Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

The Role of Structural Organisation and Myth in Javaneese Historiography (Peran Organisasi Structural dan Mitos Dalam Historiografi Jawa)

Nama                           : Irwan
NIM                            : 12/339246/PSA/7258

Historiografi klasik di Jawa dan Nusantara secara umum banyak di pengaruhi oleh kekuasaan (kerajaan) dan mitos, namun demikian historiografi ini tetap bisa dikatakan sumber sejarah karena menyajikan data dan fakta terhadap kejadian-kejadian di masa lampau. Hal tersebut menjadi salah satu kesimpulan yang dikemukakan oleh Anthony H. Jhons dalam tulisannya “The Role of Structural Organisation and Myth  in Javaneese Historiography”. Dalam tulisan ini, Anthony Jhons mengupas dua contoh historiografi Jawa yaitu, Pararaton dan babad Tanah Jawi.

Dalam pararaton dikisahkan proses perjalanan hidup Ken Arok menuju singgasana kerajaan singasari (mendirikan Kerajaan Singasari). Ken Arok digambarkan inkarnasi dari dewa Wisnu yang sudah memiliki keistimewaan-keistimewaan, yang bahkan ketika dia masih dalam kandungan. Ken Arok kemudian diadopsi oleh Ki Lembong yang mengajarkan berbagai ilmu kanuragan dan menjadikan sebagai seorang pencuri dan perampok yang ditakuti. Dalam perjalanan hidupnya kemudian Ken Arok bertemu dengan beberapa orang seperti Lohgawe, yang akhirnya mempertemukan sekaligus merokomendasikannya bekerja pada Tunggul Ametung (seorang penguasa lokal). Dari lohgawe, Ken Arok mengetahui bahwa Ken Dedes (istri Tunggul Ametung) adalah wanita istimewa dan dari rahimnya akan raja-raja besar di Tanah Jawa. Terpengaruh pengetahuan dari Lohgawe, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan memperistri Ken Dedes sekaligus menggantikan posisi Tunggul Ametung sebagai penguasa. Perjalanan Ken Arok berlanjut sampai dia mendirikan Kerajaan Singasari.

Agak berbeda dengan Pararaton, Kitab Babad Tanah Jawi sudah terpengaruh unsur Islam meski Hindu dan Budha masih memberi warna. Salah satu unsur Islam bisa dilihat dari mukaddimah teks yang dimulai dengan nama Adam (Nabi Adam as). Dalam babad ini diceritakan bahwa senapati sebagai pendiri kerajaan Mataram Islam adalah keturunan dari raja-raja pada kerajaan besar sebelum Mataram, seperti kerajaan Majapahit. Nampak jelas bahwa ada usaha pencitraan yang ingin menjadikan sosok senapati dari satu posisi menuju posisi lainnya yang lebih mulia. Menurut Anthony H. Johns, ini bisa jadi terkait dengan upaya legitimasi sosok senopati sebagai pendiri dan raja kerajaan Mataram Islam, karena sosok senopati bukanlah penerus dari Jaka Tingkir (raja Islam di Jawa sebelum kerajaan Mataram)

Secara umum, kedua historiografi tersebut di atas menggambarkan profil penguasa (Ken Arok dalam Pararaton dan Senopati dalam Babad Tanah Jawi) sebagai sosok yang sempurna dan manusia pilihan yang pantas menjadi raja bagi kerajaannya. Dari kedua sumber ini, Nampak jelas ada usaha dari pengarang untuk memuliakan penguasa sebagai tokoh utama cerita. Dan menurut Anthony H. Johns, hal ini tidak terjadi begitu saja. Sebagai contoh; Babad Tanah Jawi yang ditulis karena perintah Sultan Agung (Cicitnya Senapati). jadi bisa dikatakan bahwa penulisan babad ini tidak lepas dari kepentingan penguasa atau organisasi structural.

Mitos Hindu dan Budha sangat dominan dalam Pararaton, Selain itu pencitraan Ken Arok sebagai tokoh utama dalam cerita tersebut sangat agung, seperti; penggambaran sosok Ken Arok sebagai anak dari Batara Guru (Dewa Brahma) yang dibuahi pada seorang wanita petani. Dan menurut Anthony H. Johns, ini dipengaruhi oleh budaya mikrosmos masyarakat Jawa yang menganggap raja memiliki derajat dewa atau berbeda derajat dan kedudukan dengan orang biasa. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa mengabdi pada seorang raja sama dengan mengabdi pada dewa karena raja adalah penjelmaan dari dewa di bumi.

Dalam kedua kitab sastra ini, mitos Hindu Budha yang menjadi jiwa dalam budaya dan kehidupan masyarakat Jawa sangat banyak dikemukakan oleh pengarang. Menurut Anthony, keberadaan mitos ini sedikit menyulitkan para sejarawan luar negeri dalam mengkaji sumber-sumber historiografi Jawa kuno. Namun mereka tetap menganggap mitos dan dongeng sebagai infomasi berharga dalam memahami kehidupan masyarakat jawa ketika itu. Dalam pengkajian historiografi seperti ini, Anthony H. Johns menekankan pada sejarawan untuk berhati-hati dalam memilah dan menganalisa data atau sumber yang tersedia agar mampu menghasilkan sebuah kesimpulan atau hasil penelitian yang benar-benar valid.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar