Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

On the Study of Southeast Asian History - Historiographical Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories


NAMA           : HANIF RISA MUSTAFA
NIM               : 12/338345/PSA/07221
MAKUL         : HISTIRIOGRAFI

Riview buku: On the Study of Southeast Asian History oleh D. G. E. Hall dan  Historiographical Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories
oleh T. N. Harper
 


Sekilas membaca artikel yang berjudul On the Study of Southeast Asian History oleh D. G. E. Hall dan  Historiographical Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories oleh T. N. Harper mengajak kembali untuk menata ulang historiografi yang selama ini di teliti oleh bangsa barat. Ini menjadi sebuah motivasi yang sangat menantang untuk membuat penataan ulang kembali historiografi asia tenggara khususnya Indonesia agar menemukan indentitas diri dalam berbangsa dan bernegara. Dalam artikel On the Study of Southeast Asian History oleh D. G. E. Hall mengajak melihat pentingnya penulisan sejarah asia tenggara, Hall memberikan contoh para peneliti yang menulis sejarah asia tenggara seperti Bernard Philippe yang menulis Angkor et le Cambodge au XVI sidcle d'apres les sources portugaises et espagnoles (Paris, 1959) mengenai peradaban kuno Khmer yang sisa-sisa kemegahaan arsitekturnya masih tak tertandingi sampai sekarang. J.G. de Casparis yang merevolusi pengetahuan tentang periode Sailendra dalam sejarah Indonesia dan studi tentang prasasti abad kedelapan dan abad kesembilan dari jawa.  Kemudian Paul Wheatley meneliti tulisan-tulisan Cina, Yunani, Arab, Persia dan India yang berkaitan dengan sejarah awal geografi Malaya. Wheatley menulis penelitiannya dalam buku yang berjudul The Golden Khersonese. Dan juga Profesor C.C. Berg yang meneliti tentang studi sastra jawa kuno, seperti Negarakertagama, Pararaton dan Babad Tanah Jawi. Dari contoh yang diberikan oleh Hall memberikan sebuah gambaran bahwa pentingnya peradaban yang dimiliki oleh asia tenggara sebagai identitas diri. Para peneliti ini membuat sebuah kontribusi besar untuk asia tenggara, tetapi penilitian yang dilakukan oleh para peneliti ini masih dalam tahap awal penulisan sejarah asia tenggara. Penemuan dan bukti dasar penelitian sebelumnya belum diselidiki  atau belum dieksplor. Inilah yang menjadi tugas penting para sejarahwan baru untuk menemukan titik terang kembali sejarah asia tenggara. Dalam studi yang dilakukan oleh peneliti barat menggambarkan sejumlah point penting untuk historiografi asia tenggara, yaitu pentingnya sumber-sumber cina, epigrafi dan arkeologi menawarkan banyak hal yang menarik untuk diteliti, serta sejarah adat (oral histori), legenda, cerita rakyat tradisi memberikan informasi sebagai sumber sejarah.
Berbeda dengan artikel Historiographical Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories oleh T. N. Harper. Harper dalam artikelnya menulis bahwa dari expansi eropa ke asia memunculkan sebuah pemikiran baru mengenai nilai-nilai asia. Dalam artikelnya, seorang bernama Samuel Huntington menyatakan tampaknya peradaban bukan eropa memiliki kesamaan yang tidak jauh dengan konghuchu dan islam (dimaksudkan peradaban asia), terutama pada konteks ke utamaan keluarga dan masyarakat atas hak-hak individu. Nilai-nilai asia ini memiliki ketimpangan dengan peradaban liberal barat. Ketimpangan ini muncul dari bacaan sejarah yang menbicarakan seribu kesuraman dan harapan menyingsing abad pasifik. Ini sangat ironis dan sangat banyak terekonstruksi dalam pikiran dikalangan asia. Ini akibat dari bayang-banyng kolonialisme, sehingga perlu adanya daya tarik penemuan kembali tentang kebenaran sejarah asia tenggara.
Dr. Mahathir Mohamad, seorang perdana mentri Malaysia menyatakan bahwa nilai-nilai asia adalah retorik. Karena implikasinya bahwa orang asia tidak memahami hak azasi manusia. Kesalahpahaman ini muncul karena orang luar jarang mendengar orang asia menyebutkan tentang nilai-nilai asia. Oleh Dr. Muhatmir nilai-nilai asia hanya dipahami sebagai tantangan neo-imperalisme barat. Nilai-nilai asia ini menjadi sebuah perdebatan sejarah dan menimbulkan sebuah pertanyaan apa modernitas? Nilai apa yang terkait dengan modernitas? Apa modernitas asia tenggara muncul sebagai penyeimbang untuk menggantikan proyek ekspansi eropa di asia tenggara dalam misi modernitas? Perdebatan ini menjadi sebuah otonomi sejarah asia tenggara yang  didefinisikan oleh van leur dan small. Untuk sejarahwan asia tenggara sendiri antara kosmopolitanisme dan kekhasan selalu dalam perbedaan. Sejarahwan terus mengejar visi otonom masa lalu asia tenggara untuk menemukan eksotik. Prof. O.W. Wolters menguraikan beberapa ciri budaya asia tenggara seperti yang disaksikan dalam awal sejarah. Banyak fitur yang mungkin tidak menjadi ciri khas asia tenggara, kongfigurasi ini muncul dan hadir dalam pikiran yang mana rasa asia tenggara selalu modern. Pergerakan intelektual tentang nilai-nilai asia merupakan suatu produk yang menyebabkan asia tenggara harus memeriksa kembali pertemuan masyarakat asia tenggara dengan modernitas. Tujuan utama untuk melacak kesinambungan dalam dinamika adat dengan jejaring pra kolonial, dengan kata lain mencari identitas diri.
T. N. Harper, dalam artikelnya memberikan sebuah point penting untuk melakukukan sebuah kajian historis yang kontribusinya sangat penting untuk sejarah asia tenggara, yaitu rekonstruksi ulang asia tenggara melalui sejarah dan biografi, ini dimaksudkan untuk pembuatan identitas asia tenggara, tinjauan kembali oral histori dan tradisi agar memunculkan kehidupan baru dalam sejarah kolonial di asia tenggara, penemuan kembali sejarah kolonial yang merupakan pemeriksaan ulang dari bangsa. Point tersebut merupakan sesuatu yang perlu dikaji untuk mendapatkan pelurusan sejarah dan merubah paradima mengenai ketimpangan yang ada antara bangsa barat dan timur. Dari kedua artikel tersebut mengajak kita kembali akan pentingnya sebuah peradaban sendiri. Sebagai mana yang dimiliki oleh bangsa barat sebagai identitas sendiri dan bukan sejarah peradaban asia tenggara merupakan sebuah peradaban pencerahaan dari bangsa barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar