Halaman

Rabu, 16 Januari 2013

“Ruang Politik dalam Hikayat Hang Tuah


Reni Widiastuti
12/339283/PSA/7262

Hikayat Hang Tuah merupakan salah satu karya besar dalam kesusastraan Melayu. Teks Hikayat Hang Tuah bersifat semi sejarah, dalam teksnya terdapat percampuran antara unsur nyata serta unsur fantasi. Seperti historiografi tradisional lainnya, Hikayat Hang Tuah ini juga memiliki unsur fiksi dalam ceritanya. Unsur fiksi dan fakta merupakan dua hal penting dalam historiografi tradisional, dan keduanya dapat menempati posisinya masing-masing dalam tulisan historiografi tradisional. Karya ini sering dijadikan bahan kajian oleh para sastrawan maupun sejarawan.

Selama ini kajian mengenai Hikayat Hang Tuah hanya menitikberatkan pada masalah kesusasteraan, dan sedikit mengabaikan kajian mengenai sejarah. Melalui artikelnya yang berjudul berjudul “Ruang Politik dalam Hikayat Hang Tuah”, Henry Chambert-Loir mengkaji mengenai wawasan dunia luar dalam Hikayat Hang Tuah, serta meneliti mengenai proses penyusunannya.

Seperti judul artikelnya, kajian Henry ini menitikberatkan pada masalah pada masalah ruang politik yang terkandung pada teks Hikayat Hang Tuah. Dalam teksnya, Hang Tuah digambarkan sebagai utusan raja atau diplomat yang kerap melakukan perjalanan politik dalam rangka menjalin dan memperkuat hubungan politik dengan kerajaan lain namun juga merangkap sebagai seorang saudagar.

Historiografi tradisional seperti cerita hikayat merupakan cerita yang sarat dengan nilai moral dan budi pekerti. Walaupun didalam isi cerita terdapat unsur fiktif dan nyata yang berdampingan. Hal ini juga terlihat dalam Hikayat Hang Tuah yang ceritanya dibangun berdasar unsur fiktif dan nyata. Masuknya kedua unsur ini berkaitan dengan konsep simbolisme yang ingin ditunjukkan secara tersirat oleh pengarangnya. Seperti penjelasan Lombard mengenai perjalanan jauh yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam hikayat Melayu. Perjalanan jauh dan melingkar ini mempunyai tujuan semacam perjalanan rohani tokoh dalam pencarian pencarian jati diri dan makna kehidupan. Ketika pulang ke negeri asalnya, tokoh tersebut biasanya akan menjadi pemimpin untuk menggantikan ayahnya. Konsep perjalanan jauh dalam kesusastraan Melayu ini dianggap sebagai simbolisme atau bentuk lain dari konsep penitisan dalam agama Hindu.
                                                                    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar