Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

Menilik Dua Sudut Pandang


Nama : Tiyas Dwi Puspita
NIM     : 0340431
          Penulisan sejarah adalah suatu kegiatan yang tidak lepas dari kuasa penulisnya. Dengan membaca bagian pembuka dari dua penulis yang berbeda saya melihat adanya perbedaan. Ini sudah merupakan suatu hal yang wajar, mungkin sudah selayaknya.
            Dari tulisan awal Sartono Kartodirjo berusaha menggambarkan apa yang akan di jelaskan dikemudian merupakan rekonstruksi sejarah Indonesia yang sebisa mungkin disusun secara kompleks dan multidimensional. Beliau berusaha menjelaskan secara terperinci dan hati-hati. Pembukaan buku ini ditulis cukup panjang dan detail, namun penuh kehati-hatian. Menanamkan tentang sebuah pandangan tentang perkembangan masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan. Dimana tujuan penulisan ini diungkapkan secara tersurat dan tersirat bahwa ini tersusun dengan beberapa ideology yang ditujukan untuk persatuan dan integritas Indonesia, serta berusaha menanamkan dan menumbuhkan kesatuan nasional. Pengungkappan dari ideology tersebut pun dinyatakan dengan kehati-hatian. Dalam bagian kata pengantar ini Sartono Kartodirjjo berupaya juga menjelaskan kedudukan seorang sejarawan pada masa ini, sebagai seorang yang harus mampu bertanggungjawab dengan apa yang dilakukannya. Sehingga maksud dari pembentukan sejarah nasional ini tentulah untuk membentuk Negara nasional. Sehingga dari ini kita dapat mengetahui misi dari buku ini. Dalam bagian ini pula tentang mitos kesatuan bangsa Indonesia yang merupakan titik tolak terbentuknya Negara kesatuan. Motif dari buku semakin tersirat, yaitu membentuk nasionalitas Indonesian. Periodisasi dalam buku ini tidak dibuat dalam batasan yang rajam dengan alasan dianggap kurang relevan, dan tidak dapat mencakup perkembangan dan perubahan structural. Sartono juga mengungkapkan bahwa dalam penyusunan data terdapat penyeleksian, guna mencapai sintesis. Yang juga sangat ditekankan dalam penulisan pada bab ini adalah bentuk sejarah total yang akan disajikan. Sejauh mana relevansi-relevansi antara sejarah local dan sejarah Indonesia sebagai sejarah umum yang meliputi “unit nasional”.
            Sartono Kartodirjo juga menyinggung tentang Neerlando-sentris dan Indonesia-sentris. Serta bahwa tulisan ini lebih memberi tekanan pada proses sejarah. Diungkapkan bahwa beliau memandang pembatasan periode (caesuur) tidak dapat dilakukan secara konsisten dan ketat, dan mau tak mau lebih menonjolkan peroses politiknya. [1]
Hal ini memancing kecurigaan saya tentunya penulisan buku ini (yamg ditulis oleh Sartono Kartodirjo ini)tentulah tidak luput dari campurtangan pemerintah demi mewujudkan ingatan koleftif masyarakat terkait tujuan persatuan dan kesatuan nasional, untuk mencapai Negara nasional. Namun walaupun demikian tentu tujuan penulis berusaha keras untuk tidak menimbulkan suatu penilaian yang berpihak. Walaupun sesuatu karya tulis tetap tidak lepas dari nilai. Sementara secara temporal buku dari Sartono Kartodirjo ini di susun secara terperinci namun relative.
            Untuk pembandingnya adalah pembuka dari M.C. Ricklefs. Dalam tulisan pembukanya Ricklefs memaparkan tentang tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan dan memfasilitasi para mahasiswa, atau para akademisi ke tingkat yang lebih tinggi. Memenuhi kebutuhan mereka yang selama ini kajiannya terhambat oleh sejumlah karya pokok tentang Indonesia yang terlalu spesifik, dan banyaknya karya-karya yang ditulis dalam bahasa asing, dan sulitnya akses ke sebagian karya tersebut. Ricklefs juga menjelaskan memang baru-baru ini (pada saat buku ini dibuat), buku semacam ini mungkin dibuat. Tentang periodisasi, Ricklefs disini terdapat angka-angka yang tertera. Terdapat pemaparan tentan rincian-rincian yang di bahas dalam bab-babnya. Sumber-sumber yang digunakan dan orang-orang yang ikut menilik. Terdapat pula garis besar buku, alasan bagaimana bentuk penyusunan buku dan gambaran mengapa demikian serta tujuannya, dan yang tidak kalah penting misi guna untuk pembaca. Saya membaca bahwa karya ini tidak kurang melihat dari sejarah kehidupan masyarakat sehari-hari atau masyarakat kebanyakan. Ricklefs mengungkapkan bahwa ia pada prinsipnya lebih memilih narasi rinci yang bertujuan memudahkan pembaca untuk menyimpulkan. Ia juga mengakui bahwa buku ini tidak lepas dari cara pandanggnya. Berbagai kelemahan buku juga tidak dipungkiri, ini cukup membuktikan pertanggungjawaban sebai sejarawan. Dan disebutkan pula bahwa untuk meminimalkan berbagai persoalan beliau meminta bantuan banyak teman dan rekan yang dari nama-nama yang tersebut dapat dilihat bahwa orang-orang tersebut adalah sejarawan-sejaran yang terkemuka ini terlepas dari kecurigaan saya apakah ini merupakan suatu strategi untuk menawan pembaca.
Namun secara tidak langsung dapat saya tangkap secara positif bahwa sebagai orang yang bukan dari Indonesia buku ini memberikan gambaran tentang Indonesia yang tentunya lebih tanpa tekanan akan nilai-nilai kekhawatiran akan suatu nilai yang membebani terhadap Indonesia. Yang saya maksud di sini adalah kekhawatiran tentang adanya tuduhan-tuduhan terhadap pertanggungjawaban apabila ada keberatan tentang sastu hal terkait nilai keadilan atau keberpihakan. Penulis lebih mementingkan pengetahuan yang akan memberi manfaat yang membantu perkembangan pengetahuan.




[1] Sartono Kartodirjo, buku sumber hal xxi.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar