Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

MAHAN DI MEJA MAKAN HINDIA. Oleh J.C VAN LEUR


Nama  : Selfi Mahat Putri
Nim     : 10/306215/PSA/02239
             Alfred Thayer Mahan (1840-1914) dalam bukunya yang terbit pada tahun 1890 dengan Judul “The Influence of Sea Power upon History 1660-1783” mengatakan bahwa sejarawan pada umumnya kurang menaruh perhatian pada sejarah kelautan, selain karena sedikitnya pengetahuan mengenai laut mereka juga kurang melihat pengaruh kekuatan laut yang sangat menentukan jalannya peristiwa-peristiwa besar di dunia. Mahan melihat bahwa peristiwa-peristiwa sejarah negara-negara eropa barat terutama Inggris, Perancis dan Belanda ini membuktikan betapa pentingnya adanya kekuatan laut dalam sejarah suatu bangsa.

Teori dari Mahan inilah yang dibawa oleh Dr. J.C. van Leur, seorang sarjana Belanda yang mengatakan bahwa penguasaan suatu wilayah kepulauan seperti Indonesia juga membutuhkan kekuatan maritim. Teori Mahan ini diuraikannya tentang sejarah kepulauan Indonesia : “Mahan op den Indishen lessenaar (Mahan di meja baca Hindia). Van Leur menunjuk kepada peranan Kompeni Persatuan Hindia – Timur (VOC atau yang dikenal sebagai kompeni Belanda) sebagai kekuatan maritim yang besar.  

Van Leur berpendapat bahwa teori Mahan bisa kita gunakan untuk melihat masa tersebut dengan cara yang baru. Kompeni lahir dari perang dan selama hidupnya merupakan badan perdagangan dan alat perang sekaligus. Kompeni dapat dikatakan lebih banyak berperang daripada berdagang. Menurut hakekatnya dia merupakan sebuah lembaga yang bertujuan ganda, yaitu untuk berdagang dan untuk berperang. Pemisahan kekuasaan atas armada dan pimpinan urusan militer dan dalam perubahan tujuan perang itulah terletak perubahan bentuk VOC sebagai alat perang menjadi negara lautan di Asia.

Peperangan, penguasaan laut dan perniagaan di Asia Tenggara dalam kurun waktu 1602-1641 lain aspeknya daripada tahun 1660 sebagaimana telah digambarkan Mahan secara terperinci. Maka diperlukan penyusunan tersendiri dari gambaran naval power. Dalam rangka inilah alat perang di laut yang kiranya diwujudkan VOC perlu diselidiki dalam segala hubungannya yang rumit dibidang sejarah maritim maupun sejarah umum. Dalam menyelidiki tulisan Mahan hendaknya senantiasa tersedia di meja makan Hindia. Akan tetapi dalam pada itu harus ditetapkan sebagai syarat : bahwa Mahan benar-benar harus dibaca dan metode Mahan harus diterapkan.


TERPESONA OLEH MAHAN
Oleh; F.R.J. VERHOEVEN

Tulisan Verhoeven semacam sindiran dan merupakan kritikan terhadap tulisan Van Leur sebelumnya yang mana ia memberi tekanan kepada peranan Kompeni sebagai alat perang Belanda di laut disamping tugasnya sebagai perusahaan dagang. Verhoeven mengecam uraian Van Leur yang katanya begitu terpukau oleh gagasan Mahan. Diperingatkannya pada pandangan Mahan yang sangat laku pada waktu paham imperialisme sedang meluas pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yakni tentang kebutuhan mutlak untuk memiliki daerah jajahan di seberang lautan : padahal peristiwa-peristiwa menjelang Perang Dunia II memperlihatkan bahwa politik kolonialisme tersebut harus diperiksa kembali.

Verhoeven dalam tulisannya melihat bahwa Kompeni hanya sebagai alat perang dilaut atau menampakkan dirinya sebagai “naval power” (the organized military force afloat). Tetapi van Leur kurang puas dengan ruang lingkup ini karena ia menganggap perlu untuk memberi uraian yang mendalam tentang pengeritian “sea power” (general control of the sea)  yang jauh lebih luas. Menurut Verhoeven, van Leur tidak melihat perbedaan ini antara perserikatan Belanda yang benar-benar memiliki “sea power” dan Kompeni yang dilihat dari sudut maritim bagi Republik merupakan salah satu alatnya dalam perang di laut tetapi dapat dianggap sebagai suatu “naval power” karena sifatnya yang sedikit banyak berdiri sendiri. Van Leur juga kecewa karena metode Mahan tidak atau hampir tidak diterapkan dan dia sedikit menerapkan syarat bahwa metode Mahan diterapkan dalam penyelidikan-penyelidikan sejarah maritim  Kompeni. Tetapi Verhoeven tidak mengindahkannya karena dia ingin “menjadi seorang kelana yang terhormat” yang menyusuri jalan sejarah maritim menurut  dia.

Sejarah Mahan akan menjadi penting dan hebat setelah dikritisi supaya bisa menilai dengan tepat mengenai metode-metode yang dilakukan Mahan benar adanya. Oleh karena itu Verhoeven mencoba untuk melakukan kritik terhadap teori Mahan ini,  karena ia melihat orang Belanda yang membaca Influence akan segera sadar bahwa Mahan sebenarnya tidak mempunyai gambaran yang sempurna mengenai negara kami (Belanda). Mahan tidak bisa berbahasa Belanda, sehingga ia hanya memakai sumber-sumber Inggris dan Perancis saja yang seringkali bermutu kelas dua, lagipula Mahan lebih mementingkan jalan pertempuran untuk mencapai kekuasaan tertinggi dilaut antara Inggris dan Perancis, Belanda dan Spayol tidak diberikan peranan lebih banyak. Jadi pada umumnya karya-karya Mahan hanya sedikit mengemukan fakta-fakta sejarah baru.

Selain itu, saya menegaskan bahwa karangan Mahan “Influence” merupakan karya abad ke-19 jadi lebih dari 50 tahun umurnya yang ditulis sebelum adanya masalah yang maha hebat tentang “sea power in the pasific” dan jauh sebelum perang dunia yang besar. Oleh karena itu menurut Verhoeven kita perlu melihat lebih mendalam tentang sejarah maritim berdasarkan bahan fakta yang baru dan lebih luas.

Historiografi ini terlihat secara jelas bagaimana perhatian diberikan kepada peranan kekuatan laut Kompeni Belanda. Sebagai sejarawan bangsa Eropa sudah tentu mereka menggunakan bahan dari sejarah dan kebudayaan Eropa. Tulisan-tulisan ini cukup memberi pengertian bahwa sebagai negara kepulauan maka penelitian sejarah maritim Indonesia tidak boleh diabaikan. Wawasan bahari tidak hanya diperlukan untuk zaman yang lalu yang kita sebut “jaman bahari” melainkan sangat penting bagi eksistensi dan kelangsungan hidup suatu negara kepulaluan.

Banyak hal yang dikemukan Mahan tidak mempunyai relevansi lagi dewasa ini. perkembangan kekuatan udara dan kemajuan teknik perkembangan termasuk teknik penjajahan angkasa luar dan penemuan tenaga nuklir kini telah mengurangi arti daripada kekuatan laut. Proses dekolonisasi yang meninggalkan trauma yang berlarut-larut baik kepada yang terjajah maupun penjajah. Sehingga teori Mahan yang mengkaitkan pembentukan daerah jajahan sebagai hal mutlak untuk perkembangan kekuatan laut tidak dapat diterima lagi oleh dunia post-kolonial sekarang.  
Tulisan dari Van Leur dan Verhoeven mengenai sejarah maritim walaupun melihat sejarah maritim dari teori yang berbeda  dan saling mengkritik satu sama lain sebenarnya kalau kita kritisi saat ini hampir sama. Kedua sejarawan ini tetap memandang bahwa peranan Belanda di dalam sejarah maritim begitu besar. Bagaimana Belanda menjadi kekuatan laut yang begitu hebat. Dalam kedua tulisan ini mereka tidak ada menyinggung pembicaraan mengenai kehidupan masyarakat Indonesia saat itu, fokus penulisan mereka hanya pencitraan Kompeni yang begitu hebat, kuat dan tangguh. Itulah sebabnya historiografi kolonial bersifat Eropa sentris atau Belanda Sentris.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar