Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

MASALAH UTAMA ILMU SOSIAL DI ASIA: KRITIK, DIAGNOSIS, DAN RUMUSAN



Nama                    : Siti Nur Hadisah B        Hari/tgl       : Kamis, 22 Nov 2012
No. Mhs       : 12/340216/PSA/7401    Dosen Pengampu  : Dr. Sri Margana
Mata Kuliah          : Historiografi

Bagian pertama dalam buku ini lebih memperlihatkan bahwa berbagai disiplin ilmu sosial yang diajarkan di universitas-universitas di Asia mengikuti model barat baik secara dalam penggunaan metode maupun cara menganalisa suatu gejala sosial yang terjadi di masyarakat Asia. Hal ini tentu kurang sesuai apabila disiplin ilmu sosial tersebut diterapkan di Asia, misalnya di Indonesia. Pengajaran ilmu sosial yang diajarkan di Indonesia sejak tahun 1920-an apabila diterapkan secara langsung dan secara penuh dengan cara pandang Barat, tentu kurang sesuai. Hal ini dikarenakan cara pandang terhadap suatu masalah yang terjadi akan berbeda. Selain itu, terlihat pandangan dalam melihat orang beradab dengan orang tidak beradab, pasti akan berbeda karena nilai, konsep, kebudayaan, sikap dan batasan tersebut. Pastinya orang barat melihat orang yang beradab dari nilai dan pandangan dari sudut pandang mereka sendiri bukan dari sudut pandang orang Asia.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosialpun orang non-Barat tidak diakui sebagai pendiri, tetapi hanya sebagai perintis. Hal ini terkadang sedikit menggelikan ketika kita benar-benar melihat bahwa sebelum perkembangan Eropa banyak ilmuwan Islam yang mencetuskan suatu ide dalam ilmu sosial namun hanya diakui sebagai perintis, seperti Ibnu Khaldun. Dengan kata lain bahwa pengetahuan dan budaya Barat akan terus-menerus memperkuat pandangan Barat sebagai pusat pengetahuan dan orang non-Barat hanya sebagai pengekor atau sekedar mengikuti pengetahuan yang dikembangkan oleh Barat.
India, Mesir, Korea, dan Filipina merupakan tempat ilmu sosial relatif berkembang. Namun, dalam perkembangannya secara teori, konsep maupun metode terdapat kesadaran mengenai kekurangcocokan antara teori Barat dan realitas Asia Timur, apabila tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan diulayatkan sesuai dengan cara pandang masyarakat Asia. Sehingga perlu adanya suatu modifikasi dan perubahan teori-metode sehingga lebih relevan dan lebih sesuai apabila diterapkan. Selain itu, masyarakat Asia harus lebih memperkuat kesinambungan antara tradisi pengetahuan Eropa dengan sistem gagayan ulayat.  
Kebergantungan intelektual terlihat dari struktur kebergantungan akademis maupun relevansi yang berlatar belakang Barat dengan perspektif teoritisnya dan pencitraannya. Apabila sebagian besar ilmu sosial dan humaniora di negara berkembang merupakan suatu dominasi keberlanjutan dari pengetahuan Barat. Maka berbagai kritik terhadap Eurosentrisme dalam hal akademisi mulai dilontarkan. Hal ini dikarenakan banyak teori dan perspektif  Barat memunculkan suatu permasalahan apabila digunakan untuk kebutuhan dan menyelesaikan suatu permasahan yang terjadi di Asia. Bentuk disiplin sosial juga mempengaruhi masyarakat secara fisik, emosi, linguistik maupun kultural, yang secara perlahan terkadang menghapus identitas dan memori kolektif masyarakat pribumi. Maka seorang sejarawan perlu untuk memposiskan diri secara setrategis sebagai intelektual dalam dunia akademi.
India merupakan salah satu negara yang paling gencar melancarkan perlawanan terhadap pengetahuan Eurosentris dengan bentuk inferioritas orang Hindu dalam sains dan teknologi, serta perbedaan spiritual juga sering menimbulkan suatu perbedaan dalam memahami suatu gejala yang terjadi. Sehingga mulai sekitar 1950-an mulai terlihat tulisan melalui jurnal-jurnal seperti Contributions to Indian Sociology yang memperlihatkan timbulnya suatu kesadaran terhadap kondisi disiplin dan persoalan sentral ihwal sosok sosiolohi India. Hal yang diangkat dalam tulisan ini lebih menyangkut pada kurangnya asumsi teoris yang mendasari karya-karya yang dihasilkan sosiolog India saat itu. Begitu juga dengan Korea yang berusaha mendapatkan identitasnya sendiri, sehingga dapat digunakan untuk memperbaikin kualitas hidup dan memiliki nilai prediktif.
Di Singapura terdapat perkembangan minat dalam alternatif feminis terhadap diskursus sosiologi arus utama. Selain itu, pemikir dan reformis Filipina, Jose Rizal (1861-1896) merupakan seorang kritikus pertama yang mencermati keadaan pengetahuan di wilayah tersebut. Begitu juga di Indonesia terjadi pertentangan namun bukan dari bangsa Indonesia sendiri melainkan dari ilmuwan Belanda, Jacob Cornelis van Leur, yang secara perlahan mulai diikuti oleh orang Indonesia dalam mengkritik Eurosentrisme, seperti Soedjatmoko. Hal lainnya adalah masuknya ide-ide Barat tanpa mempertimbangkan konteks sosial-sejarah. Dengan kata lain, cara berpikir penduduk terjajah mempunyai kaitan dengan imperialisme politik dan ekonomi, yang mana sering disebut sebagai “penjajahan dalam pemikiran atau mental”.
Adapun persoalan ilmu sosial terlihat pada karya-karya atau tulisan yang cenderung Eurosentrisme, mengabaikan konsep lokal, kurangnya ide untuk konsep baru, pengadopsian dan kurang kritis terhadap ilmu pengetahuan Barat, diskursus Eropa mengenai masyarakat non Barat, dan sebagainya, memunculkan suatu teori ilmu sosial yang berusaha meneorisasikan ilmu sosial dan humaniora di tengah masyarakat post kolonial. Diskursus alternatif tidak lain adalah untuk mewujudkan ilmu sosial yang lebih relevan yang diharapkan kritis terhadap ilmu sosial dan telaah sejarah dengan meluaskan atau merevisi teori yang sudah ada. Dalam ilmu sejarah dapat dilihat dari dekonstruksi sejarah dengan mengembangkan kerangka baru dalam suatu historiografi. Hal ini tidak serta merta mengabaikan sumber asing tetapi lebih menempatkan posisi dalam sudut pandangnya sendiri. Dengan demikian akan tercipta suatu konsep metodologi dan pendekatan analisis yang lebih relevan dan lebih bisa digunakan dalam melihat sesuatu yang terjadi di masyarakat pada masa lampau.
Kelebihan dalam Bab I ini lebih memperlihatkan adanya suatu upaya untuk kembali memposisikan pengetahuan Barat sebagaimana mestinya dan lebih mengungkapkan berbagai alasan tentang perlunya suatu diskursus dalam ilmu pengetahuan sosial yang selama ini cenderung lebih ke Barat. Namun, terdapat juga beberapa kekurangan yakni kurangnya penjelasan dalam hal penerapan metode, teori maupun sumber secara benar.


Buku Acuan
Syed Farid Alatas. 2010. Diskursus Alternatif Dalam Ilmu Sosial Asia: Tanggapan Terhadap Eurosentrisme terj. Alternative Discourses in Asian Social Sciences: Responses to Eurosentrism. Jakarta: Mizan.
Linda Tuhiwai Smith. 2005. Dekolonisasi Metodologi terj. Decolonizing Methodologies. Yogyakarta: INSISTPress.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar