Reni Widiastuti
12/339283/PSA/7262
Hikayat Hang Tuah merupakan salah satu karya besar
dalam kesusastraan Melayu. Teks Hikayat Hang Tuah bersifat semi sejarah, dalam
teksnya terdapat percampuran antara unsur nyata serta unsur fantasi. Seperti
historiografi tradisional lainnya, Hikayat Hang Tuah ini juga memiliki unsur
fiksi dalam ceritanya. Unsur fiksi dan fakta merupakan dua hal penting dalam
historiografi tradisional, dan keduanya dapat menempati posisinya masing-masing
dalam tulisan historiografi tradisional. Karya ini sering dijadikan bahan
kajian oleh para sastrawan maupun sejarawan.
Selama ini kajian mengenai Hikayat Hang Tuah hanya
menitikberatkan pada masalah kesusasteraan, dan sedikit mengabaikan kajian
mengenai sejarah. Melalui artikelnya yang berjudul berjudul “Ruang Politik dalam
Hikayat Hang Tuah”, Henry Chambert-Loir mengkaji mengenai wawasan dunia luar
dalam Hikayat Hang Tuah, serta meneliti mengenai proses penyusunannya.
Seperti judul artikelnya, kajian Henry ini
menitikberatkan pada masalah pada masalah ruang politik yang terkandung pada
teks Hikayat Hang Tuah. Dalam teksnya, Hang Tuah digambarkan sebagai utusan
raja atau diplomat yang kerap melakukan perjalanan politik dalam rangka
menjalin dan memperkuat hubungan politik dengan kerajaan lain namun juga
merangkap sebagai seorang saudagar.
Historiografi tradisional seperti cerita hikayat merupakan
cerita yang sarat dengan nilai moral dan budi pekerti. Walaupun didalam isi
cerita terdapat unsur fiktif dan nyata yang berdampingan. Hal ini juga terlihat
dalam Hikayat Hang Tuah yang ceritanya dibangun berdasar unsur fiktif dan
nyata. Masuknya kedua unsur ini berkaitan dengan konsep simbolisme yang ingin
ditunjukkan secara tersirat oleh pengarangnya. Seperti penjelasan Lombard
mengenai perjalanan jauh yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam hikayat Melayu.
Perjalanan jauh dan melingkar ini mempunyai tujuan semacam perjalanan rohani
tokoh dalam pencarian pencarian jati diri dan makna kehidupan. Ketika pulang ke
negeri asalnya, tokoh tersebut biasanya akan menjadi pemimpin untuk
menggantikan ayahnya. Konsep perjalanan jauh dalam kesusastraan Melayu ini
dianggap sebagai simbolisme atau bentuk lain dari konsep penitisan dalam agama
Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar