Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

Sekitar Sedjarah Kolonial dan Sedjarah Indonesia, Sedjarawan dan Pegawai Bahasa (W.PH Coolhaas)



Nama           : Siti Nur Hadisah B        Hari/Tgl        : Kamis, 4 Okt 2012
NIM             : 12/340216/PSA/07401  Dosen Pengampu : Dr. Sri Margana
Mata Kuliah : Historiografi

Dalam artikel ini, Coolhaas berusaha menguraikan penulisan sejarah tentang Hindia-Belanda yang menurutnya bahwa seorang sejarawan harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai orang pribumi maupun bangsa Belanda yang menjajah di Hindia-Belanda itu sendiri. Pengetahuan yang dimaksudkan ini tidak lain adalah mereka yang mempelajari ilmu bahasa, sastra dan purbakala tentang Hindia-Belanda beserta sejarahnya. Pengetahuan ini akan membuat penulisan sejarah semakin berwarna. Artikel ini juga berusaha memperlihatkan historiografi yang ditulis oleh sejarawan lain, seperti De Jonge, pengaruh Entusiasme Rousseau terhadap Raffles, Hageman, Veth, Brandes, dan sebagainya.
Coolhaas memaparkan tentang De Jonge (1962) yang menulis sejarah Hindia – Belanda berdasarkan arsip-arsip Belanda tentang kegiatan orang-orang Belanda di Indonesia dan menyadari tentang pentingnya dalam penggunaan sumber-sumber Indonesia. Hal ini dikarenakan, penulisan sejarah Indonesia jauh dari sejarah orang-orang Indonesia dalam segala pernyataan hidupnya, yangmana menurut De Jonge bahwa yang harus diketengahkan ialah sejarah kelompok-kelompok manusia dan bukan hanya organisasi kenegaraannya. De Jonge mengatakan bahwa mereka dengan mempelajari sejarah peradaban Indonesia lebih lama, akan lebih menghargai bagian dari Indonesia itu sendiri. Hal perlu digarisbawahi bahwa De Jonge merupakan salah orang liberal yang mempunyai gambaran tersendiri mengenai cerita yang De Jonge gambarkan mengenai Indonesia. Cerita secara menyeluruh belum tentu lengkap dan sebagian tidak selalu benar. Namun, pernyataan De Jonge mengenai pentingnya penggunaan sumber-sumber pribumi pada waktu itu merupakan suatu pernyataan yang luar biasa pada abad ke 19.
Lain halnya Hageman, yang menulis tentang “Sejarah Umum tentang Djawa dari Zaman Dahulu sampai Sekarang” tahun 1860. Tulisan ini lebih banyak menggunakan sumber-sumber pribumi dan dari sudut pandang yang berbeda. Begitu juga, karangan-karangan lain yang lebih menonjolkan peranan pribumi daripada orang-orang Eropa. Hal ini tentu sangat berbeda dengan suasana liberal yang terjadi waktu itu. Sehingga, Hageman dapat dikatakan seorang penemu kebudayaan Jawa tetapi tidak terlalu kritis dalam tulisannya. Selanjutnya Veth, seorang sarjana “menara gading” yang mempunyai kritis tajam meskipun beraliran liberal dengan mengatakan sejarah orang-orang pribumi sebagai sejarah orang-orang yang terjajah dengan memilih buku standar dalam menjelaskan mengenai pulau Jawa.
Kern (1857) merupakan seorang ahli dalam bidang sankskerta, menerbitkan tulisan yang berjudul “Bahan-bahan Bahasa untuk Menentukan Tanah Asal dari Bangsa-bangsa Melayu, Polynesia) dalam tahun 1889, yang menjelaskan kebudayaan Indonesia. Brandes, menangani sumber-sumber sastra Indonesia menguraikan bahwa Pararaton dan Negarakertagama merupakan dua sumber yang sangat penting. Berg juga tergerak untuk menunjukkan bahwa berbagai hasil sastra lama dari Jawa, yang terkesan sebagai tulisan-tulisan yang bersifat keagamaan atau mistis, juga roman yang ternyata mengandung bahan-bahan sejarah. Dalam hal ini, Berg lebih bersikap hati-hati dan tajam dalam berpikir mampu memberi kita suatu studi  (suatu karangan mengenai satu hal pokok). Menurut Berg, mempelajari sejarah didalam kehidupan Jawa yaitu menambah kekuatan magis daripada suatu dinasti.
Meinsma, menerbitkan suatu buku sejarah untuk pendidikan indolog-indolog, calon-calon pegawai pamong praja di Hindia, yang menaruh perhatian kepada lahirnya pemerintah yang cerah, kira-kira tahun 1860-an. Penulis keberatan terhadap buku Meinsme tentang sejarah daerah-daerah jajahan Belanda di Hindia Timur, Levyssohn Norman dan Hoek menulis tentang masa peralihan 1795—1815, dimana penulis melihat adanya jurang waktu. Usaha untuk mempelajari sejarah Jawa mengalami kemajuan yang pesat sekitar tahun 1900 , tetapi yang dimulai oleh De Jonge “opkomst”-nya mengalami “mandeg’ (berhenti). Penulis menyayangkan bahwa orang kurang bekerja sistematis, yang pada dasarnya tidak terjadi suatu kemajuan.
Hoesein Djajadiningrat  (1913) tentang sejarah Banten secara ilmiah modern memberi sumbangan terhadap sejarah Banten itu sendiri. Begitu juga, Poerbatjaraka yang pertama—tama adalah ahli bahasa yang memperlihatkan pentingnya peranan ahli bahasa dalam penulisan sejarah itu sendiri. Bagi Coolhaas, sejarah orang-orang Belanda tidak hanya di daerah Belanda saja, melainkan di berbagai bagian dunia. Belanda datang ke suatu tempat, dalam melakukan suatu perdagangan terdapat segi baik dan jahatnya, bagi keturunannya hendaknya mengikuti apa yang telah tecapai oleh orang-orang sebelumnya dinegara yang jauh. Mereka harus mengetahui bahwa banyak generasi sebelum mereka berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan yang sifatnya sama seperti yang akan mereka hadapi. Hendaknya suatu bangsa menulis sejarahnya sendiri, dengan demikian dapat terlihat di dalam karya-karya sejarahnya apa yang paling mengharukan.
Kelebihan dalam tulisan ini yang menarik bahwa Coolhaas ingin memaparkan bahwa suatu historiografi Hindia-Belanda tidak hanya menggunakan sumber-sumber kolonial, tetapi juga menggunakan sumber-sumber pribumi (Indonesia), tanpa mengesampingkan salah satu. Selain itu, Coolhaas memaparkan pentingnya peran dari ahli bahasa, sastra, dan purbakala dalam penulisan sejarah untuk mendapatkan suatu historiografi yang menarik dengan gaya penulisan dan bahasa yang mudah diterima tetapi tetap berdasarkan fakta-fakta pada sumber yang ada. Coolhas juga menginginkan tidak diabaikannya peranan orang-orang Belanda di tanah air Indonesia yang setelah 1900 Belanda secara sadar menyebarkan kebudayaannya. Dengan demikian terlihat jelas dalam tulisannya juga terdapat adanya suatu perasaan untuk memperbaiki citera VOC dalam perjalanan sejarah. Kelemahannya yakni terlalu cenderung terhadap karya De Jonge.
Disadur dari tulisan W.PH. Coolhaas. 1971. Sekitar Sedjarah Kolonial dan Sedjarah Indonesia, Sedjarawan dan Pegawai Bahasa. Djakarta: Bharara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar