Halaman

Kamis, 10 Januari 2013

Irelevansi dan Relevansi Dalam Ilmu Sosial dan Tawaran Konseptualisasi Untuk Mendamaikannya


Nama   : Akhmad Ryan Pratama
NIM    : 12/339260/PSA/07260
            Apa yang ditulis dalam bab 6 buku ini membahas mengenai  fakta empiris bahwa ilmu social dan humaniora yang berkembang dalam masyarakat dunia ke tiga atau masyarakat berkembang semuanya berasal dari prngaruh hagemoni pemikir-pemikir colonial. Sehingga menurut Alatas ilmu-ilmu tersebut menimbulkan masalah relevansi disiplin-disiplin dalam dunia ketiga. Dalam bab 6 ini Alatas melakukan analisis terhadap kepentingan-kepentingan colonial dan postcolonial terhadap irelevansi ilmu social di dunia ke tiga. Seperti penanaman disiplin ilmu dan pengadopsian agenda riset barat di negara-negara berkembang telah menimbulkan reaksi dikalangan dunia ketiga, yang mempersoalkan relevansinya di negara-negara berkembang. Bagaimana setelah ilmuwan di negara berkembang mengaplikasikan konsep keilmuwan barat tersebut dan ternyata hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapakan karena timbulnya irelevansi konsep.
            Disiplin-disiplin ilmu telah didehumanisasikan dan sudah sangat menyimpang dari realiatas dimana ilmu tersebut diaplikasikan, pengaplikasian sebuah metodologi penelitian yang ada dalam disiplin ilmu bukannya malah menyeleasaikan permasalahan namun malah menambah permasalahan baru. Seakan-akan ilmu terlepas atau semakin dijauhkan dengan manusia dan lingkuangannya sebagai objek kajian dari ilmu itu sendiri. Seperti apa yang ditulis oleh Gunnar Myrdal dalam bukunya yang berjudul, “Bangsa-Bangsa Kaya dan Miskin”. Buku tersebut menurut saya salah satu bentuk upaya Myrdal melakukan dekonstruksi terhadap realita ekonomi yang terjadi terhadap negara-negara berkembang. Walaupun menurut saya tulisan Myrdal ini sudah sangat tidak faktual apabila dihubungkan dengan kondisi perekonomian dunia saat ini sangat tidak relevan dimana Eropa dan Amerika mengalami kelesuhan ekonomi dan China muncul sebagai kekuatan baru perekonomian dunia.
Tulisan Myrdal merupakan suatu tinjauan yang sangat kritis bagaimana setelah Perang Dunia II berakhir muncullah negara-negara baru yang merdeka terlepas dari penjajahan negara-negara Barat yang kaya. Negara-negara berkembang tersebut memiliki taraf hidup yang rendah dan perekonomian yang terbelakang, dan memiliki berbagai macam permasalahan dari pertambahan jumlah penduduk yang sangat besar tanpa adanya peningkatan kesejahteraan yang sebanding dengan jumlah peningkatan penduduk, sehingga tingkat kemiskinan masih sangat besar. Jarak antara si kaya dan si miskin juga terbentang sangat jauh. Dalam buku ini Myrdal melakukan analisisinya setelah Perang Dunia II berhasil, terdapat 3 analisis ekonomi yang menurut saya sangat penting yang dapat diambil dalam buku ini, yang pertama ialah Dunia ini hanya oleh sedikit negara-negara yang (sangat) kaya dan sejumlah besar negara-negara yang sangat miskin. Kesimpulan kedua yang disampaikan Myrdal dalam buku ini ialah bahwa pondasi perkembangan ekonomi negara-negara kaya sangat stabil dan terus berjalan, sedangkan pondasi negara-negara berkembang tidak jelas dan terkadang perkembangan ekonominya berhenti. Kesimpulan terakhir yang ingin disampaikan Myrdal ialah bahwa jurang ketidakmerataan ekonomi anatara negara-negara maju dan negara-negara berkembang semakin bertambah besar, Myrdal menerapkan kritik yang sangat keras bagaimana mungkin konsep teori ekonomi Barat diterapkan di negara-negara berkembang yang memiliki kondisi serta latar belakang yang berbeda dengan negara-negara Maju. Akibat dari penerapan teori-teori ekonomi yang sangat tidak relevan apabila diterapkan di negara-negara berkembang. Secara keseluruhan apa yang ditulis Myrdal merupakan upaya dekolonialisasi terhadap hagemoni teori-teori ekonomi kolonial, dan menyadarkan para ilmuwan (khususnya dibidang ekonomi) di negara berkembang agar melakukan refleksi dan mulai mengatur serta menerapkan kebijakan ekonomi mereka tidak terlalu terpaku kepada teori-teori ekonomi Barat, namun juga harus memprioritaskan untuk mempertimbangkan realitas yang terjadi serta nilai-nilai lokal yang dihadapi dalam mengambil sebuah kebijakan ekonomi.
Alatas menyebut bahwa ilmuwan negara-negara berkembang telah melakukan suatau tipologi irelevansi saat pikiran mereka sudah terbelenggu oleh disiplin ilmu yang telah dibangun oleh para ilmuwan kolonial. Akhirnya para ilmuwan di negara berkembang kekurangan orisinalitas dan cenderung mereproduksi kembaali konsep-konsep keilmuwan kolonial. Alatas sendiri menawarkan bagaimana cara untuk mengadopsi konsep-konsep ilmu serta metdodologi untuk bias diterapakan atau relevan untuk mengkaji negara-negara berkembang. Untuk itu Alatas memfokuskan untuk mendekosntruksi teori dan konsep, teori dan konsep tersebut harus diuji kembali dengan realitas yang ada, sehingga dapat diperoleh relevansinya atau kesesuaianannya dengan realitas. Setelah itu ilmu sosial yang relevan pada tataran ini mungkin tidak harus loyal atau setia kepada model barat, sehingga konsep atau teorinya dapat berubah-rubah. Pada tataran ilmu social terapan, ilmu sosial yang relevan meneyrtakan penghapusan kebijakan, perencanaan, dan pembuatan keputusan inrelevan. Selain itu terdapat kerjasama antara voluntir, organisasi pemerintah, maupun non pemerintah dalam melakukan implementasinya dengan tujuan memulihkan relevansi, yaitu terfokus kepada orisinalitas, kesesuaian(antara asumsidan realitas), keberlakuan, afinitas (antara interaksi masyarakat dengan lingkungannya tak teralienasi), demistifikasi, dan rigorus.  
Daftar Bacaan Tambahan:
Myrdal, Gunnar. Bangsa-Bangsa Kaya dan Miskin. Terj. Paul Sitohang Jakarta: Yayasan Obor, 1980.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar