Halaman

Jumat, 25 Januari 2013

Mary Catherine Quilty, 1998, Textual Empires: A Reading of Early British Histories of Southeast Asia, Clayton: Monash Asia Institut, Monash University Australia.

Ghifari Yuristiadhi (12/340109/PSA/07394)


====================================================================

Buku ini terdiri dari 3 bab yakni Natural Histories, Conjectural Histories, dan Sex, Race and the Contras, yang secara umum menggambarkan lima perspektif penulisan sejarah Asia Tenggara oleh para sejarawan Inggris. Lima perspektif itu William Marsden’s History of Sumatera (1783), Michael Symes’ Journal of Embassy to the Kingdom of Ava (1995), Thomas Stamford Raffles’ History of Java (1817), John Crawfurd’ History of Indian Archipelago (1820), dan John Andreson’s Mission to the East Cost of Sumatera (1826).

Dalam bab II yang membahas tentang “conjectural histories” atau yang bisa diartikan sebagai “sejarah dugaan” Mary Catherine Quilty memfokuskan pada tulisan William Marsden, Thomas Stamford Raffles dan John Crawfurd. Dalam hal ini Mary mencoba menganalisis skema perkembangan sejarah dan arah perspektif historiografi mereka dalam menuliskan Asia Tenggara dalam hal ini yang mereka sebut dengan Sumatera, Kepulauan Indian ataupun Jawa. Munculnya tulisan-tulisan tersebut menjadi bukti bahwa ada pergeseran pemikiran dari kerakusan ekonomi menuju pengembangan keilmuan melalui penulisan sejarah.

Quilty membangun argumentasi berbasis pendapat Michael Foucault yang menyatakan bahwa bahasa yang dibuat oleh manusia, bisa menghadirkan analisa elemen terkecil dan asal usul mereka. Dia berkesimpulan bahwa penulisan sejarah oleh para sejarawan Inggris ini tidak terlepas dari “genre” atau tren penulisan sejarah abad ke-17 dan 18 yang Eropasentris. Dalam tulisan Madsen misalnya, tersirat pandangan bahwa masyarakat Kepulauan India ketika itu tidak bisa menjadi subjek sejarah dan hanya menjadi objek dari kedatangan bangsa-bangsa Eropa.

History of Sumatera karya William Marssen
History of Sumatra menghabiskan 1/3 halaman untuk menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi alam di Sumatra, sehingga Mary Catherine Quilty dalam buku ini mengkategorikan karya Marsden tersebut sebagai History of Nature. Marsden pada bagian pendahuluan dalam History of Sumatra mengungkapkan segala kendala-kendala dan kesulitan  yang dihadapinya untuk menyelesaikan tulisannya tersebut, yang secara garis besar dapat disimpulkan: (1). Informasi yang diperlukan tidak dapat dikumpulkan dari penduduknya sendiri karena pengetahuan dan perhatian mereka sangat terbatas terhadap tanah kelahiran mereka. (2). Rimba raya Sumatra sangat sulit ditembus dan jarang dimasuki orang-orang Eropa sampai jarak yang cukup jauh. Hasil-hasil pemantauan orang yanng menulis tentang Sumatra juga banyak cacatnya karena hanya disimpan dalam ingatan tidak tercatat. (3). Banyaknya suku yang hidup dibawah bentuk pemerintahan merdeka sehingga membagi pulau ini dalam banyak corak.

William Marsden bukanlah seorang sejarawan ataupun ilmuwan sejarah yang professional. Ketika ia menulis History of Sumatra, Marsden merupakan residen IEC yang bertugas di Hindia Timur yang mendapatkan tugas untuk melaksanakan proyek penulisan ilmiah untuk kepentingan pemerintah Inggris sebagaimana sedikit diungkapkannya dalam Pendahuluan bukunya: “di Inggris saya juga didesak untuk segera menulis karena subjeknya baru sama sekali…”. Pada tahun 1685-1825 Inggris membangun koloni di Bengkulu dengan mendirikan perusahaan dagang bernama EIC yang berpusat di Benteng Malborough. History of Sumatra tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Inggris di Bengkulu sebagai daerah koloni yang potensial, buku tersebut juga ditulis pada periode yang sama masa pemerintahan Inggris di Bengkulu. Penulisan buku tersebut tidak lepas dari tujuan-tujuan eksploitatif perusahaan dagang Inggris, khususnya di wilayah pantai Barat Sumatra.

History of Java karya Thomas Stamford Raffles
Mary memberi sub judul untuk bab ini dengan “romantisme”. Hal ini terkait dengan sejarah ditulisnya History of Java. Berbeda ketika Marsden menulis History of Sumatera yang relatif kondusif keadaannya, saat menulis karya ini, situasi di Eropa terjadi transisi begesernya penguasaan koloni Belanda ke Prancis yang berdampak kepada wilayah koloni mereka. Saat itu Inggris membuat pesertujuan dengan Belanda untuk mengambil control sementara wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda di Asia Tenggara, tak terkecuali Jawa. Dalam proses selanjutnya, Raffles yang menjadi Gubernur Jendral Hindia selama 4,5 tahun merasa bahwa Inggris harus mempertahankan wilayah ini karena potensi yang dimilikinya. Untuk meyakinkan pemerintah Inggris ketika itu lah dia menuliskan karya ini yang selesai pada 1817 dan diterbitkan di Inggris sebanyak 2 jilid. Dalam tulisannya, Raffles mengaku bahwa dialah yang paling mengetahui tentang Jawa. Historiografi yang muncul dalam penulisan buku itu cenderung melebih-lebihkan Jawa dengan segala eksotismenya.

Karena keterbatasan waktu, tulisan tentang History of Indian Archipelago karya Crawfurd tidak terulas. Kesimpulan yang bisa saya ambil yakni munculnya penulisan dari karya sejarawan Inggris tidak terlepas dari subjektivitasnya sebagai orang Eropa. Namun, perspektif “sejarah duagaan” masih muncul seiring dengan kepentingan penulisan sejarahnya. Mardsen menulis dalam rangka menciptakan hegemoni Inggris sedangkan Raffles dalam rangka ingin mempertahankan Jawa dalam genggaman Inggris.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar