12/339283/PSA/7262
Historiografi
sejarah Indonesia memiliki beberapa ciri khas, salah satunya adalah menempatkan
peran-peran “orang besar” sebagai kajian yang penting dan utama dalam sejarah.
Hal ini mengakibatkan penulisan sejarah menjadi sangat berat sebelah dan tidak
seimbang. Penulisan sejarah hanya melibatkan orang-orang penting dan
meminggirkan orang-orang kecil serta peranan mereka. Orang besar dalam konteks
ini adalah mereka yang berada dalam tataran politik dan militer. Sejarah
Indonesia dan historiografinya yang sarat dengan kajian politik dan militer ini
tidak lepas dari pengaruh masa lalu akibat penjajahan kolonial dan keadaan yang
sarat dengan pertahanan diri dan militer. Keadaan pemerintahan dan keamanan
Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan yang belum stabil juga berpengaruh dalam
pengkajian dan pembentukan sejarah Indonesia pada masa itu. Sentimen-sentimen
dari petinggi dan pemimpin negara pula yang membuat sejarah militer begitu
merasuk dalam historiografi Indonesia pada masa pasca proklamasi kemerdekaan.
Ada beberapa tokoh yang berperan dalam militerisasi sejarah Indonesia, salah
satunya adalah A.H. Nasution, yang oleh Asvi Warman Adam dibahas dalam
artikelnya yang berjudul “Militerisasi Sejarah Indonesia: Peran A.H. Nasution”.
Asvi
Warman Adam melalui artikel ini mengkaji bagaimana proses militerisasi sejarah
dan salah satu tokoh yang turut andil dalam hal ini adalah A.H. Nasution.
Selain sebagai perwira tinggi, A.H. Nasution juga memiliki peran sebagai
seorang sejarawan. Dalam perannya sebagai orang penting dalam kemiliteran
Indonesia pada masanya, Nasution juga memiliki kedekatan dengan petinggi
negara. Namun kedudukannya sebagai orang penting dalam kemiliteran juga
membuatnya dengan mudah merumuskan kebijakan-kebijakan penting. Salah satu
kebijakan yang disebutkan oleh Asvi Warman Adam dalam artikelnya ini adalah
usahanya untuk mengantisipasi hadirnya buku-buku pelajaran yang bersifat “kiri”
(komunis) dengan bekerjasama bersama Nugroho Notosusanto untuk menghadirkan “Sejarah
Singkat Perjuangan Bersenjata Bangsa Indonesia”. Hal ini untuk memperlihatkan
bahwa Peristiwa Madiun sebagai pemberontakan komunis.
Usaha
Nasution dalam melegitimasi peran militer pada tataran historis telah dimulai
sejak awal, bersama dengan Nugroho Notosusanto bahkan telah melakukan
dasar-dasar militerisasi sejarah. Seperti pembentukan mata pelajaran PSPB dan
mengeluarkan buku SNI (Sejarah Nasional Indonesia) yang awalnya ditujukan untuk
pendidikan TARUNA AKABRI dan kemudian menjadi
buku pedoman dalam memahami sejarah nasional. Apa yang diungkapkan Asvi
Warman Adam bahwa telah terjadi militerisasi dalam historiografi Indonesia dan
Nasution sebagai salah satu aktornya menurut saya benar adanya. Kedudukannya
sebagai orang penting dalam dunia kemiliteran Indonesia membuatnya cukup mudah
untuk merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan legitimasi dan kekuasaan.
Militerisasi
sejarah pada masa orde baru semakin menguat. Sejarah digunakan sebagai alat
untuk melegitimasi kekuasaan. Sejarah nasional pada masa ini sangat kental
dengan aroma militer, sebab sejarah pada masa ini dikendalikan oleh
pemerintahan dan militer. Keadaaan seperti ini menyebabkan beberapa peristiwa
sejarah menjadi kabur, samar-samar, bahkan dibuat berdasarkan atau yang lebih
ekstrim dihilangkan demi kepentingan legitimasi dan citra baik pemerintah Orde
Baru. Hal ini menandakan bahwa historiografi pasca proklamasi kemerdekaan pun
memiliki selubung mitos yang bertujuan untuk menjaga stabilitas pemerintahan
pada masa itu. Apa yang disampaikan Asvi Warman Adam bahwa Nasution sebagai
orang penting yang berpengaruh dalam militerisasi sejarah di Indonesia memang
benar adanya. Nasution bersama dengan Nugroho Notosusanto, menurut Asvi,
berkolaborasi menciptakan stabilitas pemerintahan melalui kekuatan militer.Hal
ini masih terasa sampai saat ini, bahwa sejarah sebagai alat untuk melegitimasi
dan mendukung kekuasaan serta hanya melibatkan peristiwa dan orang-orang besar
saja dalam kajian sejarah. Dampaknya kemudian dalam historiografi adalah kajian
mengenai peristiwa yang tidak dianggap “besar” dan “penting” sangat sedikit
sekali yang melirik. Kajian mengenai kehidupan orang-orang kecil dan kehidupan
sehari-hari sedikit terabaikan, walaupun saat ini mulai ada juga yang
membahasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar