Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

Penjajahan dalam Pengetahuan ( Dekolonisasi Metodologi). Linda Tuhiwai Smith

Nama  : Selfi Mahat Putri
Nim     : 10/306215/PSA/02239
Menarik membahas buku ini, bagaimana Linda Tuhiwai Smith menulis buku ini dengan cara pandang bangsa terjajah. Tumbuh dan berkembang di dunia ilmu pengetahuan dengan seorang ayah yang merupakan seorang antropolog Maori telah membuat Linda, seorang gadis Maori berusia 16 tahun saat itu telah terbiasa dengan dunia museum dan peninggalannya. Di usia remajanya, dia bergelut dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan Revolusi Amerika dan sudah banyak melahap sejarah Inggris, Eropa dan Amerika. Dengan latar belakang akademik bidang pendidikan, dan di bidang pendidikan tersebut melimpah ruah sejarah tentang penelitian yang berupaya melegitimasi pandangan tentang penduduk bangsa terjajah yang antagonistik dan merendahkan martabat manusia.  
Penulis dalam salah satu babnya, bab 3 menuturkan mengenai penjajahan dalam pengetahuan. Diawali dengan kutipan dari Merata Mita.
Kami punya sejarah tentang orang-orang yang meletakkan Maori di bawah mikroskop,persis seperti seorang ilmuwan mencermati serangga. Mereka yang mengamati merasa punya kekuasaan untuk mendefinisikan.
Begitulah penggambaran barat mengenai tanah jajahan, mereka mengibaratkan tanah jajahan hanya sebagai “makhluk” yang sedang mereka cermati dengan sudut pandang mereka. Bagaimana bangsa pribumi diklasifikasikan sejajar dengan flora dan fauna, tipologi hirarkis humanitas dan sistem representasi dimotori oleh penemuan-penemuan baru, peta kultural disusun dan berbagai wilayah diklaim serta diperebutkan oleh kekuasaan-kekuasaan besar Eropa. Beberapa bangsa pribumi disusun dalam urutan berdasarkan hal-hal seperti keyakinan bahwa mereka “mendekati manusia”, “hampir manusia” atau sub-human.
Garis pembatas antara “timur” dan “barat” ini seakan merupakan pembagian dunia secara politik dan pertarungan negara-negara barat yang bersaingan dalam rangka membangun apa yang disebut Said namakan “superioritas posisional fleksibel” atas dunia yang sudah dikenal dan yang akan diperkenalkan. Imperialisme dan kolonialisme merupakan formasi spesifik yang dipakai barat untuk melihat, menamai dan mengetahui komunitas-komunitas pribumi.
Globalisasi pengetahuan dan budaya barat terus-menerus meneguhkan kembali pandangan barat tentang dirinya sebagai pusat pengetahuan legitimate, penentu apa saja yang digolongkan sebagai pengetahuan dan sumber pengetahuan “beradab”. Barat lah yang menjadi acuan bagi pengetahuan, mereka membentuk daerah jajahan hanyak sebagai obyek dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Melalui imperialisme berbagai budaya, rakyat, bangsa dan negara diposisikan sebagai oriental, luar demi melegitimasi pemberlakuan kekuasaan barat. Bagi bangsa pribumi, kita tidak punya klaim apapun tehadap peradaban.
Penjajahan dalam pengetahuan merupakan suatu hal penting yang dilakukan barat untuk menaklukkan tanah jajahannya. Penjajahan yang dilakukan dalam bentuk fisik terlalau banyak menimbulkan kerugian selain materi dan korban jiwa dari kedua belah pihak juga akan menimbulkan kebencian yang begitu mendalam dari pribumi. Penjajahan dalam pengetahuan bentuk penjajahan yang mengubah cara berpikir masyarakat dan ini sebenarnya lebih berbahaya daripada bentuk fisik.
Sebagian besar pribumi, agensi utama untuk memberlakukan superioritas oposisional atas pengetahuan dan bahasa adalah pendidikan kolonial. Ini dipakai sebagai mekanisme menciptakan elite-elite baru pribumi. Anak-anak pribumi yang berbakat disekolahkan supaya nantinya mereka menjadi elite-elite yang sebenarnya tanpa disadari sudah ditanamkan mengenai budaya barat dan yang berhubungan dengan barat.  Para intelektual “asli” didikan barat ini dipandang oleh masyarakat sebagai orang yang berkecimpung dalam gerakan nasionalis yang problematis. Mereka menjadi terasing dari nilai-nilai budaya mereka sendiri sehingga mencapai titik rasa malu dan membenci segala yang direpresentasikan oleh nilai-nilai tersebut.
Kadang tanpa kita dasari, perasaan barat lebih hebat dan sebagai bangsa yang unggul seakan kita benarkan. Ini tampak ketika penelitian-penitian yang dilakukan oleh peneleti barat mengenai sejarah bangsa kita dianggap yang paling bagus dan baik. Stigma ini melekat dalam masyarakat kita.
Hal lain yang ingin dikatakan oleh linda dalam tulisannya ini, bagaimana kita bangsa terjajah bisa bangkit dalam hal pengetahuan. Bisa menuliskan narasi sejarah bangsa kita sendiri, bangsa yang lebih kita kenal dan ketahui daripada bangsa lain. Seperti tulisan Said yang mengatakan, kita perlu menghayati tulisan Vico yang menegaskan bahwa manusia mengukir dan menciptakan sejarahnya sendiri, bahwa apa yang mereka ketahui merupakan sesuatu yang telah mereka ciptakan. Tetapi jangan sampai sejarah yang selama ini dibentuk oleh barat melalui sudut pandang mereka lalu direkonstruksi dengan sudut pandang kita tanpa adanya kebenaran-kebenaran sejarah, seakan hanya menjungkir-balikkan historiografi “lama” yang telah ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar