Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

Jaringan Lokal Abdullah Sungkar dalam Peristiwa Lampung 1989



Nama           : Siti Nur Hadisah B        Hari/Tgl            : Kamis, 06 Des 2012
NIM             : 12/340216/PSA/07401  Dosen Pengampu : Dr. Sri Margana
Mata Kuliah : Historiografi


Artikel ini membahas mengenai Peristiwa Lampung 1989, yang merupakan salah satu konflik vertikal antara negara dan masyarakat dengan melihat tiga hipotesa yang berkembang. Artikel ini berusaha mempelihatkan penulisan dari sudut pandang yang berbeda dari yang biasanya dan melakukan perubahan setelah melakukan wawancara terhadap pelaku sejarah yang terkait. Hal ini berawal katertarikan terhadap informasi al-Chaidar tentang keterkaitan antara Warsidi dan tokoh Darul Islam di Lampung dengan wawancarai orang-orang yang aktif dalam usroh pimpinan Abdullah Sungkar yang berpusat di Solo dan Jakarta. Hal ini tentu berbeda dengan apa yang terlihat sebelumnya, seperti adanya pengaruh Abdullah Sungkar lebih besar daripada Warsidi dalam membentuk pola pikir  tentang semangat hidup yang sesuai dengan syariat Islam dan kebencian mereka terhadap orde baru yang memberlakukan asas tunggal Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dengan membentuk manusia pancasilais sejati.
Penulis memusatkan pembahasannya dengan mempelajari orientasi keagamaan dan sikap politik Abdullah Sungkar, pola pikir gerakan yang diciptakan untuk menentang pemerintah orde baru. Dalam hal ini terlihat dengan jelas bahwa suatu konflik ini dilatarbelakangi oleh pemurnian kembali mengenai penerapan agama Islam dalam kehidupan sehaari-hari yang dianggap sudah banyak terlalu jauh melenceng. Kemudian sikap politik Abdullah Sungkar yakni menentang orde baru, hal ini dilakukan dengan berdakwah sambil bermuatan politik. Penyebaran jaringan di daerah Solo dengan cara berdakwah yang bermuatan politik tersebut menimbulkan terjadinya penangkapan secara besar-besaran. Penangkapan inilah yang mengalihkan dari daerah Solo ke daerah Lampung yang dianggap sebagai tempat yang lebih aman.
Mereka yang tergabung dalam peristiwa lampung mempunyai kesamaan dalam hal orientasi keagamaan dan sikap politik terhadap pemerintah. Terkait pemurnian agama, jaringan mereka mempunyai kesamaan pandangan dengan Muhammadiyah yang mempunyai visi ke depan yang hampir sama dengan gerakan di Lampung tersebut. Dengan kata lain, jaringan ini lebih mudah bekerja sama dengan kelompok Muhammadiyah daripada kelompok yang lain.
Penulis menyimpulkan bahwa peristiwa Lampung 1989 tidak dapat dimasukkan dalam gerakan Ratu Adil, sebagaimana yang diajukan oleh Sartono Kartodirdjo. Hal dianggap penulis sedikit tidak objektif, karena dianggap banyak menggunakan sumber yang digunakan oleh berita surat kabar tahun 1989. Dalam hal ini penulis melihat bahwa Warsidi bukanlah pimpinan tertinggi. Apabila kita lihat bahwa Warsidi merupakan sosok yang lebih melihat pada orietasi keagamaan, dimana Islam menjadi pegangan langsung merujuk pada Al-qur’an dan hadist. Dalam hal ini, mereka beranggapan bahwa pemikiran dan praktik kegamaan kalangan Islam tradisionalis dapat menghancurkan Islam sendiri.
Hal ini berlanjut, ketika pemerintah Orde Baru menginginkan penerapan ideology pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang dinggap berbeda dengan Ideologi Islam murni. Sehingga secara tidak langsung maka terlihat terjadi suatu konflik vertikal antara pemerintah dengan masyarakat. Meskipun pada awalnya kelompok Islam tradisionalis maupun pemurnian agama melakukan pertentangan, namun pada akhirnya menerima asas tunggal Pancasila. Kemudian sebagian besar yang ikut dalam kelompok ini tidak lain sebagian merupakan tokoh lokal Muhammadiyah.
Penulis juga melihat bahwa tulisan terdahulu mengenai tentang Warsidi dan kelompoknya menginginkan untuk mendirikan sebuah negara Islam menganggap hal ini sangat berlebihan karena tidak mempunyai jaringan nasional, regional, maupun internasional. Keinginan ini menurut penulis hanyalah menginginkan sebuah perkampungan yang menjamin warganya menerapkan syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari. Serta, menginginkan dibangunnya sekolah Islam dan pesantren yang lebih banyak untuk mengajarkan agama Islam yang dianggap sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist yang menunjang menyebarkan dalam pemurnian Islam sendiri.
 Kelebihan artikel ini adalah memperlihatkan sumber-sumber baru dan informan-informan dari masyarakat, yang mana dalam hal ini terlihat ketika mewanancarai orang yang dari mantan usroh setelah terjadi pembebasan politik. Selanjutnya, hal menarik lainnya adalah ketika dapat memperlihatkan bahwa gerakan yang ada di Lampung bukanlah suatu gerakan Ratu Adil. Namun dalam penulisan artikel ini tidak luput dari kelemahnya yakni  bahasanya yang sedikit rumit karena banyak hubungan-hubungan antara satu dengan yang lain, apabila dibaca tidak cukup dengan membaca satu kali. Selain itu, penulisan ini lebih cenderung terpengaruh bahwa peristiwa ini hanya menginginkan perkembangan perkampungan yang berlandaskan syaria’at Islam karena pada dasarnya dalam hal menginginkan kembali kesemua justru lebih menginginkan sesuatu yang lebih menerapkan syariat Islam dalam cangkupan yang lebih besar.
Disadur dari tulisan Abdul Syukur. 2008. “Jaringan Lokal Abdullah Sungkar dalam Peristiwa Lampung 1989”, Perspektif Baru  Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar