Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

Review : Perspektif Baru Penulisan sejarah Indonesia, Bab Militerisasi sejarah Indonesia : Peran A.H Nasution.


Nama                      : Rika Inggit Asmawati
No mahasiswa     : 12/339398/PSA/7286

Menyoal Embrio milliterisasi sejarah
Dalam militerisasi Sejarah Indonesia, Asvi Warman Adam mencoba untuk melakukan dekonstruksi akan militerisasi dalam sejarah Indonesia.  Menurutnya,  tidak ada masalah kalau sejarah ini ditunjukkan secara khusus kepada kalangan sendiri . Persoalan baru timbul bila sejarah militer ini dipaksakan untuk diajarkan di sekolah.  Asvi warman adam menyebut, dengan kata lain, misalnya dilakukan militerisasi sejarah dengan menekankan pentingnya operasi militer dalam penumpasan pemberontakan. Jika sebelumnya, militerisasi sejarah Indonesia selalu dikaitkan dengan peran Nugrohonotosusanto dalam proyek sejarahnya, namun berbeda dengan Asvi Warman Adam, Ia menganggap bahwa A.H nasutionlah yang meletakkan embrio militerisasi sejarah Indonesia.  Asvi Warman Adam menulis, pada tahun terakhir di HIS dari seorang temannya ia memperoleh buku mengenai Revolusi Prancis dan perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa lain. “Ketika itulah timbul harapan, walaupun rasanya amat jauh, semoga bangsa Indonesia dapat berperan pula dalam sejarah dunia seperti bangsa-bangsa lain.”  Menurut Asvi Warman Adam kutipan dari A.H Nasution tersebut menandakan bahwa  A.H Nasution melihat pentingnya peranan militer untuk melancarkan perjuangan bangsa.
Asvi Warman Adam  memberikan beberapa catatan terhadap tulisan McGregor, mengenai sejarah percobaan kudeta 1965, Kate mengungkapkan bahwa buku 40 Hari kegagalan G30S mungkin merupakan proyek sejarah yang penting yang dibuat Nugroho Notosutanto, tetapi menurut Asvi Warman Adam, meskipun tim yang diketuai Nugroho mengerjakan penelitian kilat tersebut, inisiator atau penanggungjawab buku tersebut adalah A.H Nasution.  Asvi Warman Adam mencoba mengkaji peran Nasution yang kurang dibahas dalam penulisan Sejarah Nasional, khususnya sebagai sejarahwan.  Untuk mengantisipasi atau menghadapi buku dan pengajaran sejarah yang memakai perspektif kiri, maka tahun 1964 Nasution membentuk tim yang terdiri darii pengajar sejarah di Fakultas Sastra UI, yaitu Nugroho Notosusanto dkk. Untuk menyusun sejarah singkat Perjuangan Bersenjata Bangsa Indonesia (SSPBI) tujuannya antara lain, memperlihatkan bahwa peristiwa madiun itu merupakan pemberontakan komunis.  Nasution juga menulis buku Sekitar Perang Kemerdekaan . dari sebuah outline, nasution dengan bantuan kasad penggantinya menyurati ratusan komando militer di seluruh Indonesia. Sekitar 2/3 memberikan jawaban, bahkan ada yang meminta wawancara khusus. Dengan demikian, terkumpul sejarah perjuangan militer dari seluruh Indonesia. Baru pada 1970-an buku tersebut ditulis kembali oleh staf Nasution dari UI, yaitu Drs. Maula Marbun. Menurut Asvi Warman Adam, dengan inisiator Nasution, sebetulnya sekitar perang kemerdekaan itu karya kolektif ABRi.  Pada saat Soekarno mengganti Nasution dengan Yani dan selanjutnya Nasution memperoleh kedudukan dengan tidak memimpin pasukan di militer,  Nasution masih menulis buku dan berceramah tentang Nasakom dan Aspek pertahanan/keamanan. Buku ceramah itu terbit April tahun 1966 masih tentang revolusi belum selesai dan banting stir revolusi serta banting stir dalam kajian strategi. 
Dalam kesimpulannya, Asvi Warman Adam mengungkapkan bahwa Nasution telah mengawali pekerjaan yang kemudian dilaksanakan Nugroho Notosutanto. Walaupun pekerjaan Nugroho Notosusanto lebih sistematis dalam melakukan militerisasi sejarah dalam diktat buku-buku sekolah, namun dasar-dasarnya sebetulnya telah diletakkan oleh Jenderal Nasution.  Bukan hanya sekedar merumuskan legitimasi historis peran militer tetapi nasution juga berhasil merumuskan dan mewujudkan konsep yang merupakan legitimasi konstitusional tentara dalam politik nasional. Bagi nasution, sejarah merupakan bagian tak terpisahkan atau paket dari desain besar militer dalam meraih kekuasaan
Hal ini mirip dengan apa yang dikatakan Bambang Purwanto bahwa Sejak awal keberadaannya, ABRI atau TNI berpendapat bahwa dirinya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan social dan politik disamping fungsinya untuk menjaga pertahanan dan keamanan. Cara pandang tentang potret diti TNI itu kemudian diperkuat oleh perkembangan historiografi sejarah nasional Indonesia, yang kehilangan sikap kritis karena mewarisi syndrome kolonial. sejarah selalu menjadi kata kunci untuk melegitimasi peran ganda yang dimainkan oleh TNI. Historiografi Indonesia terlalu romantic dan lugu, sehingga berbagai kesalahan terus ditolerir. Padahal suatu kekeliruan besar jika berpendapat bahwa perkembangan penting yang berkaitan dengan peran social politik TNI baru terjadi masa orde baru. TNI telah menjadi bagian dari struktur dan sisitem kekuasaan sejak masa Demokrasi terpimpin. ( Bambang Purwanto : 2006)
Oleh karena itu, sudah saatnya Historiografi Indonesia dilakukan upaya untuk melakukan dekonstruksi. Karena banyak sekali hal yang sebenarnya masih bisa digali dan ditata ulang dalam sejarah Indonesia. Meminjam istilah Bambang Purwanto, Seperti juga sejarah nasional, sejarah militer juga bukan merupakan sesuatu yang sacral, bukan pula merupakan sesuatu yang tidak boleh dipertanyakan kembali, dan bukan hal yang tidak dapat dimaknai dengan cara yang berbeda dari yang selama ini dilakukan. ( Bambang Purwanto: 2006)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar