Nama : Selfi Mahat Putri
Nim : 10/306215/PSA/02239
Henri Chambert-Loir sendiri adalah peneliti di Ecole Française d’Extrême-Orient
sejak 1971. Henri telah menerjemahkan ke dalam bahasa Prancis sekitar enam
karya sastra Indonesia (antara lain Perjalanan Penganten karya
Ajip Rosidi dan Para Priyayi karya Umar Kayam) dan
menerjemahkan beberapa karya ilmiah Prancis ke dalam Bahasa Indonesia (salah
satunya Le Candi Sewu karya Jacques Dumarsay). Buku Sultan,
Pahlawan dan Hakim ini menawarkan referensi yang menarik tentang
sejarah melayu di Indonesia.
Dalam buku Sultan, Pahlawan dan Hakim, Henry Chambert Loir juga
menulis “Ruang Politik dalam Hikayat Hang Tuah”. Hikayat ini menarik karena
epos melayu abad ke 17 ini adalah karya sastra tetapi diperhatikan dari sini
dari segi sejarah. Teks ini juga menampilkan beberapa aspek bahasa melayu:
bahasa sastra,politik dan hukum serta bahasa komunikasi, yaitu bahasa yang
dipakai begitu orang ingin melampaui dimensi lokal. Sekalipun menggabungkan
antara fakta dan fiktif, menggambarkan situasi politik masa itu ketika Malaka
mulai tumbuh menjadi negeri yang kuat berinteraksi dengan Majapahit hingga
negeri tetangganya Trengganu, Brunei, Aceh dan Patani.
Sosok Hang Tuah dalam naskah Melayu itu menurut pengamatan Henri
digambarkan sebagai rakyat jelata, patriot, prajurit tangguh, diplomat handal,
sekaligus pedagang yang berjiwa petualang. Hubungan Malaka-Majapahit merupakan
hubungan yang rumit. Sultan Malaka memperlakukan negara asing seperti Siam,
India, Tiongkok Istambul dengan rendah hati, tetapi hirarki tidak dipersoalkan.
Sebaliknya dengan Majapahit hal tersebut tidak kelihatan. Malaka takluk pada
Majapahit. Majapahit adalah satu-satunya negara asing yang dikunjungi sendiri
oleh Sultan Malaka, bahkan dua kali. Padahal Sultan Malaka tidak pernah keluar
negeri dan selalu mengutus orang lain untuk misi persahabatan dan perdagangan
dan perlawatannya ke Majapahit merupakan pengecualiaan yang sangat bermakna.
Adapun Hang Tuah sebagai tangan kanan Sultan sampai lima kali ke Majapahit. Diceritakan
dia bertemu dengan Raja Seri Betara dan Patih Gajah Mada. Diceritakan Sultan
menikahi puteri Majapahit dan memberikannya dua putra, yaitu Raden Bahar dan
Raden Bajau. Namun ada kalanya Majapahit juga mengirim orang untuk membunuh
Sultan Malaka. Di antaranya Taming Sari yang bisa dibunuh oleh Hang Tuah.
Setelah Sultan,
bendahara dan Hang Tuah telah meninggalkan jabatan mereka dan menjauhi dunia
untuk menyepi sebagai pertapa, seorang kapten portugis datang ke Malaka dan
membeli tanah di Malaka dengan harga yang sangat mahal. Lalu yang cukup luas
itu dibangun sebuah benteng yang dipersenjatai oleh meriam. Portugis pun
menghancurkan kota Malaka sehingga permaisuri dan semua penduduknya melarikan
diri.
Epos ini
merupakan karya sastra orang-orang Melayu, yang hampir sama dengan
historiografi tradisional lainnya seperti babad
dan pararaton di Jawa berikan fakta dan fiksi yang begitu kuat. Epos yang
memaparkan kehidupan kesultan Malaka, sejak berdiri sampai dikalahkan Portugis.
Kedua peristiwa ini selalu ditandai dengan dua gejala yang serupa. Ketika
sultan yang masih memrintah Bentan, sedang berburu diiringi oleh banyak
pengikutnya, seekor pelanduk putih membuat dua anjingnya lari terbirit-birit,
lalu menghilang entah kemana. Maka sultan memutuskan akan mendirikan sebuah
kota baru disitu. Inilah asal usul Malaka. Pada akhir cerita, mahkota Sultan
jatuh di laut dan seekor buaya putih menghalangi Hang Tuah untuk mendapatkannya
kembali. Itulah pertanda kejatuhan Malaka. Cerita-cerita ini penuh sejarah
mengenai awal berdirinya kerajaan Malaka sampai dia jatuh karena kalah dengan
Portugis, tetapi sejarah yang ada ditampilkan dalam bahasa-bahasa sastra yang
penuh makna dan simbolik.
Hikayat Hang Tuah memberikan gambaran tentang ruang politik
Melayu sekitar abad-16. Namun penjelajahan ruang itu oleh tokoh tunggal (Hang
Tuah) bersifat fiktif. Dan deskripsi beberapa tempat berupa khayalan. Jadi,
ruang itu sebenarnya ruang ideal. Oleh karena itu ia semakin mencerminkan
konsepsi orang Melayu tentang dunia geografis serta kekuatan-kekuatan politik
yang harus mereka hadapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar