Nama : Reni Widiastuti
NIM :12/339283/PSA/7262
Perkembangan ilmu sosial dan humaniora yang berasal dari
negara-negara Barat dan disebarluaskan ke negara-negara yang berkembang (atau
Barat menyebutnya dengan “negara ketiga”) ternyata menimbulkan masalah mengenai relevansi dari ilmu-ilmu
tersebut, terutama di “negara ketiga”. Hal ini yang dibahas oleh Syed Farid
Alatas pada salah satu bab dari bukunya yang berjudul “Diskursus Alternatif dalam Ilmu Sosial Asia: Tanggapan terhadap
Eurosentrisme”. Kajian ini berkaitan dengan kepentingan masyarakat kolonial
maupun postkolonial yang mungkin terkandung dari masalah irelevansi ilmu sosial di “negara
ketiga”. Alatas berusaha mengkonsepkan definisi dan kriteria dari relevansi dan
irelevansi ilmu sosial, karena masalah relevansi dan irelevansi belum
terkonsepkan dan terdefinisikan secara memadai.
Penerapan ilmu-ilmu yang
dilakukan berdasar penelitian orang Eropa di negara-negara berkembang
menimbulkan reaksi ilmuwan negara berkembang, terutama masalah irelevansi. Hal
ini juga berkaitan dengan kesadaran tentang ketidakcocokan ilmu sosial Barat
dengan realitas non-Barat, yang kemudian memunculkan pendapat dan pengakuan
bahwa ilmu sosial tidak dapat ditanamkan pada latar sejarah dan kawasan
sosio-ekonomi yang berbeda, tanpa melakukan subjektivitas dan mengabaikan realitas
yang sebenarnya. Walaupun masalah relevansi dan irelevansi ini tidak dipandang
secara keseluruhan. Masalah relevansi ini diangkat untuk mendapatkan titik temu
mengenai universalisasi ilmu sosial.
Untuk mengatasi masalah
relevansi dan irelevansi dalam ilmu sosial ini, Alatas mengungkapkan perlu
adanya sebuah konseptualisasi yang sistematis untuk membuat ilmu sosial ini
menjadi relevasi. Tanpa konseptualisasi, hal ini akan menjadi kabur dan
tersamarkan. Masalah irelevansi ini bermula dari penerapan teori dan model ilmu
pengetahuan Barat dalam realitas lokal masyarakat dunia ketiga yang kemudian
mengakibatkan kritikan terhadap ketidakcocokan teori dari Barat dengan realitas
non-Barat. Selain itu, juga mengenai sudut pandang Eropa mengenai religi, efek distorsi
metode riset survei dan ketidakberlakuan model Barat. Sebenarnya isu mengenai
irelevansi telah banyak disadari oleh para ilmuwan, seperti terlihat dalam
kritikan mereka mengenai pengetahuan yang berasal dari satu konteks
sosio-historis yang kemudian diterapkan dalam konteks sosio-historis berbeda,
namun lagi-lagi masalah konseptualisasi irelevansi ini diabaikan oleh perumus
toeri.
Masalah irelevansi menurut
Alatas bukan pada epistimologis, sebab isu epistimologis tentang asal-usul
pengetahuan adalah sesuatu yang umum bagi negara asal atau masyarakat
postkolonial. Untuk mengkonseptualisasikan irelevansi diperlukan tipologi
fenomena awal untuk memperlihatkan batasan pengetahuan dan kemungkinan
perluasannya. Berdasarkan tipologi irelevansi yang dikemukakannya, yaitu
berkurangnya orisinalitas, ketidakcocokan asumsi dengan realitas,
ketidakberlakuan, alienasi, keberlebihan, mistifikasi, dan mediokritas, Alatas
mengemukakan bahwa ilmu sosial dilanda aspek-aspek tersebut pada beberapa
bagian seperti: metaanalisis, teori, telaah empiris, dan ilmu sosial terapan.
Mengakarnya masalah irelevansi ilmu sosial ini selain ketiadaan
konseptualisasi, juga dipahami Alatas karena kurangnya perhatian ilmuwan
terhadap wujud irelevansi pada bidang aktivitas ilmu sosial. Namun irelevansi sendiri dillihat Alatas
tidak hanya melanda ilmu sosial
non-Barat, tetapi juga dialami bangsa Barat ketika melakukan penelitian.
Alatas menunjukkan bahwa untuk melihat lebih dalam masalah irelevansi lebih
dalam dengan menggunakan pendekatan sosiologis
berdasar aspek proses kognitif sosiologis dengan membagi irelevansi
menjadi empat kategori, yaitu: irelevansi konseptual, irelevansi nilai,
irelevansi mimetik, dan irelevansi topik.
Topik mengenai relevansi dan
irelevansi dalam ilmu sosial ini akan selalu menjadi masalah selama konsep yang
jelas belum ditetapkan. Untuk menetapkan konsep yang jelas mengenai relevansi dalam ilmu sosial,
Alatas menganjurkan untuk mengambil konsep yang sama dengan penetapan konsep
irelevansi. Namun penetapan aspek-aspek relevansi ini tidak harus dipahami
secara mutlak. Sebab ada aspek seperti lokasi yang juga turut mempengaruhi
kriteria penentuan relevansi ini. Sehingga apapun aspek relevansi yang
ditentukan, ilmu sosial yang dianggap relevan adalah ilmu yang memberdayakan ilmuwan sosial postkolonial,
serta orang-orang yang terwakili, juga golongan native dan subaltern. Relevansi
yang dibangun berdasarkan kriteria sosiologis kemudian dapat dilihat dalam
empat macam, yaitu: relevansi konseptual, relevansi nilai, relevansi mimetik,
dan relevansi topik. Relevansi juga dipahami dalam beberapa tataran ilmu sosial
yang berbeda, yaitu metaanalisis, teori, telaah empiris, dan ilmu sosial
terapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar