Wahyu Setayaningsih
12/339547/PSA/7317
Dalam buku Textual Empires A Reading of Early British Histories of South Asia yang ditulis
oleh Mary Catherina Quility terdiri atas tiga chapter, salah satunya chapter
tiga yang berjudul “Sex, Race, and the Contract”. Mary memberikan hal yang
berbeda ketika membicarakan sejarah di Asia, terutama di Indonesia. Dia
menghadirkan tiga penulis yang berasal dari Inggris, yaitu: Marsden, Symes,
Raffles, Crawfurd dan Anderson. Jika kita menengok kebelakang, penulisan
sejarah kolonial juga mewarnai historiografi Indonesia. Di sini, Mary di sini
mencoba menghadirkan perspektif baru dalam historiografi di Asia. Marsden
dengan menghadirkan karyanya, History of
Sumatra. Marsden sudah mengenalkan aktivitas perjalanan sebagai sebuah
sejarah. Raffles dengan History of Java
yang merupakan penulisan pertama yang lengkap mengenai sejarah Jawa. Hal ini
sangat menarik, karena memberikan pandangan baru tentang historiografi
Indonesia dari sudut pandang orang Inggris. Meskipun Belanda dan Inggris
merupakan dua negara yang pernah menjajah Indonesia, tetapi mereka berbeda
dalam menggambarkan sejarah Indonesia. Lalu, bagaimanakah Sex, Race and the
Contract akan memberikan warna dalam historiografi Indonesia?
Mary menghadirkan beberapa bukti tentang bias Barat
yang memengaruhi dengan dunia Timur sangat tinggi. Orientalisme mampu mengembangkan
sayapnya dan menidurkan potensi-potensi Timur. Orientalisme menghadirkan
budaya-budaya baru yang melabelkan bahwa budaya Barat merupakan budaya
superior. Di sini, Mary menghadirkan fakta bahwa ekonomi liberal bukanlah
satu-satunya aspek yang akan membawa pada esistensinya dalam peradaban. Wanita
dan ras non-Eropa pada umumnya mengalami perbudakan. Namun, karena perkembangan
waktu, hal tersebut mulai hilang. Kini, dengan adanya kesetaraan gender, mulai
mengangkat peranan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Wanita mampu
memengaruhi perubahan ekonomi. Wanita tidak lagi hanya menjadi ibu rumah
tangga, tetapi sudah banyak wanita yang bekerja.
Marsden, Symes, Raffles,
Crawfurd dan Anderson, menyuarakan tentang kebebasan; membawa paham kebebasan
melalui nativisme untuk Asia Tenggara; termasuk kebebasan dari alam, kebebasan
dari kelaliman sultan, kebebasan dari ketakutan dan kebebasan untuk memilih. Mereka
menghadirkan sejarah sehari-hari yang terjadi pada waktu itu. Mary menghadirkan
kontradiksi yang menarik, yaitu patriarchi dan gender. Dengan adanya konsep
gender, maka perempuan-perempuan mulai menempati posisi-posisi perekonomian.
Raffles menghadirkan modernitas yang terjadi di Jawa, dari peraltan sampai gaya
hidup masyarakat Jawa.
Dengan demikian, Marry
menghadirkan historiografi Indonesia dengan cara yang berbeda sekali dengan
Belanda. Belanda yang sering menghadirkan sisi politik, tetapi para sejarawan
Inggris menghadirkan sejarah kehidupan sehari, tanpa menghadirkan sisi politik
dalam sejarah Indonesia. Menurut saya, apa yang dipaparkan oleh Marry sangat
membuka wacana kita tentang sejarah wanita, sejarah orang-orang kecil dan
sejarah alam. Namun, sayangnya apa yang dipaparkan Marry belum mencakup masalah
pemerintahan yang terjadi pada waktu itu. Sejarah orang-orang yang berpengaruh
pada waktu itu tidak dihadirkan. Selain itu, Marry belum banyak memberikan
manfaat dari buku tersebut untuk dunia Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar