Nama : Rika Inggit Asmawati
No mahasiswa : 12/339398/PSA/7286
Menyoal
Embrio milliterisasi sejarah
Dalam militerisasi
Sejarah Indonesia, Asvi Warman Adam mencoba untuk melakukan dekonstruksi akan
militerisasi dalam sejarah Indonesia. Menurutnya, tidak ada masalah kalau sejarah ini
ditunjukkan secara khusus kepada kalangan sendiri . Persoalan baru timbul bila
sejarah militer ini dipaksakan untuk diajarkan di sekolah. Asvi warman adam menyebut, dengan kata lain,
misalnya dilakukan militerisasi sejarah dengan menekankan pentingnya operasi
militer dalam penumpasan pemberontakan. Jika sebelumnya, militerisasi sejarah
Indonesia selalu dikaitkan dengan peran Nugrohonotosusanto dalam proyek
sejarahnya, namun berbeda dengan Asvi Warman Adam, Ia menganggap bahwa A.H
nasutionlah yang meletakkan embrio militerisasi sejarah Indonesia. Asvi Warman Adam menulis, pada tahun terakhir
di HIS dari seorang temannya ia memperoleh buku mengenai Revolusi Prancis dan
perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa lain. “Ketika itulah timbul harapan,
walaupun rasanya amat jauh, semoga bangsa Indonesia dapat berperan pula dalam
sejarah dunia seperti bangsa-bangsa lain.”
Menurut Asvi Warman Adam kutipan dari A.H Nasution tersebut menandakan
bahwa A.H Nasution melihat pentingnya
peranan militer untuk melancarkan perjuangan bangsa.
Asvi Warman
Adam memberikan beberapa catatan
terhadap tulisan McGregor, mengenai sejarah percobaan kudeta 1965, Kate
mengungkapkan bahwa buku 40 Hari
kegagalan G30S mungkin merupakan proyek sejarah yang penting yang dibuat
Nugroho Notosutanto, tetapi menurut Asvi Warman Adam, meskipun tim yang
diketuai Nugroho mengerjakan penelitian kilat tersebut, inisiator atau
penanggungjawab buku tersebut adalah A.H Nasution. Asvi Warman Adam mencoba mengkaji peran
Nasution yang kurang dibahas dalam penulisan Sejarah Nasional, khususnya
sebagai sejarahwan. Untuk mengantisipasi
atau menghadapi buku dan pengajaran sejarah yang memakai perspektif kiri, maka
tahun 1964 Nasution membentuk tim yang terdiri darii pengajar sejarah di
Fakultas Sastra UI, yaitu Nugroho Notosusanto dkk. Untuk menyusun sejarah
singkat Perjuangan Bersenjata Bangsa
Indonesia (SSPBI) tujuannya antara lain, memperlihatkan bahwa peristiwa
madiun itu merupakan pemberontakan komunis.
Nasution juga menulis buku Sekitar
Perang Kemerdekaan . dari sebuah outline, nasution dengan bantuan kasad
penggantinya menyurati ratusan komando militer di seluruh Indonesia. Sekitar
2/3 memberikan jawaban, bahkan ada yang meminta wawancara khusus. Dengan
demikian, terkumpul sejarah perjuangan militer dari seluruh Indonesia. Baru
pada 1970-an buku tersebut ditulis kembali oleh staf Nasution dari UI, yaitu
Drs. Maula Marbun. Menurut Asvi Warman Adam, dengan inisiator Nasution,
sebetulnya sekitar perang kemerdekaan
itu karya kolektif ABRi. Pada saat
Soekarno mengganti Nasution dengan Yani dan selanjutnya Nasution memperoleh
kedudukan dengan tidak memimpin pasukan di militer, Nasution masih menulis buku dan berceramah
tentang Nasakom dan Aspek pertahanan/keamanan. Buku ceramah itu terbit April
tahun 1966 masih tentang revolusi belum selesai dan banting stir revolusi serta
banting stir dalam kajian strategi.
Dalam
kesimpulannya, Asvi Warman Adam mengungkapkan bahwa Nasution telah mengawali
pekerjaan yang kemudian dilaksanakan Nugroho Notosutanto. Walaupun pekerjaan
Nugroho Notosusanto lebih sistematis dalam melakukan militerisasi sejarah dalam
diktat buku-buku sekolah, namun dasar-dasarnya sebetulnya telah diletakkan oleh
Jenderal Nasution. Bukan hanya sekedar
merumuskan legitimasi historis peran militer tetapi nasution juga berhasil
merumuskan dan mewujudkan konsep yang merupakan legitimasi konstitusional
tentara dalam politik nasional. Bagi nasution, sejarah merupakan bagian tak
terpisahkan atau paket dari desain besar militer dalam meraih kekuasaan
Hal ini mirip
dengan apa yang dikatakan Bambang Purwanto bahwa Sejak awal keberadaannya, ABRI
atau TNI berpendapat bahwa dirinya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan social
dan politik disamping fungsinya untuk menjaga pertahanan dan keamanan. Cara
pandang tentang potret diti TNI itu kemudian diperkuat oleh perkembangan
historiografi sejarah nasional Indonesia, yang kehilangan sikap kritis karena
mewarisi syndrome kolonial. sejarah selalu menjadi kata kunci untuk
melegitimasi peran ganda yang dimainkan oleh TNI. Historiografi Indonesia
terlalu romantic dan lugu, sehingga berbagai kesalahan terus ditolerir. Padahal
suatu kekeliruan besar jika berpendapat bahwa perkembangan penting yang
berkaitan dengan peran social politik TNI baru terjadi masa orde baru. TNI
telah menjadi bagian dari struktur dan sisitem kekuasaan sejak masa Demokrasi
terpimpin. ( Bambang Purwanto : 2006)
Oleh karena
itu, sudah saatnya Historiografi Indonesia dilakukan upaya untuk melakukan dekonstruksi.
Karena banyak sekali hal yang sebenarnya masih bisa digali dan ditata ulang
dalam sejarah Indonesia. Meminjam istilah Bambang Purwanto, Seperti juga
sejarah nasional, sejarah militer juga bukan merupakan sesuatu yang sacral,
bukan pula merupakan sesuatu yang tidak boleh dipertanyakan kembali, dan bukan
hal yang tidak dapat dimaknai dengan cara yang berbeda dari yang selama ini dilakukan.
( Bambang Purwanto: 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar