Halaman

Rabu, 16 Januari 2013

SULTAN, PAHLAWAN DAN HAKIM: “TEMPAYAN KALIMANTAN MENURUT SEBUAH TEKS MELAYU TAHUN 1839”

Nama             : Arum Vitasari
NIM               : 12/339811/PSA/7357

Pada umumnya, selama ini kita mengenal tempayan sebagai tempat untuk menyimpan air atau mungkin sebagai hiasan yang terbuat dari tanah liat. Tempayan dalam bahasan ini adalah tempayan dari Kalimantan yang telah menjadi bahan penelitian. Untuk dapat mengetahui bagaimana perkembangan, bentuk, serta kegunaan tempayan pada awal abad ke-19, peneliti menggunakan naskah Melayu pada masa itu.
 Seorang pejabat Belanda yang menerjemahkan sebagian dari naskah tersebut menjelaskan, bahwa naskah tersebut digunakan sebagai pedoman yang sistematis. Pedoman yang dimaksudkan adalah guna membantu para pedagang dan pembeli dalam mengenali jenis dan harga tempayan yang ingin dibeli. Bisa dikatakan hal itu sangat mirip dengan daftar katalog untuk penjualan barang pada masa sekarang. Singkat kata, melalui naskah Melayu tersebut, kita dapat mengetahui jenis-jenis, bentuk, warna tempayan yang beredar pada masa itu.
 Penyebaran tempayan dimulai dari gerabah-gerabah yang dibuat di Cina, lalu menyebar melalui Vietnam, Thailand, dan Burma. Penyebaran tempayan biasanya melalui jalur perdagangan maritim, bahkan mencapai wilayah yang cukup jauh. Pada umumnya tempayan digunakan untuk menyimpang benda cair maupun makanan. Di Kalimantan sendiri, tempayan memiliki fungsi yang beragam. Selain sebagai tanda status kehormatan dan kekayaan, tempayan juga difungsikan untuk ritus-ritus tertentu, misalnya yang berhubungan dengan pemakaman. Dalam prosesi tersebut, tidak jarang kalau tempayan digunakan untuk menyimpan sisa tulang atau abu jenazah seseorang maupun beberapa orang sekaligus di dalam tempayan (budaya seperti ini juga bisa kita temukan pada masyarakat Jepang hingga masa modern). Bahkan, ada pula jenazah yang diletakkan dalam sebuah tempayan yang dibelah. Pada tempayan yang digunakan untuk menyimpat jasad maupun abu, tempayan biasanya dihiasi dengan hiasan kepala naga. Hal ini terpengaruh orang budaya Cina, dimana naga yang awalnya digambarkan sebagai penghubung langit dan bumi, kemudian menjadi penghubung antara dunia orang hidup dan dunia orang mati.
 Selain menggambarkan mengenai kegunaan dan fungsi dari tempayan tersebut, naskah Melayu ini juga mengungkapkan ciri-ciri khusus serta nilai relatif dari sejumlah tempayan. Juga memerikan dengan terperinci bentuk, ukuran, jumlah pegangan, warna, dan mutu glasir, serta hiasan. Tempayan yang dideskripsikan dan digambar berdasarkan dengan golongan kelompok yang masing-masing mempunyai suatu nama, ditambah nama yang lebih spesifik sesuai variasi hiasan dalam tiap kelompok. Melalui deskripsi tersebut, bisa dikatakan bahwa penulis naskah saat itu telah memperhatikan sistemasika penulisan berkelompok. Tentu saja, dengan cara seperti itu, naskah tersebut dapat dimengerti lebih cepat.
 Menurut penulis buku ini, naskah Melayu sendiri cukup sulit diterjemahkan. Naskah Melayu biasanya berupa lembar-lembar yang menggunakan bahasa Melayu kuno. Seperti layaknya naskah Melayu, satu kata dapat dieja dengan beberapa cara. Dikenal beberapa huruf seperti alif maupun hamzah yang juga dikenal pada huruf Arab. Sekitar 12 kata diberi tanda vokal (harakat), dan delapan di antaranya adalah nama-nama tempayan.
 Pola-pola hiasan sangat penting bagi definisi serta penilaian tempayan. Untuk bisa memahami teks, sangat penting agar kita mengetahui bahwa pola-pola di dalam tempayan dapat dibuat dengan tiga cara. Dalam hal ini berhubungan juga dengan proses pengerjaan tempayan. Kemudian motif yang dimiliki oleh tempayan.
 Melalui naskah Melayu ini, kita dapat menemukan informasi mengenai penyebaran, pembuatan, bahkan jenis tempayan yang ada di Kalimantan. Fungsi tempayan yang kemudian menjadi simbol kehormatan dan status sosial juga mengindikasikan bahwa tempayan saat itu tidak hanya memiliki fungsi instrumental, namun fungsi sosial. Naskah Melayu pada saat itu juga sudah memperhatikan segi informasi yang jelas, yakni dengan menyajikan gambar dan data yang sistematis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar