Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

Mencari Arti Dari Yang Nampak Sehari-hari


Nama  : Tiyas Dwi Puspita
NIM     : 12/340431/PSA/7415
         Sebelumnya saya ingin mengungkapkan apa yang saya dapat pahami dari bahan bacaan ini yaitu bab 11 “Menulis kehidupan sehari-hari Jakarta: Memikirkan kembali sejarah social Indonesia”  yang ditulis oleh Bapak Bambang Purwanto. Dari bab 11 pada buku Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia ini saya memperoleh pandangan yang luas tentang tentang berbagai hal  yang terlupakan dalam sejarah Indonesia, selain itu yang merupakan focus dari buku ini adalah tentang penulisan sejarah Indonesia. Ada hal yang perlu dibenahi dan ada banyak peristiwa yang perlu disoroti.
            Pada bab tersebut yang menjadi focus spasial adalah Jakarta, selain sebagai kota yang padat penduduknya, Jakarta merupakan obyek yang memiliki tema yang komplek. Namun sayangnya seperti yang terpapar dalam buku ini sejarah kita tidak memberi tempat pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Sesuatu yang sangat mencolok dari Jakarta seperti masyarakat miskin di pemukiman kumuh, gelandangan, pengamen, pedagang asongan, dan berbagai kelompok masyarakat lain yang ada di Jakarta luput dari sejarah social kita, seakan tidak ada, tidak mendapatkan tempatnya.
            Dari pemaparan yang sangat nyata tersebut nampak sekali Sejarah kita nampak tidak utuh, menghambat dalam membaca dan mempelajari realita. Seakan-akan sejarawan tidak adil dalam kinerjanya seperti tidak memberi porsi untuk menyajikan kehidupan masyarakat. Perlu ada banyak yang di benahi dalam pola pikir kita dalam menulis obyek sejarah. Dan buku ini membantu membenahi dan membuka jalan ke arah yang lebih luas tentang penulisan, pemaknaan sejarah, sumber sejarah, dan obyek-obyek yang bisa menjadi tema sejarah sendiri.
             Sebagai ibu kota, sangat wajar apabila Jakarta tampak seperti tempat yang penuh hiruk pikuk, masyarakatnya kurang peduli satu sama lain dan tidak mau mencari masalah satu sama lain pula. Namun keacuhan tersebut terkadang memberi tempat bagi orang-orang yang berusaha untuk mencari pengingkaran tentang hal-hal yang ingin mereka sembuyikan dari orang lain. Jakarta memberi ruang yang besar dengan berbagai keacuhannya dan kelonggaranya bukan sekedar sudut-sudut bagi mereka yang ingin menyembunyikan diri. Hal ini pula yang memberi peluang bagi kejahatan di ibukota. Contoh yang sering terjadi adalah kejahatan di tempat-tempat umum seperti di angkutan umum di jalan misalnya penodongan, pencopetan, pemerkosaan, kekerasan terhadap anak di bawah umur dan lain sebagainya.
            Sedangkan berbagai tema social tentang kemiskinan pun marak di Jakarta, seperti yang telah disinggung dalam buku. Adanya perdebatan tentang layak tidaknya suatu hal di jadikan sebagi sumber sejarah terkadang menjadi ganjalan bagi sejarawan untuk menulis sejarah social masyarakat yang diakui dan dibenarkan oleh metode keilmuan yang ada. Namun sebagai seorang yang mengerti tentang sejarah sebaiknya penulisan sejarah tidak terhenti begitu saja. Suatu yang tidak patut disesali untuk menulis berbagai kehidupan di masyarakat untuk membuka jalan menuju perluasan wawasan bagi masyarakat yang lebih luas lagi.
            Satu hal yang menguntungkan bagi masyarakat yang hidup di Jakarta adalah adanya kebebasan untuk lebih ekspresif, karena Jakarta mirip dengan sebuah panggung. Modernitas yang berkembang subur mendandani penduduk Jakarta menjadi komunitas yang modis. Khususnya dalam berpakaian, terkadang gaya pakaian tidak mencerminkan kondisi ekonomi penduduk Jakarta. Berbagai kalangan bebas berdandan sesuai dengan keinginnannya. Namun hal ini terkadang pula dianggap beberapa kalangan orang-orang Jakarta sebagai tuntutan hidup.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar