Halaman

Selasa, 08 Januari 2013

THE ROLE OF STRUCTURAL ORGANISATION AND MYTH IN JAVANESE HISTORIOGRAPHY


(Review)
THE ROLE OF STRUCTURAL ORGANISATION AND MYTH IN
JAVANESE HISTORIOGRAPHY

ROGER KEMBUAN
  

Tulisan yang berjudul The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography karya  Anthony H. Johns diterbitkan dalam The Journal of Asian Studies, Vol. 24, No. 1, November 1964 dengan jumlah 9 halaman, Penulisnya adalah professor Bahasa dan Sastra Indonesia dari Australian National University. Dalam tulisan ini penulis mengkaji dua naskah: Pararaton dan Babad Tanah Jawi. Kedua naskah tersebut menceritakan sejarah Jawa dari sudut pandang historiografi tradisional.
Bagian pertama artikelnya Johns menyinggung Sejarah Melayu dari kronik Kerajaan Malaka, sama seperti umumnya historiografi tradisional, pada bagian awal ceritanya sering menimbulkan keraguan dalam kontek keabsahannya sebagai sumber sejarah, dikarenakan kentalnya unsur dongeng dan sesuatu yang diluar nalar (logika) yang melekat dalam narasinya.
Kajiannya difokuskan pada bagian awal naskah (PROLOGOMENA) untuk mengkaji peranan mitos organisasi struktural yang ada dalam dua karya historiografi tradisional Jawa tersebut. Secara singkat bagian awal naskah Pararaton ditujukan untuk membangun citra Ken Angrok sebagai pendiri Kerajaan Singasari, sementara pada Babad Tanah Jawi bagian awal ditujukan untuk membangun citra yang sama bagi Sultan Agung. Prologomena kedua naskah tersebut dapat kita lihat disini adanya percampuran antara fiksi dan realita, tapi menurut Johns keduanya dapat dipisahkan untuk memperoleh fakta sejarah yang dapat dijadikan sebagai sumber dalam memahami sejarah Jawa.
Selanjutnya menurut Johns, ada perbedaan dalam cara penyampaian citra tersebut. Dalam Pararatron citra agung Ken Angrok diperoleh melalui kisah perjalanan hidupnya terutama perilakunya yang merupakan perpaduan kebaikan dan kejahatan dan hasil dari interaksi kelompok sosial. Dua hal yang bertentangan namun ada dalam diri manusia. Sedangkan penggambaran citra Senapati dalam Babad Tana Jawi disajikan dalam mitos dan simbol yang tidak terlepas dari hubungan genalogis.

Baik dalam Pararaton maupun dalam Babad Tanah Jawi, fungsi makrokosmos dan mikrokosmos raja dibangun untuk membentuk legitimasi dengan penyampaian sifat-sifat kedewaan telah disampaikan secara rinci dan cukup jelas. Anthony Johns dengan sangat  baik menghubungkan mitos-mitos dalam penggambaran asal-usul raja dengan konsep kekuasaan dalam masyarakat Jawa
Hal-hal umum yang dapat kita lihat: kedua naskah tersebut memiliki periodisasi dan setting lokasi yang berbeda. Pararatron di awali pada zaman kerajaan Singasari di bagian timur jawa (1222) dan Babad tanah Jawi pada zaman kerajaan Mataram di Jawa tengah (1582). Sedangkan soal aspek budaya yang mempengaruhi kedua tulisan tersebut  dapat dijabarkan sebagai berikut: Pararatron dipengaruhi oleh Hindu Budha Sanserkerta, sedangkan dalam Babad Tana Jawi adalah gabungan pengaruh Hindu dan Islam
Dalam kaitannya sebagai sumber historis, Babad Tanah Jawi seperti yang dikemukakan oleh Johns mengemukakan fakta yang sahih tentang runtuhnya Majapahit dan munculnya kerajaan bercorak Islam pertama di Jawa yaitu Demak. Hal ini dapat dilihat ketika dikomparasi dengan sumber-sumber lainnya, misalnya sumber-sumber china di masa yang sama




Tidak ada komentar:

Posting Komentar