Halaman

Rabu, 16 Januari 2013

Sex, Race, and the Contract


Wahyu Setayaningsih
12/339547/PSA/7317
Dalam buku Textual Empires A Reading of Early British Histories of South Asia yang ditulis oleh Mary Catherina Quility terdiri atas tiga chapter, salah satunya chapter tiga yang berjudul “Sex, Race, and the Contract”. Mary memberikan hal yang berbeda ketika membicarakan sejarah di Asia, terutama di Indonesia. Dia menghadirkan tiga penulis yang berasal dari Inggris, yaitu: Marsden, Symes, Raffles, Crawfurd dan Anderson. Jika kita menengok kebelakang, penulisan sejarah kolonial juga mewarnai historiografi Indonesia. Di sini, Mary di sini mencoba menghadirkan perspektif baru dalam historiografi di Asia. Marsden dengan menghadirkan karyanya, History of Sumatra. Marsden sudah mengenalkan aktivitas perjalanan sebagai sebuah sejarah. Raffles dengan History of Java yang merupakan penulisan pertama yang lengkap mengenai sejarah Jawa. Hal ini sangat menarik, karena memberikan pandangan baru tentang historiografi Indonesia dari sudut pandang orang Inggris. Meskipun Belanda dan Inggris merupakan dua negara yang pernah menjajah Indonesia, tetapi mereka berbeda dalam menggambarkan sejarah Indonesia. Lalu, bagaimanakah Sex, Race and the Contract akan memberikan warna dalam historiografi Indonesia?
Mary menghadirkan beberapa bukti tentang bias Barat yang memengaruhi dengan dunia Timur sangat tinggi. Orientalisme mampu mengembangkan sayapnya dan menidurkan potensi-potensi Timur. Orientalisme menghadirkan budaya-budaya baru yang melabelkan bahwa budaya Barat merupakan budaya superior. Di sini, Mary menghadirkan fakta bahwa ekonomi liberal bukanlah satu-satunya aspek yang akan membawa pada esistensinya dalam peradaban. Wanita dan ras non-Eropa pada umumnya mengalami perbudakan. Namun, karena perkembangan waktu, hal tersebut mulai hilang. Kini, dengan adanya kesetaraan gender, mulai mengangkat peranan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Wanita mampu memengaruhi perubahan ekonomi. Wanita tidak lagi hanya menjadi ibu rumah tangga, tetapi sudah banyak wanita yang bekerja.
Marsden, Symes, Raffles, Crawfurd dan Anderson, menyuarakan tentang kebebasan; membawa paham kebebasan melalui nativisme untuk Asia Tenggara; termasuk kebebasan dari alam, kebebasan dari kelaliman sultan, kebebasan dari ketakutan dan kebebasan untuk memilih. Mereka menghadirkan sejarah sehari-hari yang terjadi pada waktu itu. Mary menghadirkan kontradiksi yang menarik, yaitu patriarchi dan gender. Dengan adanya konsep gender, maka perempuan-perempuan mulai menempati posisi-posisi perekonomian. Raffles menghadirkan modernitas yang terjadi di Jawa, dari peraltan sampai gaya hidup masyarakat Jawa.
Dengan demikian, Marry menghadirkan historiografi Indonesia dengan cara yang berbeda sekali dengan Belanda. Belanda yang sering menghadirkan sisi politik, tetapi para sejarawan Inggris menghadirkan sejarah kehidupan sehari, tanpa menghadirkan sisi politik dalam sejarah Indonesia. Menurut saya, apa yang dipaparkan oleh Marry sangat membuka wacana kita tentang sejarah wanita, sejarah orang-orang kecil dan sejarah alam. Namun, sayangnya apa yang dipaparkan Marry belum mencakup masalah pemerintahan yang terjadi pada waktu itu. Sejarah orang-orang yang berpengaruh pada waktu itu tidak dihadirkan. Selain itu, Marry belum banyak memberikan manfaat dari buku tersebut untuk dunia Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar