Halaman

Selasa, 08 Januari 2013

Membandingkan Dua Kata Pengantar Dari Artikel Karya Sartono Kartodirdjo Dan M.C.Ricklefs



Nama              : Hendra Afiyanto
NIM                : 339981
Mata Kuliah  : Historiografi

Masyarakat Indonesia sebagai aktor yang bermain di atas panggung yang dinamakan Indonesia memiliki tanggung jawab lebih untuk menuliskan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Tentunya penulisan sejarah bangsa Indonesia sampai terbentuknya negara Indonesia harus dalam konteks kesatuan. Konteks kesatuan yang dimaksudkan ialah bukan menulis sejarah Indonesia secara lokalitas kemudian dibukukan menjadi satu kesatuan, tetapi menulis sejarah Indonesia dalam kacamata Indonesia secara menyeluruh. Sejarah itu tidak lebih dari sebuah potongan interpretasi dari seorang sejarawan, akan lebih menarik jika narasi sejarah bisa berbentuk impresionis maupun ekspresinonis (Alun Munslow). Jika pernyataan tersebut diterapkan dalam penulisan sejarah Indonesia dalam konteks kesatuan, maka bisa didapatkan narasi-narasi sejarah Indonesia yang berbeda dengan narasi sejarah pada umumnya. Sehingga sejarah Indonesia bisa dimengerti secara cerdas (intelligibility) oleh masyarakatanya sendiri.
Untuk membandingkan dua kata pengantar dari artikel karya Sartono Kartodirdjo dan M.C. Ricklefs maka kita cari tahu persamaan dan perbedaan dari masing-masing artikel. Sartono Kartodirdjo menekankan sejarah Indonesia yang akan ditulis haruslah sejarah total atau menyeluruh yang memandang perkembangan masyarakat sebagai satu kesatuan. Perlunya memandang perkembangan masyarakat, karena dalam perkembangan masyarakat tersebut muncul beragam interaksi yang saling mempengaruhi dan saling ketergantungan dari unsur-unsurnya. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas bahwa konsep kesatuan menurut Sartono Kartodirdjo ialah jangan memandang keseluruhan Indonesia sebagai kumpulan dari lokalitas. Dalam membangun sebuah sejarah total atau kesatuan sangat diperlukan sebuah kerangka tempat melekatnya darah dan daging sejarah Indonesia. Sartono Kartodirdjo menyebutkan komunikasilah sebagai jaringan kerangka dari pembentuk Sejarah Indonesia. Dengan jaringan komunikasi maka muncul interaksi dan saling mempengaruhi dari unsur-unsur masyarakat. Interaksi yang terjadi lewat komunikasi dimulai dari hubungan perkawinan, perang, perampokan, perbudakan, perdagangan diplomasi, dll. Munculnya interaksi akibat dari jaringan komunikasi mendorong timbulnya integrasi yang semakin meluas. Maka dari itu integrasi adalah kunci untuk menulis sejarah total dari Indonesia. Menurut Sartono Kartodirdjo sejarah Indonesia sebagai sesuatu yang berlandaskan geopolitik dan bukan berlandaskan budaya, karena unsur kebudayaan Indonesia masih bersifat pluralitas. Faktor endogen dan eksogenlah yang mendorong proses perkembangan sejarah lokal menjadi nasional, budaya lokal menjadi nasional. Proses perkembangan kebudayaan nasionallah yang nantinya mendorong ke arah homogenitas.
Sedangkan menurut M.C.Ricklefs bahwasanya sejak tahun ± 1300 Indonesia ini sudah terbentuk integrasi yang ditunjukkan sebagai unit sejarah yang padu. Hal ini dapat dilihat dari munculnya tradisi tulis meskipun berskala lokalitas yang dimulai dari Yupa. Kesatuan sejarah yang terpadu (total menurut Sartono Kartodirdjo) dari Indonesia ditunjukkan dengan, pertama adalah unsur kebudayaan dan agama, Islamisasi Indonesia yang dimulai tahun ± 1300 dan berlanjut sampai sekarang. Kedua adalah unsur topik, saling pengaruh antara orang Indonesia dan orang Barat yang dimulai tahun ± 1500 dan berlanjut sampai sekarang. Ketiga adalah historiografi yaitu sumber-sumber primer dari periode ini ditulis secara eksklusif dalam bahasa-bahasa Indonesia modern dan dalam bahasa-bahasa Eropa. Antara tahun ± 1300 sampai dengan tahun ± 1500 unsur-unsur inilah yang terus muncul dan mendorong terjadinya integrasi.
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya antara Sartono Kartodirdjo dan M.C. Ricklefs memiliki kesamaan akan pentingnya menulis historiografi Indonesia dengan kacamata kesatuan yang mereka sebut sejarah total. Kunci sukses menulis sejarah total ini adalah integrasi. Keduanya juga menekankan tidak seberapa pentingnya periodisasi dalam batasan tajam, tetapi dalam arti periodisasi tidak diberikan secara arbiter. Mereka juga tetap menggunakan periodisasi namun periodisasi tersebut tidak secara kaku membingkai historiografi mereka. Misalnya dalam menulis sejarah klasik Indonesia maka kita tidak perlu menulis secara eksplisit periodisasi-periodisasi dari kerajan-kerajaan di Indonesia, tetapi lebih kepada aspek keterkaitan dan kronologisnya. Perbedaan dalam artikel mereka lebih terletak pada periodisasi. Memang Ricklefs memulai periodisasi dengan masa islam dan tentunya dia punya maksud serta tidak arbiter dalam membuat periodisasi. Begitu pula dengan batasan spasialnya Ricklefs lebih menonjolkan Pulau Jawa seperti alasan-alasan yang telah disebutkannya. Tetapi secara implisit dia tetap menekankan bahwa sejarah Indonesia tetap harus dilihat secara total.
Kelemahan yang dihadapi ialah pluralitasnya masayarakat Indonesia, ialah seolah-olah mereka dihadapkan antar muka, misalnya Jawa vs luar Jawa, mayoritas vs minoritas, elit vs rakyat jelata, pusat vs periferi, dll. Jika dalam rekonstruksi pikiran masyarakat sudah seperti ini dan menuntut proporsi yang sama dalam historiografi Indonesia, maka ketercapaian historiografi sejarah Indonesia secara total seperti keinginan Sartono Kartodirdjo akan sulit diwujudkan. Hal terpenting sebelum mewujudkan sejarah total Indonesia ialah memperbaiki mentalitas dalam diri masyarakat Indonesia sehingga homogenitas pikiran dapat bersatu untuk mewujudkan tercapainya historiografi total Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar