Halaman

Jumat, 11 Januari 2013

Membandingkan Tulisan Awal M. C. Riclefs (Sejarah Indonesia Modern) dan Sartono Kartodirdjo (Pengantar Sejarah Indonesia Baru)


Nama                  : Septi Utami
Nim                     : 12/339799/PSA/7354


            Pada tulisan Rickleft di dalam Prakata Edisi Pertama nya, jelas mengungkapkan bahwa buku yang berjudul “Sejarah Indonesia Modern” ini telah menghadirkan teks-teks yang berupa data tentang sejarah Indonesia. Ricklefs berpendapat bahwa pembahasan interpretatif atau mengistimewakan tema-tema konvensional akan lebih menarik dibandingkan dengan sekedar membahas peristiwa-peristiwa terperinci atau disebutnya dengan narasi terperinci. Hal ini sangat berbeda dengan tulisan Sartono dalam kata pengantarnya di buku “Pengantar Sejarah Indonesia Baru” yang lebih menekankan pada suatu cerita lokal dan mengangkatnya sebagai dasar pijakan untuk melihat sejarah Indonesia. Sedangkan apabila menelisik lebih dalam tentang tulisan Sartono, dapat dilihat bahwa kekuatan dari seorang sejarawan merupakan explanasi atau penjelasan yang berarti bahwa tanpa hadirnya penjelasan maka tulisan sejarah hanya merupakan bentuk penulisan ulang dari data-data yang di ambil dari teks.
            Buku Ricklefs telah membawa suasana baru untuk merangkum sebuah tulisan yang bergenre sejarah konvensional Indonesia dengan beberapa pembabakan atau periodisasi, dari kehidupan masa pra-Islam, perkembangan sejarah kerajaan-kerajaan Islam, dan selanjutnya. Akan tetapi dalam tulisan Sartono tidak mempergunakan periodisasi terperinci tersebut, hal ini dikarenakan bahwa periodisasi hanya digunakan sebagai kerangka atau batasan waktu secara kasar. Penekanan terhadap proses dialektis dan struktur sangat berpengaruh dalam tulisan Sartono sehingga proses kegiatan manusia dalam kesehariannya dapat tergambar dan tidak meluluh dalam pembabakan periodisasi. Struktur dan juga sistem merupakan landasan yang digunakan Sartono untuk memperolek suatu bentuk dialektis, dan ini akan berpengaruh pada proses serta struktur tersebut. Dalam struktur sendiri tidak banyak mencantumkan tentang soal proses kecendrungannya, akan tetapi pola-pola tindakan para pelaku terhadap kejadian-kejadian yang berlangsung merupakan bentuk struktur ini.
            Kembali pada tuliosan Ricklefts dimana kita tahu bahwa penghadiran sejarah Jawa lebih menarik untuk dibahas Ricklefs dibandingkan dengan sejarah daerah lain di Indonesia. Ricklefs berupaya menghadirkan sejarah daerah lain akan tetapi, dalam kelanjutannya dia banyak terganjal dengan kurang data sebagai pendukung tulisan, sedangkan data-data ini meluluh pada pentingnya nilai-nilai yang akan hadir ditulisannya.oleh karenanya, keabsenan sejarah daerah lain seperti Sumatra sendiri yang dinilai memiliki sumber hikayat tidak terlalu dianggap menghadirkan sebuah data yang faktual. Selain itu, ada kecendrungan melihat bahwa tulisan Ricklefs ini sebagai pegangan para penguasa untuk menghadirkan sejarahnya sendiri bukan melihat sejarah dalam bentuk perspektif di masyarakat sesunggunya. Di dalam tulisan Sartono yang sangat berbeda dengan pendapat Ricklefs ini, dimana sejarah kehidupan sehari-hari diperjuangkan untuk menjadikan sejarah bukan milik penguasa melainkan Indonesia yang berarti bahwa rakyat lah pendukung utama sejarah.
            Terkesan kurang memperhatikan beberapa hal di dalam penulisan sejarah yang berkaitan dengan sejarah lokal serta kecendrungan teks sebagai kunci utama penjelas tidak membuat tulisan Ricklefs hilang penggemar. Hal ini dikarenakan bahwa tulisan ini telah memberikan nuansa baru tentang masa sebelumnya dalam menulis sejarah. Selain itu, membuat cerita-cerita sejarah konvensional sangat terperinci dan dijadikan satu dalam bentuk “Sejarah Indonesia Modern”. Akan tetapi, dalam perkembangannya tulisan Ricklefs ini telah berbeda pada masanya dimana penekanan terhadap sejarah-sejarah lokal sangat dibutuhkan. Ini merupakan upaya untuk melihat sejarah Indonesia di dalam perspektif lainnya, sehingga memulai dengan konsep berbeda ditekankan Sartono dalam tulisannya. Konsep yang dicoba dalam penggambaran “Pengantar Sejarah Indonesia Baru” oleh Sartono adalah perkembangan masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan atau integritas dari suatu bangsa. Konsep ini sebagai bagian yang hakiki dari bentuk sejarah total yang hendak menampik anggapan sejarah Indonesia yang menyeluruh adalah jumlah dari beberapa sejarah lokal serta regional. Akan tetapi, salah satu konsep sejarah lokal adalah konsep kesatuan yang mencakup berbagai unsur serta dimensi dimana unsur yang berkaitan adalah penekanan pada komunikasi serta timbulnya interaksi satu dengan lainnya. Konsep ini digunakan sebagai alat analisa serta kerangka teoritis agar pemahaman tentang cerita masa lalu saat jaman kerajaan dimana mitos banyak digunakan. Oleh karenanya penulisan seperti ini tidak terlepas pada mitologisasi atau pengkristalan metode, yang dapat membuat cerita sebagai mitos tersebut dikonstruksikan sebagai uraian realitas dalam arti objektif. Metode kritis yang dihadirkan mitologiasi ini dapat menolong para penulis sejarah agar tidak terjerumus lebih dalam tentang subjektivitas-subjektivitasnya.  Sedangkan pada tataran berikutnya, mitos inilah yang akan dilacak keberadaannya sebagai bentuk integritasnya pada cerita sejarah Indonesia saat ini dimana kehadiran gambaran serta proses jaman ke jaman dapat terlihat.
            Dalam kelanjutanya, konsep integritas ini pula dapat dipakai sebagai paradigma berfikir dalam menerangkan relevansi antara sejarah lokal dan sejarah Indonesia sebagai suatu sejarah umum dengan sifat nasional. Peranan VOC merupakan ukuran dalam penggambaran sejarah nasional masa Hindia-Belanda akan tetapi apabila melihat dari pendapat Sartono maka pentingnya sikap skeptis dalam membuat keberlangsungan sangat dibutuhkan. Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan tentang bagaimana atau mengapa proses kejadian ini berlangsung dapat membawa pencarian lebih lanjut tentang kehadiran cerita dengan sifat Nerlandosentris tersebut. Pendapat Sartono tentang hal ini lebih jauh mencoba menghadirkan cerita keseharian sebagai bentuk integritas bangsa dan bukan meluluh pada penjabaran data-data kolonial semata.
           
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar