Nama :
Tiyas Dwi Puspita
NIM :
0340431
Penulisan
sejarah adalah suatu kegiatan yang tidak lepas dari kuasa penulisnya. Dengan
membaca bagian pembuka dari dua penulis yang berbeda saya melihat adanya
perbedaan. Ini sudah merupakan suatu hal yang wajar, mungkin sudah selayaknya.
Dari
tulisan awal Sartono Kartodirjo berusaha menggambarkan apa yang akan di
jelaskan dikemudian merupakan rekonstruksi sejarah Indonesia yang sebisa
mungkin disusun secara kompleks dan multidimensional. Beliau berusaha
menjelaskan secara terperinci dan hati-hati. Pembukaan buku ini ditulis cukup
panjang dan detail, namun penuh kehati-hatian. Menanamkan tentang sebuah
pandangan tentang perkembangan masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan. Dimana
tujuan penulisan ini diungkapkan secara tersurat dan tersirat bahwa ini
tersusun dengan beberapa ideology yang ditujukan untuk persatuan dan integritas
Indonesia, serta berusaha menanamkan dan menumbuhkan kesatuan nasional. Pengungkappan
dari ideology tersebut pun dinyatakan dengan kehati-hatian. Dalam bagian kata
pengantar ini Sartono Kartodirjjo berupaya juga menjelaskan kedudukan seorang
sejarawan pada masa ini, sebagai seorang yang harus mampu bertanggungjawab
dengan apa yang dilakukannya. Sehingga maksud dari pembentukan sejarah nasional
ini tentulah untuk membentuk Negara nasional. Sehingga dari ini kita dapat
mengetahui misi dari buku ini. Dalam bagian ini pula tentang mitos kesatuan
bangsa Indonesia yang merupakan titik tolak terbentuknya Negara kesatuan. Motif
dari buku semakin tersirat, yaitu membentuk nasionalitas Indonesian. Periodisasi
dalam buku ini tidak dibuat dalam batasan yang rajam dengan alasan dianggap
kurang relevan, dan tidak dapat mencakup perkembangan dan perubahan structural.
Sartono juga mengungkapkan bahwa dalam penyusunan data terdapat penyeleksian,
guna mencapai sintesis. Yang juga sangat ditekankan dalam penulisan pada bab
ini adalah bentuk sejarah total yang akan disajikan. Sejauh mana
relevansi-relevansi antara sejarah local dan sejarah Indonesia sebagai sejarah
umum yang meliputi “unit nasional”.
Sartono
Kartodirjo juga menyinggung tentang Neerlando-sentris dan Indonesia-sentris.
Serta bahwa tulisan ini lebih memberi tekanan pada proses sejarah. Diungkapkan
bahwa beliau memandang pembatasan periode (caesuur)
tidak dapat dilakukan secara konsisten dan ketat, dan mau tak mau lebih
menonjolkan peroses politiknya. [1]
Hal ini memancing
kecurigaan saya tentunya penulisan buku ini (yamg ditulis oleh Sartono
Kartodirjo ini)tentulah tidak luput dari campurtangan pemerintah demi
mewujudkan ingatan koleftif masyarakat terkait tujuan persatuan dan kesatuan
nasional, untuk mencapai Negara nasional. Namun walaupun demikian tentu tujuan penulis
berusaha keras untuk tidak menimbulkan suatu penilaian yang berpihak. Walaupun
sesuatu karya tulis tetap tidak lepas dari nilai. Sementara secara temporal
buku dari Sartono Kartodirjo ini di susun secara terperinci namun relative.
Untuk
pembandingnya adalah pembuka dari M.C. Ricklefs. Dalam tulisan pembukanya
Ricklefs memaparkan tentang tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan dan
memfasilitasi para mahasiswa, atau para akademisi ke tingkat yang lebih tinggi.
Memenuhi kebutuhan mereka yang selama ini kajiannya terhambat oleh sejumlah karya
pokok tentang Indonesia yang terlalu spesifik, dan banyaknya karya-karya yang
ditulis dalam bahasa asing, dan sulitnya akses ke sebagian karya tersebut.
Ricklefs juga menjelaskan memang baru-baru ini (pada saat buku ini dibuat), buku
semacam ini mungkin dibuat. Tentang periodisasi, Ricklefs disini terdapat
angka-angka yang tertera. Terdapat pemaparan tentan rincian-rincian yang di
bahas dalam bab-babnya. Sumber-sumber yang digunakan dan orang-orang yang ikut
menilik. Terdapat pula garis besar buku, alasan bagaimana bentuk penyusunan
buku dan gambaran mengapa demikian serta tujuannya, dan yang tidak kalah
penting misi guna untuk pembaca. Saya membaca bahwa karya ini tidak kurang
melihat dari sejarah kehidupan masyarakat sehari-hari atau masyarakat
kebanyakan. Ricklefs mengungkapkan bahwa ia pada prinsipnya lebih memilih
narasi rinci yang bertujuan memudahkan pembaca untuk menyimpulkan. Ia juga
mengakui bahwa buku ini tidak lepas dari cara pandanggnya. Berbagai kelemahan
buku juga tidak dipungkiri, ini cukup membuktikan pertanggungjawaban sebai
sejarawan. Dan disebutkan pula bahwa untuk meminimalkan berbagai persoalan
beliau meminta bantuan banyak teman dan rekan yang dari nama-nama yang tersebut
dapat dilihat bahwa orang-orang tersebut adalah sejarawan-sejaran yang
terkemuka ini terlepas dari kecurigaan saya apakah ini merupakan suatu strategi
untuk menawan pembaca.
Namun secara tidak
langsung dapat saya tangkap secara positif bahwa sebagai orang yang bukan dari
Indonesia buku ini memberikan gambaran tentang Indonesia yang tentunya lebih
tanpa tekanan akan nilai-nilai kekhawatiran akan suatu nilai yang membebani
terhadap Indonesia. Yang saya maksud di sini adalah kekhawatiran tentang adanya
tuduhan-tuduhan terhadap pertanggungjawaban apabila ada keberatan tentang sastu
hal terkait nilai keadilan atau keberpihakan. Penulis lebih mementingkan
pengetahuan yang akan memberi manfaat yang membantu perkembangan pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar