Halaman

Rabu, 16 Januari 2013

Relevansi dan Irelevansi dalam Ilmu Sosial: Menuju Konseptualisasi yang Memadai


Nama : Reni Widiastuti
NIM    :12/339283/PSA/7262

Perkembangan  ilmu sosial dan humaniora yang berasal dari negara-negara Barat dan disebarluaskan ke negara-negara yang berkembang (atau Barat menyebutnya dengan “negara ketiga”) ternyata menimbulkan  masalah mengenai relevansi dari ilmu-ilmu tersebut, terutama di “negara ketiga”. Hal ini yang dibahas oleh Syed Farid Alatas pada salah satu bab dari bukunya yang berjudul “Diskursus Alternatif dalam Ilmu Sosial Asia: Tanggapan terhadap Eurosentrisme”. Kajian ini berkaitan dengan kepentingan masyarakat kolonial maupun postkolonial yang mungkin terkandung dari  masalah irelevansi ilmu sosial di “negara ketiga”. Alatas berusaha mengkonsepkan definisi dan kriteria dari relevansi dan irelevansi ilmu sosial, karena masalah relevansi dan irelevansi belum terkonsepkan dan terdefinisikan secara memadai.
Penerapan ilmu-ilmu yang dilakukan berdasar penelitian orang Eropa di negara-negara berkembang menimbulkan reaksi ilmuwan negara berkembang, terutama masalah irelevansi. Hal ini juga berkaitan dengan kesadaran tentang ketidakcocokan ilmu sosial Barat dengan realitas non-Barat, yang kemudian memunculkan pendapat dan pengakuan bahwa ilmu sosial tidak dapat ditanamkan pada latar sejarah dan kawasan sosio-ekonomi yang berbeda, tanpa melakukan subjektivitas dan mengabaikan realitas yang sebenarnya. Walaupun masalah relevansi dan irelevansi ini tidak dipandang secara keseluruhan. Masalah relevansi ini diangkat untuk mendapatkan titik temu mengenai universalisasi ilmu sosial.
Untuk mengatasi masalah relevansi dan irelevansi dalam ilmu sosial ini, Alatas mengungkapkan perlu adanya sebuah konseptualisasi yang sistematis untuk membuat ilmu sosial ini menjadi relevasi. Tanpa konseptualisasi, hal ini akan menjadi kabur dan tersamarkan. Masalah irelevansi ini bermula dari penerapan teori dan model ilmu pengetahuan Barat dalam realitas lokal masyarakat dunia ketiga yang kemudian mengakibatkan kritikan terhadap ketidakcocokan teori dari Barat dengan realitas non-Barat. Selain itu, juga mengenai sudut pandang Eropa mengenai religi, efek distorsi metode riset survei dan ketidakberlakuan model Barat. Sebenarnya isu mengenai irelevansi telah banyak disadari oleh para ilmuwan, seperti terlihat dalam kritikan mereka mengenai pengetahuan yang berasal dari satu konteks sosio-historis yang kemudian diterapkan dalam konteks sosio-historis berbeda, namun lagi-lagi masalah konseptualisasi irelevansi ini diabaikan oleh perumus toeri.
Masalah irelevansi menurut Alatas bukan pada epistimologis, sebab isu epistimologis tentang asal-usul pengetahuan adalah sesuatu yang umum bagi negara asal atau masyarakat postkolonial. Untuk mengkonseptualisasikan irelevansi diperlukan tipologi fenomena awal untuk memperlihatkan batasan pengetahuan dan kemungkinan perluasannya. Berdasarkan tipologi irelevansi yang dikemukakannya, yaitu berkurangnya orisinalitas, ketidakcocokan asumsi dengan realitas, ketidakberlakuan, alienasi, keberlebihan, mistifikasi, dan mediokritas, Alatas mengemukakan bahwa ilmu sosial dilanda aspek-aspek tersebut pada beberapa bagian seperti: metaanalisis, teori, telaah empiris, dan ilmu sosial terapan. Mengakarnya masalah irelevansi ilmu sosial ini selain ketiadaan konseptualisasi, juga dipahami Alatas karena kurangnya perhatian ilmuwan terhadap wujud irelevansi pada bidang aktivitas ilmu sosial.  Namun irelevansi sendiri dillihat Alatas tidak hanya melanda ilmu sosial  non-Barat, tetapi juga dialami bangsa Barat ketika melakukan penelitian. Alatas menunjukkan bahwa untuk melihat lebih dalam masalah irelevansi lebih dalam dengan menggunakan pendekatan sosiologis  berdasar aspek proses kognitif sosiologis dengan membagi irelevansi menjadi empat kategori, yaitu: irelevansi konseptual, irelevansi nilai, irelevansi mimetik, dan irelevansi topik.
Topik mengenai relevansi dan irelevansi dalam ilmu sosial ini akan selalu menjadi masalah selama konsep yang jelas belum ditetapkan. Untuk menetapkan konsep yang  jelas mengenai relevansi dalam ilmu sosial, Alatas menganjurkan untuk mengambil konsep yang sama dengan penetapan konsep irelevansi. Namun penetapan aspek-aspek relevansi ini tidak harus dipahami secara mutlak. Sebab ada aspek seperti lokasi yang juga turut mempengaruhi kriteria penentuan relevansi ini. Sehingga apapun aspek relevansi yang ditentukan, ilmu sosial yang dianggap relevan adalah ilmu yang  memberdayakan ilmuwan sosial postkolonial, serta orang-orang yang terwakili, juga golongan native dan subaltern. Relevansi yang dibangun berdasarkan kriteria sosiologis kemudian dapat dilihat dalam empat macam, yaitu: relevansi konseptual, relevansi nilai, relevansi mimetik, dan relevansi topik. Relevansi juga dipahami dalam beberapa tataran ilmu sosial yang berbeda, yaitu metaanalisis, teori, telaah empiris, dan ilmu sosial terapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar