NIM : 12/340114/PSA/07396
Wujud
Sejarah Sebagai Hasrat Keingintahuan dan Perilaku
Sebagai sebuah refleksi sebagai sejarawan, Guo Quan
Seng, seorang calon peraih gelar doktor di University of Chicago ini,
memberikan semacam gambaran atau perenungan kembali atas pilihannya untuk
memperdalam kemahwacanaan pada disiplin ilmu sejarah. Ia kemudian membedakan
dua dimensi sejarah, yakni sejarah sebagai kuriositas (history as curiosity)
dan sejarah sebagai sebuah aktivitas (history as activism). Dimensi
pertama, terutama sekali berbicara mengenai naluri dasar manusia untuk
mengetahui hal-hal di dalam dirinya, maupun yang di luar dirinya, yang terkadang
hal itu berkaitan dengan dirinya, atau tidak ada sangkut pautnya sama sekali,
dimana kemudian pemrasaran pertama mengutip ucapan Karl Marx, “men must
prove the truth”. Memang, dalam membangun argumentasinya, ia cenderung
menggunakan analisis kelas dari Marx, seperti konsep kesadaran kelas,
determinasi politik dan ekonomi, dan seterusnya. Dimensi berikutnya, adalah
sejarah sebagai suatu aktivitas, semacam kesadaran sejarah yang kemudian
mewujud dalam aspek afektif dan juga psikomotorik manusia, yang dalam hal pemisalan,
ia menawarkan contoh pemikiran dan perjuangan E.P. Thompson serta Indira Gandi.
Kartun
sebagai Sumber Sejarah, serta Rat, Rice, and Race
Sebagai sebuah kajian metodologis, pemrasaran kedua,
Michael G. Vann, memberikan gambaran menarik perihal petualangannya menulis
sejarah kolonialisme Perancis di Vietnam. Pertama, ia memberikan analisa tajam
mengenai kartun sebagai sumber sejarah, dimana diluar sifat lucu yang biasa melekatinya,
ternyata kartun menunjukkan topik atau tema tertentu dimana kartun tersebut
ditempatkan. Menurut pemrasaran, kartun merupakan sumber yang sempurna, yang sedikit
banyak mewakili mentalitas masyarakat atau paling tidak kartunisnya, dalam
upaya penulisan sejarah kebudayaan. Lebih jauh lagi, ia memberikan penilaian
bahwa humor kolonial yang terabadikan dalam gambar kartun, menunjukkan dua hal:
pertama, kegagalan kolonialisme dalam membangun mentalitas koloni, baik pihak
penjajah (colonizer) maupun pihak terjajah (colonized); kedua,
bahwa kartun merupakan ruang yang relatif terbuka bagi pembicaraan atau diskusi
mengenai hal-hal “tabu”, seperti rasisme dan seksualitas. Selain itu, pemrasaran
yang saat ini menjadi staf pengajar tamu di Universitas Gadjah Mada ini juga
menyuguhkan fakta sejarah mengenai demografi penduduk dalam masyarakat
kolonial, bahwa prosentase wanita kulit putih berbanding terbalik dengan jumlah
pria dari ras yang sama.
Pada tema yang lain, pemrasaran juga mengetengahkan
suatu penyusunan sejarah sosial dari sebuah topik yang seringkali luput dari
pantauan dan minat sejarawan, yakni sejarah penanggulangan hama tikus rumah di
daerah kota Hanoi. Peristiwa pembunuhan besar-besaran tikus ini, kemudian oleh
pemrasaran dinilai mewakili pandangan kolonialisme Perancis atas Vietnam saat
itu, bahwa ke-belum modern-nya orang-orang Vietnam adalah faktor sentral
penyebaran penyakit, atau dengan kata lain, gejala wabah penyakit merupakan
wujud keterbelakangan, yang pada sisi lain, memberikan pembenaran atas misi
kolonisasi Perancis atas Vietnam. Sejarah sosial perihal penanggulangan tikus
ini, setidaknya memberikan beberapa arahan metodologis mengenai kegunaan
disiplin antropologi kebudayaan yang menggambarkan sejarah budaya dan
mentalitas masyarakat di kelampauan, serta kreativitas pencarian sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar