Nama : Tiyas Dwi Puspita
NIM : 12/340431/PSA/7415
Sebelumnya saya ingin mengungkapkan
apa yang saya dapat pahami dari bahan bacaan ini yaitu bab 11 “Menulis kehidupan sehari-hari Jakarta:
Memikirkan kembali sejarah social Indonesia” yang ditulis oleh Bapak Bambang Purwanto.
Dari bab 11 pada buku Perspektif Baru
Penulisan Sejarah Indonesia ini saya memperoleh pandangan yang luas tentang
tentang berbagai hal yang terlupakan
dalam sejarah Indonesia, selain itu yang merupakan focus dari buku ini adalah
tentang penulisan sejarah Indonesia. Ada hal yang perlu dibenahi dan ada banyak
peristiwa yang perlu disoroti.
Pada bab tersebut yang menjadi focus
spasial adalah Jakarta, selain sebagai kota yang padat penduduknya, Jakarta
merupakan obyek yang memiliki tema yang komplek. Namun sayangnya seperti yang
terpapar dalam buku ini sejarah kita tidak memberi tempat pada kehidupan
masyarakat sehari-hari. Sesuatu yang sangat mencolok dari Jakarta seperti
masyarakat miskin di pemukiman kumuh, gelandangan, pengamen, pedagang asongan,
dan berbagai kelompok masyarakat lain yang ada di Jakarta luput dari sejarah
social kita, seakan tidak ada, tidak mendapatkan tempatnya.
Dari pemaparan yang sangat nyata
tersebut nampak sekali Sejarah kita nampak tidak utuh, menghambat dalam membaca
dan mempelajari realita. Seakan-akan sejarawan tidak adil dalam kinerjanya
seperti tidak memberi porsi untuk menyajikan kehidupan masyarakat. Perlu ada
banyak yang di benahi dalam pola pikir kita dalam menulis obyek sejarah. Dan
buku ini membantu membenahi dan membuka jalan ke arah yang lebih luas tentang
penulisan, pemaknaan sejarah, sumber sejarah, dan obyek-obyek yang bisa menjadi
tema sejarah sendiri.
Sebagai ibu kota, sangat wajar apabila Jakarta
tampak seperti tempat yang penuh hiruk pikuk, masyarakatnya kurang peduli satu
sama lain dan tidak mau mencari masalah satu sama lain pula. Namun keacuhan
tersebut terkadang memberi tempat bagi orang-orang yang berusaha untuk mencari
pengingkaran tentang hal-hal yang ingin mereka sembuyikan dari orang lain.
Jakarta memberi ruang yang besar dengan berbagai keacuhannya dan kelonggaranya
bukan sekedar sudut-sudut bagi mereka yang ingin menyembunyikan diri. Hal ini
pula yang memberi peluang bagi kejahatan di ibukota. Contoh yang sering terjadi
adalah kejahatan di tempat-tempat umum seperti di angkutan umum di jalan
misalnya penodongan, pencopetan, pemerkosaan, kekerasan terhadap anak di bawah
umur dan lain sebagainya.
Sedangkan berbagai tema social
tentang kemiskinan pun marak di Jakarta, seperti yang telah disinggung dalam
buku. Adanya perdebatan tentang layak tidaknya suatu hal di jadikan sebagi
sumber sejarah terkadang menjadi ganjalan bagi sejarawan untuk menulis sejarah
social masyarakat yang diakui dan dibenarkan oleh metode keilmuan yang ada.
Namun sebagai seorang yang mengerti tentang sejarah sebaiknya penulisan sejarah
tidak terhenti begitu saja. Suatu yang tidak patut disesali untuk menulis
berbagai kehidupan di masyarakat untuk membuka jalan menuju perluasan wawasan bagi
masyarakat yang lebih luas lagi.
Satu hal yang menguntungkan bagi
masyarakat yang hidup di Jakarta adalah adanya kebebasan untuk lebih ekspresif,
karena Jakarta mirip dengan sebuah panggung. Modernitas yang berkembang subur
mendandani penduduk Jakarta menjadi komunitas yang modis. Khususnya dalam
berpakaian, terkadang gaya pakaian tidak mencerminkan kondisi ekonomi penduduk
Jakarta. Berbagai kalangan bebas berdandan sesuai dengan keinginnannya. Namun
hal ini terkadang pula dianggap beberapa kalangan orang-orang Jakarta sebagai
tuntutan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar