Halaman

Selasa, 08 Januari 2013

Karya Sastra Syair Sultan Fansuri dalam Buku Sultan, Pahlawan dan Hakim, karya Henri Chambert-Loir

Nama               : Hendra Afiyanto
NIM                : 339981
Mata Kuliah   : Historiografi


Buku berjudul Sultan, Pahlawan dan Hakim karya Henri Chambert-Loir kiranya merupakan sekumpulan karya sastra dari Melayu yang sangat penting untuk dikaji. Karya sastra Melayu ini merupakan sumber sejarah yang sangat jarang dikaji, karena kebanyakan karya sastra Javasentrislah yang sering dimunculkan. Bagi sebagian orang karya sastra ini tidak lebih dari kumpulan bait-bait syair/puisi yang tidak ada artinya. Henri Chambert-Loir adalah salah satu yang mengkaji karya-karya sastra ini untuk kemudian dibukukan. Karya sastra Melayu ini merupakan sumber data yang dapat digunakan sebagai sumber sejarah. Karya sastra tersebut mengandung sumber data yang tidak ditemukan dalam sumber lain. Begitu juga dengan karya sastra berjudul Syair Sultan Fansuri yang ditulis sekitar abad 19 merupakan sumber data dari Kerajaan Barus. Sebagian orang mungkin juga masih merasa asing tentang Kerajaan Barus, karena jarang sekali ditemukan tulisan menyangkut kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia.
Begitu mendengar kata syair atau puisi konstruksi kita langsung mengarah kepada puisi, rima, sajak,dll. Namun perlu diperhatikan dalam karya sastra lama arti dari nilai serta sumber sejarah merupakan bagian terpenting. Melihat karya satra Jawa seperti Babad Tanah Jawa dan Serat Pararaton yang penuh akan sumber sejarah, maka karya sastra Syair Sultan Fansuri juga kaya akan sumber sejarah di dalamnya.
Syair Sultan Fansuri menceritakan asal mula terbentuknya Kerajaan Barus sampai terbebasnya Kerajaan Barus dari dominasi Kerajaan Aceh. Diceritakan berdasarkan syair yang diberikan Sultan Barus (Sutan Baginda) kepada Kapten Inggris David Jones tahun 1815 bahwa raja pertama di Kerajaan Barus adalah Sultan Hulu. Dia kemudian mendirikan kerajaan di Sitiga Bulan. Pemerintahan dilakukan secara turun temurun, hingga kemudian lokasi kerajaan berpindah ke Kampung Dalam. Mengenai pindahnya kerajaan dalam syair ini tidak dijelaskan apa alasannya. Lama berselang terdapat 2 kerajaan dan salah satu rajanya yang mashur bernama Sutan Ibrahim. Selanjutnya dalam syair ini juga tidak dijelaskan apa alasan Kerajaan Aceh menyerang Kerajaan Barus dan memenggal kepala dari Sutan Ibrahim. Kepala Sutan Ibrahim kemudian dibawa ke Kerajaan Aceh dengan nampan perak dan diletakkan dihadapan raja. Raja lalu memalingkan muka dan menjadi marah, ditendanglah kepala itu hingga terguling-guling ke tanah. Seketika itu Sultan Aceh merasa bersalah dan memuliakan kepala Sutan Ibrahim tersebut serta menyatakan Kerajaan Barus terbebas dari kekuasaan Kerajaan Aceh.
Karya sastra berjudul Syair Sultan Fansuri yang berjumlah 501 baris ini sudah dapat menggambarkan kondisi Kerajaan Barus. Dari sini kita sudah bisa mendapatkan gambaran mengenai kehidupan politik, ekonomi, dan keagamaan Kerajaan Barus. Karya sastra ini merupakan alat legitimasi Kerajaan Barus. Legitimasi ini berupa pengakuan genelogis maupun pengakuan wilayah kekuasaan. karena dari syair ini memuat genealogi raja-raja Barus saat itu dengan raja-raja pendahulunya serta wilayah kekuasaannya. Sedikit kekurangan menurut saya adlah kurang kronologisnya sumber sejarah dalan syair ini. Seperti kebanyakan historiografi tradisional lainnya, karya sastra ini juga miskin akan kronologi tetapi kaya akan unsur genealogi sebagai alat legitimasi. Sangat kurangnya kronologi di dalam syair ini memunculkan kekaburan fakta serta kurangnya interpretasi dari syair ini. Kecerdikan Henri Chambert-Loir dalam menggunakan karya sastra ini sebagai sumber sejarah ialah dengan mencari arsip lain sebagai pembanding, baik berupa syair atau pun kronik dengan tujuan mencari keterkaitan untuk mengisi kekosongan dari kronologis. Hal ini tercermin dari ketidak jelasan pemindahan lokasi Kerajaan Barus dari Sitiga Bulan ke Kampung Dalam. Dalam menjelaskan hal ini Henri Chambert-Loir menggunakan sumber pembanding lain yaitu Hikaijat Tjarita Baros untuk menghubungkan dan mencari kulminasi dari syair tersebut sebagai sumber sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar