Nama : Selfi Mahat Putri
Nim : 10/306215/PSA/02239
Alfred Thayer
Mahan (1840-1914) dalam bukunya yang terbit pada tahun 1890 dengan Judul “The
Influence of Sea Power upon History 1660-1783” mengatakan bahwa sejarawan pada
umumnya kurang menaruh perhatian pada sejarah kelautan, selain karena
sedikitnya pengetahuan mengenai laut mereka juga kurang melihat pengaruh
kekuatan laut yang sangat menentukan jalannya peristiwa-peristiwa besar di
dunia. Mahan melihat bahwa peristiwa-peristiwa sejarah negara-negara eropa
barat terutama Inggris, Perancis dan Belanda ini membuktikan betapa pentingnya
adanya kekuatan laut dalam sejarah suatu bangsa.
Teori dari Mahan
inilah yang dibawa oleh Dr. J.C. van Leur, seorang sarjana Belanda yang
mengatakan bahwa penguasaan suatu wilayah kepulauan seperti Indonesia juga
membutuhkan kekuatan maritim. Teori Mahan ini diuraikannya tentang sejarah
kepulauan Indonesia : “Mahan op den Indishen lessenaar (Mahan di meja baca
Hindia). Van Leur menunjuk kepada peranan Kompeni Persatuan Hindia – Timur (VOC
atau yang dikenal sebagai kompeni Belanda) sebagai kekuatan maritim yang
besar.
Van Leur
berpendapat bahwa teori Mahan bisa kita gunakan untuk melihat masa tersebut
dengan cara yang baru. Kompeni lahir dari perang dan selama hidupnya merupakan
badan perdagangan dan alat perang sekaligus. Kompeni dapat dikatakan lebih
banyak berperang daripada berdagang. Menurut hakekatnya dia merupakan sebuah
lembaga yang bertujuan ganda, yaitu untuk berdagang dan untuk berperang.
Pemisahan kekuasaan atas armada dan pimpinan urusan militer dan dalam perubahan
tujuan perang itulah terletak perubahan bentuk VOC sebagai alat perang menjadi
negara lautan di Asia.
Peperangan, penguasaan laut dan
perniagaan di Asia Tenggara dalam kurun waktu 1602-1641 lain aspeknya daripada
tahun 1660 sebagaimana telah digambarkan Mahan secara terperinci. Maka
diperlukan penyusunan tersendiri dari gambaran naval power. Dalam rangka inilah
alat perang di laut yang kiranya diwujudkan VOC perlu diselidiki dalam segala
hubungannya yang rumit dibidang sejarah maritim maupun sejarah umum. Dalam
menyelidiki tulisan Mahan hendaknya senantiasa tersedia di meja makan Hindia.
Akan tetapi dalam pada itu harus ditetapkan sebagai syarat : bahwa Mahan
benar-benar harus dibaca dan metode Mahan harus diterapkan.
TERPESONA
OLEH MAHAN
Oleh; F.R.J. VERHOEVEN
Tulisan
Verhoeven semacam sindiran dan merupakan kritikan terhadap tulisan Van Leur
sebelumnya yang mana ia memberi tekanan kepada peranan Kompeni sebagai alat
perang Belanda di laut disamping tugasnya sebagai perusahaan dagang. Verhoeven
mengecam uraian Van Leur yang katanya begitu terpukau oleh gagasan Mahan.
Diperingatkannya pada pandangan Mahan yang sangat laku pada waktu paham
imperialisme sedang meluas pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yakni
tentang kebutuhan mutlak untuk memiliki daerah jajahan di seberang lautan :
padahal peristiwa-peristiwa menjelang Perang Dunia II memperlihatkan bahwa
politik kolonialisme tersebut harus diperiksa kembali.
Verhoeven dalam
tulisannya melihat bahwa Kompeni hanya sebagai alat perang dilaut atau menampakkan
dirinya sebagai “naval power” (the organized military force afloat). Tetapi van
Leur kurang puas dengan ruang lingkup ini karena ia menganggap perlu untuk
memberi uraian yang mendalam tentang pengeritian “sea power” (general control
of the sea) yang jauh lebih luas.
Menurut Verhoeven, van Leur tidak melihat perbedaan ini antara perserikatan
Belanda yang benar-benar memiliki “sea power” dan Kompeni yang dilihat dari
sudut maritim bagi Republik merupakan salah satu alatnya dalam perang di laut
tetapi dapat dianggap sebagai suatu “naval power” karena sifatnya yang sedikit
banyak berdiri sendiri. Van Leur juga kecewa karena metode Mahan tidak atau
hampir tidak diterapkan dan dia sedikit menerapkan syarat bahwa metode Mahan
diterapkan dalam penyelidikan-penyelidikan sejarah maritim Kompeni. Tetapi Verhoeven tidak
mengindahkannya karena dia ingin “menjadi seorang kelana yang terhormat” yang
menyusuri jalan sejarah maritim menurut
dia.
Sejarah Mahan
akan menjadi penting dan hebat setelah dikritisi supaya bisa menilai dengan
tepat mengenai metode-metode yang dilakukan Mahan benar adanya. Oleh karena itu
Verhoeven mencoba untuk melakukan kritik terhadap teori Mahan ini, karena ia melihat orang Belanda yang membaca
Influence akan segera sadar bahwa Mahan sebenarnya tidak mempunyai gambaran
yang sempurna mengenai negara kami (Belanda). Mahan tidak bisa berbahasa
Belanda, sehingga ia hanya memakai sumber-sumber Inggris dan Perancis saja yang
seringkali bermutu kelas dua, lagipula Mahan lebih mementingkan jalan
pertempuran untuk mencapai kekuasaan tertinggi dilaut antara Inggris dan
Perancis, Belanda dan Spayol tidak diberikan peranan lebih banyak. Jadi pada
umumnya karya-karya Mahan hanya sedikit mengemukan fakta-fakta sejarah baru.
Selain itu, saya
menegaskan bahwa karangan Mahan “Influence” merupakan karya abad ke-19 jadi
lebih dari 50 tahun umurnya yang ditulis sebelum adanya masalah yang maha hebat
tentang “sea power in the pasific” dan jauh sebelum perang dunia yang besar.
Oleh karena itu menurut Verhoeven kita perlu melihat lebih mendalam tentang
sejarah maritim berdasarkan bahan fakta yang baru dan lebih luas.
Historiografi
ini terlihat secara jelas bagaimana perhatian diberikan kepada peranan kekuatan
laut Kompeni Belanda. Sebagai sejarawan bangsa Eropa sudah tentu mereka
menggunakan bahan dari sejarah dan kebudayaan Eropa. Tulisan-tulisan ini cukup
memberi pengertian bahwa sebagai negara kepulauan maka penelitian sejarah
maritim Indonesia tidak boleh diabaikan. Wawasan bahari tidak hanya diperlukan
untuk zaman yang lalu yang kita sebut “jaman bahari” melainkan sangat penting
bagi eksistensi dan kelangsungan hidup suatu negara kepulaluan.
Banyak hal yang
dikemukan Mahan tidak mempunyai relevansi lagi dewasa ini. perkembangan kekuatan
udara dan kemajuan teknik perkembangan termasuk teknik penjajahan angkasa luar
dan penemuan tenaga nuklir kini telah mengurangi arti daripada kekuatan laut.
Proses dekolonisasi yang meninggalkan trauma yang berlarut-larut baik kepada
yang terjajah maupun penjajah. Sehingga teori Mahan yang mengkaitkan
pembentukan daerah jajahan sebagai hal mutlak untuk perkembangan kekuatan laut
tidak dapat diterima lagi oleh dunia post-kolonial sekarang.
Tulisan dari Van Leur dan Verhoeven
mengenai sejarah maritim walaupun melihat sejarah maritim dari teori yang
berbeda dan saling mengkritik satu sama
lain sebenarnya kalau kita kritisi saat ini hampir sama. Kedua sejarawan ini
tetap memandang bahwa peranan Belanda di dalam sejarah maritim begitu besar.
Bagaimana Belanda menjadi kekuatan laut yang begitu hebat. Dalam kedua tulisan
ini mereka tidak ada menyinggung pembicaraan mengenai kehidupan masyarakat
Indonesia saat itu, fokus penulisan mereka hanya pencitraan Kompeni yang begitu
hebat, kuat dan tangguh. Itulah sebabnya historiografi kolonial bersifat Eropa
sentris atau Belanda Sentris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar