====================================================================
Buku
ini terdiri dari 3 bab yakni Natural
Histories, Conjectural Histories,
dan Sex, Race and the Contras, yang
secara umum menggambarkan lima perspektif penulisan sejarah Asia Tenggara oleh
para sejarawan Inggris. Lima perspektif itu William Marsden’s History of Sumatera (1783), Michael
Symes’ Journal of Embassy to the Kingdom
of Ava (1995), Thomas Stamford Raffles’ History
of Java (1817), John Crawfurd’ History
of Indian Archipelago (1820), dan John Andreson’s Mission to the East Cost of Sumatera (1826).
Dalam
bab II yang membahas tentang “conjectural
histories” atau yang bisa diartikan sebagai “sejarah dugaan” Mary Catherine
Quilty memfokuskan pada tulisan William Marsden, Thomas Stamford Raffles dan
John Crawfurd. Dalam hal ini Mary mencoba menganalisis skema perkembangan
sejarah dan arah perspektif historiografi mereka dalam menuliskan Asia Tenggara
dalam hal ini yang mereka sebut dengan Sumatera, Kepulauan Indian ataupun Jawa.
Munculnya tulisan-tulisan tersebut menjadi bukti bahwa ada pergeseran pemikiran
dari kerakusan ekonomi menuju pengembangan keilmuan melalui penulisan sejarah.
Quilty membangun
argumentasi berbasis pendapat Michael Foucault yang menyatakan bahwa bahasa
yang dibuat oleh manusia, bisa menghadirkan analisa elemen terkecil dan asal
usul mereka. Dia berkesimpulan bahwa penulisan sejarah oleh para sejarawan
Inggris ini tidak terlepas dari “genre” atau tren penulisan sejarah abad ke-17
dan 18 yang Eropasentris. Dalam tulisan Madsen misalnya, tersirat pandangan
bahwa masyarakat Kepulauan India
ketika itu tidak bisa menjadi subjek sejarah dan hanya menjadi objek dari
kedatangan bangsa-bangsa Eropa.
History of
Sumatera karya William Marssen
History of Sumatra menghabiskan 1/3
halaman untuk menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi alam di
Sumatra, sehingga Mary Catherine Quilty dalam buku ini mengkategorikan karya Marsden tersebut sebagai History
of Nature. Marsden pada bagian pendahuluan dalam History of Sumatra mengungkapkan segala kendala-kendala dan
kesulitan yang dihadapinya untuk menyelesaikan tulisannya tersebut, yang secara
garis besar dapat disimpulkan: (1). Informasi yang diperlukan tidak dapat
dikumpulkan dari penduduknya sendiri karena pengetahuan dan perhatian mereka
sangat terbatas terhadap tanah kelahiran mereka. (2). Rimba raya Sumatra sangat
sulit ditembus dan jarang dimasuki orang-orang Eropa sampai jarak yang cukup
jauh. Hasil-hasil pemantauan orang yanng menulis tentang Sumatra juga banyak
cacatnya karena hanya disimpan dalam ingatan tidak tercatat. (3). Banyaknya
suku yang hidup dibawah bentuk pemerintahan merdeka sehingga membagi pulau ini
dalam banyak corak.
William Marsden
bukanlah seorang sejarawan ataupun ilmuwan sejarah yang professional. Ketika ia
menulis History of Sumatra, Marsden
merupakan residen IEC yang bertugas di Hindia Timur yang mendapatkan tugas
untuk melaksanakan proyek penulisan ilmiah untuk kepentingan pemerintah Inggris
sebagaimana sedikit diungkapkannya dalam Pendahuluan bukunya: “di Inggris saya
juga didesak untuk segera menulis karena subjeknya baru sama sekali…”. Pada
tahun 1685-1825 Inggris membangun koloni di Bengkulu dengan mendirikan
perusahaan dagang bernama EIC yang berpusat di Benteng Malborough. History of
Sumatra tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Inggris di Bengkulu sebagai
daerah koloni yang potensial, buku tersebut juga ditulis pada periode yang sama
masa pemerintahan Inggris di Bengkulu. Penulisan buku tersebut tidak lepas dari
tujuan-tujuan eksploitatif perusahaan dagang Inggris, khususnya di wilayah
pantai Barat Sumatra.
History of Java karya Thomas Stamford Raffles
Mary memberi sub judul untuk bab ini dengan “romantisme”.
Hal ini terkait dengan sejarah ditulisnya History of Java. Berbeda ketika
Marsden menulis History of Sumatera yang relatif kondusif keadaannya, saat
menulis karya ini, situasi di Eropa terjadi transisi begesernya penguasaan
koloni Belanda ke Prancis yang berdampak kepada wilayah koloni mereka. Saat itu
Inggris membuat pesertujuan dengan Belanda untuk mengambil control sementara
wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda di Asia Tenggara, tak terkecuali Jawa. Dalam
proses selanjutnya, Raffles yang menjadi Gubernur Jendral Hindia selama 4,5
tahun merasa bahwa Inggris harus mempertahankan wilayah ini karena potensi yang
dimilikinya. Untuk meyakinkan pemerintah Inggris ketika itu lah dia menuliskan
karya ini yang selesai pada 1817 dan diterbitkan di Inggris sebanyak 2 jilid.
Dalam tulisannya, Raffles mengaku bahwa dialah yang paling mengetahui tentang
Jawa. Historiografi yang muncul dalam penulisan buku itu cenderung
melebih-lebihkan Jawa dengan segala eksotismenya.
Karena
keterbatasan waktu, tulisan tentang History of Indian Archipelago karya
Crawfurd tidak terulas. Kesimpulan yang bisa saya ambil yakni munculnya
penulisan dari karya sejarawan Inggris tidak terlepas dari subjektivitasnya
sebagai orang Eropa. Namun, perspektif “sejarah duagaan” masih muncul seiring
dengan kepentingan penulisan sejarahnya. Mardsen menulis dalam rangka
menciptakan hegemoni Inggris sedangkan Raffles dalam rangka ingin
mempertahankan Jawa dalam genggaman Inggris.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar