Halaman

Rabu, 16 Januari 2013

Militerisasi sejarah Indonesia: Peran A.H. Nasution (Asvi Warman Adam)

Reni Widiastuti
12/339283/PSA/7262

Historiografi sejarah Indonesia memiliki beberapa ciri khas, salah satunya adalah menempatkan peran-peran “orang besar” sebagai kajian yang penting dan utama dalam sejarah. Hal ini mengakibatkan penulisan sejarah menjadi sangat berat sebelah dan tidak seimbang. Penulisan sejarah hanya melibatkan orang-orang penting dan meminggirkan orang-orang kecil serta peranan mereka. Orang besar dalam konteks ini adalah mereka yang berada dalam tataran politik dan militer. Sejarah Indonesia dan historiografinya yang sarat dengan kajian politik dan militer ini tidak lepas dari pengaruh masa lalu akibat penjajahan kolonial dan keadaan yang sarat dengan pertahanan diri dan militer. Keadaan pemerintahan dan keamanan Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan yang belum stabil juga berpengaruh dalam pengkajian dan pembentukan sejarah Indonesia pada masa itu. Sentimen-sentimen dari petinggi dan pemimpin negara pula yang membuat sejarah militer begitu merasuk dalam historiografi Indonesia pada masa pasca proklamasi kemerdekaan. Ada beberapa tokoh yang berperan dalam militerisasi sejarah Indonesia, salah satunya adalah A.H. Nasution, yang oleh Asvi Warman Adam dibahas dalam artikelnya yang berjudul “Militerisasi Sejarah Indonesia: Peran A.H. Nasution”.

Asvi Warman Adam melalui artikel ini mengkaji bagaimana proses militerisasi sejarah dan salah satu tokoh yang turut andil dalam hal ini adalah A.H. Nasution. Selain sebagai perwira tinggi, A.H. Nasution juga memiliki peran sebagai seorang sejarawan. Dalam perannya sebagai orang penting dalam kemiliteran Indonesia pada masanya, Nasution juga memiliki kedekatan dengan petinggi negara. Namun kedudukannya sebagai orang penting dalam kemiliteran juga membuatnya dengan mudah merumuskan kebijakan-kebijakan penting. Salah satu kebijakan yang disebutkan oleh Asvi Warman Adam dalam artikelnya ini adalah usahanya untuk mengantisipasi hadirnya buku-buku pelajaran yang bersifat “kiri” (komunis) dengan bekerjasama bersama Nugroho Notosusanto untuk menghadirkan “Sejarah Singkat Perjuangan Bersenjata Bangsa Indonesia”. Hal ini untuk memperlihatkan bahwa Peristiwa Madiun sebagai pemberontakan komunis.
Usaha Nasution dalam melegitimasi peran militer pada tataran historis telah dimulai sejak awal, bersama dengan Nugroho Notosusanto bahkan telah melakukan dasar-dasar militerisasi sejarah. Seperti pembentukan mata pelajaran PSPB dan mengeluarkan buku SNI (Sejarah Nasional Indonesia) yang awalnya ditujukan untuk pendidikan TARUNA AKABRI dan kemudian menjadi  buku pedoman dalam memahami sejarah nasional. Apa yang diungkapkan Asvi Warman Adam bahwa telah terjadi militerisasi dalam historiografi Indonesia dan Nasution sebagai salah satu aktornya menurut saya benar adanya. Kedudukannya sebagai orang penting dalam dunia kemiliteran Indonesia membuatnya cukup mudah untuk merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan legitimasi dan kekuasaan.

Militerisasi sejarah pada masa orde baru semakin menguat. Sejarah digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan. Sejarah nasional pada masa ini sangat kental dengan aroma militer, sebab sejarah pada masa ini dikendalikan oleh pemerintahan dan militer. Keadaaan seperti ini menyebabkan beberapa peristiwa sejarah menjadi kabur, samar-samar, bahkan dibuat berdasarkan atau yang lebih ekstrim dihilangkan demi kepentingan legitimasi dan citra baik pemerintah Orde Baru. Hal ini menandakan bahwa historiografi pasca proklamasi kemerdekaan pun memiliki selubung mitos yang bertujuan untuk menjaga stabilitas pemerintahan pada masa itu. Apa yang disampaikan Asvi Warman Adam bahwa Nasution sebagai orang penting yang berpengaruh dalam militerisasi sejarah di Indonesia memang benar adanya. Nasution bersama dengan Nugroho Notosusanto, menurut Asvi, berkolaborasi menciptakan stabilitas pemerintahan melalui kekuatan militer.Hal ini masih terasa sampai saat ini, bahwa sejarah sebagai alat untuk melegitimasi dan mendukung kekuasaan serta hanya melibatkan peristiwa dan orang-orang besar saja dalam kajian sejarah. Dampaknya kemudian dalam historiografi adalah kajian mengenai peristiwa yang tidak dianggap “besar” dan “penting” sangat sedikit sekali yang melirik. Kajian mengenai kehidupan orang-orang kecil dan kehidupan sehari-hari sedikit terabaikan, walaupun saat ini mulai ada juga yang membahasnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar