Nama : Selfi Mahat Putri
Nim : 10/306215/PSA/02239
Anthony H. Johns adalah seorang professor
emiritus di National University of Australia. Ia mendapatkan gelah Ph.D., dari School of study Oriental and African di Universitas
London. Dia telah menerbitkan banyak tulisan baik dalam bentuk jurnal maupun
buku, Anthony banyak menulis mengenai kesusastraan di kawasan Asia khususnya
Melayu. Ia menulis tesis tentang Sufism
in World Melayu (1954) dan dalam The Journal of Asian Studies Vol.24, Anthony
H. John menulis tentang Peranan
Struktur Organisasi dan Mitos Dalam Historiografi Jawa. Dia membahas mengenai
historiografi tradisional Jawa, Pararaton
dan Babad Tanah Jawi.
Naskah Pararaton
menceritakan perjalanan Ken Angrok, penemu dinasti Singosari dan Majapahit,
sebelum kebangkitan dan keruntuhannya di tahun 1222. Bagaimana Ken Angrok, dalam inkarnasi sebelum
itu di mana ia menjadi raja, menawarkan dirinya sebagai pengorbanan manusia
untuk Yamadipati, Dewa Pintu Jawa, untuk menyelamatkan umat manusia dari kematian. Sebagai hadiah,
ia berjanji bahwa setelah kematiannya ia akan kembali ke surga Wisnu dan selanjutnya
akan terlahir kembali sebagai orang sakti di Singosari. Menurut Anthony, hal
inilah yang kemudian mengakibatkan bahwa naskah Pararaton tidak dapat diabaikan karena ketika pengantar naskah pararaton tidak bisa dibedakan antara
fakta dan fiksi, atau fantasi dan kenyataan. Tetapi setelah terbentuk struktur pemerintahan atau
kerajaan, kita bisa melihat fakta-fakta sejarah mengenai Ken Angrok dan
kerajaannya melalui sumber-sumber berupa prasasti dan sumber-sumber Cina.
Sedangkan Babad
Tanah Jawi yang merupakan bentuk tulisan pada masa
pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) yang telah ditandai oleh penulisan sejarah Jawa dari abad ketujuh belas
dan seterusnya. Cerita tentang babad
dimulai dari Adam, dilanjutkan dengan silsilah sinkretis dewa Hindu dan Islam,
lalu ditambah dengan cerita petualangan dewa-dewa di bumi, penemuan kalender,
dan penempatan wisnu sebagai otoritas atas semua hantu dan roh dari Jawa.
Puncaknya dengan turunnya Batara Brahma ke Jawa untuk menjadi keturunan
bangsawan Jawa, yang juga merupakan
keturunan dari pandawa, dihormati sebagai leluhur dari semua raja-raja Jawa. Titik sejarahnya dalam hal ini adalah pendiri Negara Mataram
Jawa Tengah oleh Senapati pada tahun 1582, yang negara mencapai puncaknya di
bawah Sultan Agung, cucu Senapati itu. Babad Tanah Jawi ini merupakan naskah
resmi Sultan Agung yang dikeluarkan tahun 1633. Babad ini dibuat karena merupakan perintah dari Sultan Agung untuk mendukung integrasi magis
Sultan Agung. Babad yang ditulis
sebelum Sultan Agung bukan untuk menggambarkan masa lalu tapi lebih dongeng
tentang magis. Bagian awal babad membicarakan
kebenaran historis dapat ditemukan. Walaupun kadang kala tertutupi dari cerita
fiksi yang ditulis. Babad merefleksikan
berbagai distribusi berbagai budaya tradisional Jawa, unsur-unsur budaya baru. Semacam
penggabungan Hindu, Islam dan budaya nenek moyang yang masih bertahan.
Jika Pararaton, dengan kualifikasi, dapat
diadakan untuk melambangkan historiografi Jawa dari periode
Singhasari-Majapahit (1222-1451), Babad
tanah jawi merupakan bentuk tulisan pada masa
pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Walaupun kita ketahui bahwa
historiografi tradisional Jawa ini dimulai atau dibubuhi dengan cerita-cerita
fiksi atau fantasi mengenai kekuasaan seorang raja untuk melegitimasi kekuasaannya
yang digambarkan bahwa raja itu adalah seorang titisan dewa yang memiliki ilmu
yang diperintahkan turun ke bumi untuk menjaga perdamaian. Tetapi lebih dari
pada itu, dari historiografi tradisional Jawa ini, Pararaton dan Babad Tanah Jawi kita bisa melihat fakta atau bukti-bukti
sejarah mengenai kejayaan kerajaaan-kerajaan Jawa. Perbandingan-perbandingan
teks antara Pararaton dan babad mengindikasikan ada sesuatu sifat
dari kelanjutan dan perubahan masyarakat Jawa. Fungsi makro dan mikro sangat umum
antara Pararaton dan babad.
Perbedaan lainnya adalah cara dimana kualitas keduanya di indikasikan.
Kedua naskah ini yang merupakan historiografi
tradisional Jawa dikategorikan sebagai karya sastra Indonesia.
Bukan berarti karya sastra tidak bisa dijadikan sumber penulisan sejarah.
Seperti yang dikatakan CC Berg bahwa nilai historis dari sebuah karya sastra
adalah bahwa dokumen-dokumen tersebut bisa ditafsirkan dalam hal pola budaya
masyarakat Jawa ketika karya tersebut diproduksi. Oleh karena itu seorang sejarawan harus bisa
menangkap atau melihat fakta dari historiografi tradisional ini dan tugas sejarawanlah untuk melakukan kritik dan
membandingkannya dengan sumber-sumber yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar