi dengan materi yang berbeda?

    BalasHapus