Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

Historisme dan Historiografi di Indonesia (Sue Nichterletn) dan On the Study of Southeast Asian History (D. G. E. Hall)



Nama                    : Siti Nur Hadisah B        Hari/tgl       : Kamis, 18 Okt 2012
No. Mhs       : 12/340216/PSA/7401    Dosen Pengampu   : Dr. Sri Margana
Mata Kuliah          : Historiografi


A.    Historisme dan Historiografi di Indonesia
Karl Mannheim berpendapat bahwa historisme merupakan motif dominan intelektual Barat kontemporer. Historisme menggantikan doktrin lama, karena relatif dan status mutlak dipertanyakan untuk gaya baru filsafat sosial yang telah menekankan kebetulan dan perubahan. Sejarah ditulis sebelum generasi bersejarah-filosofis, bukan historiografi yang membawa kita historisme, tetapi proses sejarah berubah ke historisme. Visi historis-filosofis memberikan rujukan utama untuk filsafat Barat. Kemudian penyair Meksiko, Octavio Paz, juga berpendapat bahwa historisme (sikap sejarah) merupakan fungsi dari cara tertentu mengetahui dunia.
Ketika ia menganjurkan mengkritik terhadap tulisan-tulisan Claude Levi Strauss, bahwa citra dari dunia orang-orang merupakan konsekuensi dari sejarahnya. John RW Smail memaparkan bahwa krisis dalam historiografi, khususnya studi Asia Tenggara modern, dimungkinkan suatu Sejarah Otonomi Asia Tenggara modern. Pada akhir dominasi kolonial, Smail menyarankan istilah historiografi sejarah Asia Tenggara merujuk pada sejarah negeri umum daerah. Sehingga hubungan kolonial hanya bagian dari satu bahkan lebih besar, tema pertemuan Barat dan Timur, penyebaran budaya Barat ke setiap bagian dari dunia ke dalam peradaban dunia tunggal.
Revolusi 1945 merupakan klimak dari suatu proses yang menemukan awal dalam kelahiran gerakan nasional. Soedjatmoko mengakui bahwa sebuah kesadaran historis Indonesia yang sedang dihasilkan dan tidak bisa hanya disamakan dengan Barat. Periodisasi sejarah Indonesia harus berakar dalam pengembangan otonom sejarah itu sendiri. Kesadaran sejarah dipandang sebagai bagian fundamental dari Indonesia (Identity) dalam dunia modern.
Soedjatmoko memaparkan bahwa hampir tidak mungkin studi modern sejarah Indonesia tidak merasakan dampak dari sikap sejarah budaya tradisional Indonesia. Pengaruh ini dapat dilihat pada kecenderungan mitologi.  Konsep historis Barat diperkenalkan ke dalam kerangka intelektual Indonesia dapat ditemukan dalam analisis linguistik dari bahasa nasional, Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia baru-baru ini mengembangkan perangkat sintaksis untuk mengekspresikan konsep historis Barat, yang menunjukkan bahwa itu hanya pada abad ke-16 bahwa Melayu yang digunakan di kepulauan Indonesia mengembangkan konjungsi untuk temporal yaitu bahwa hubungan waktu datang mereka harus dilihat sebagai kausal.
Setidaknya, Abdullah merekonstruksi sebagai subyek yang semakin dilihat sebagai agen tindakan sendiri. Hilgers-Hesse telah meneliti perkembangan lebih lanjut dari inovasi sintaksis antara sastrawan Indonesia menulis setelah tahun 1920-an. Hilgers-Hesse menunjuk ke sebuah bagian dari Mochtar Lubis untuk menggambarkan berbagai pengembangan kapasitas bahasa untuk mengekspresikan basis temporal motivasi manusia sejak abad keenam belas.
Perdebatan sejarah Indonesia yang telah berlangsung sejak akhir rezim kolonial Belanda pada tahun 1942 tidak dapat kategoris dibedakan dari perkembangan akun sejarawan Belanda dari Hindia Belanda. Dua dekade terakhir pemerintahan Belanda telah menjadi masa rekonstruksi pemikiran seperti antara sejarawan Belanda tentang tempat di mana sejarah mereka Hindia Belanda yang ditulis. Dalam arti luas, telah terjadi pergeseran dari melihat Nusantara sebagai tambahan tapi daya metro-politan (sudut pandang Europocentric atau Neerlandocentric) untuk pengakuan tenta-tive otonomi sejarah Indonesia.
Pergeseran dari pandangan Eropa-sentris nusantara untuk Indonesia-sentris setelah peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sartono menunjukkan istilah "nasionalisme Indonesia" menandai perkembangan politik. Salah satu kontribusi paling awal ke historiografi Indonesia berasal dari Pane Sanusi. Komitmen Pane terhadap warisan misticist Timur dan penolakannya terhadap etika individualis Barat. Pane mampu mengakomodasi kecenderungan monistiknya intelektual rezim Jepang dan selama periode perang. Pandangan seseorang tentang sejarah dan penggunaan sejarah tidak dapat dipisahkan dari nilai dari pandangan keseluruhan hidup seseorang seperti sejarah sebagai bbsolute seseorang dapat hanya memeriksa sumber sejarah dan berspekulasi tentang hubungan mereka. Pane percaya setiap zaman harus dinilai pada kemampuannya sendiri, bukan dalam hubungan dengan periode sebelumnya.
Definisi historiografi Indonesia seminar sejarah, diselenggarakan oleh Sultan Yogyakarta di UGM pada tahun 1958, yang diarahkan ke enam bidang yang menjadi perhatian menuju historiografi Indonesia, antara lain, konsep filosofis sejarah nasional, periodisasi sejarah Indonesia, persyaratan untuk menulis buku teks dalam bahasa Indonesia, pengajaran sejarah di sekolah-sekolah, pelatihan sejarawan, pelestarian dan penggunaan bahan sejarah. Tetapi pada saat yang sama telah ada penyelidikan sering menjadi implikasi dari periodisasi dan pengertian tentang subjektivitas dan objektivitas dalam sejarah tertulis. Namun, perlu disadari bahwa sejarah bersifat subjektif karena sifat-sifat pribadi seseorang, pengalamannja, pergaulan dan tempatnya. Semua itu mempunyai pengaruh terhadap tulisan maupun ceriteranya.
B.    On the Study of Southeast Asian History
Studi tentang sejarah Asia Tenggara terdapat kesenjangan yang belum terjembatani dan kekurangan lainnya dalam pengetahuan terlalu besar dan para pekerja di bidang sejarah sendiri terlalu sedikit. Penemuan yang luar biasa dari kedua fakta dan interpretasi yang telah dibuat, terutama oleh sarjana Perancis dan Belanda masing-masing di daratan dan pulau Asia Tenggara, terutama untuk periode Eropa, sangat besar. Sarjana Asia serta Barat membuat kontribusi yang mengesankan, tetapi pekerjaan masih dalam tahap pelopornya. Ia berusaha menemukan dan pengumpulan bukti, penelitian dasar menjadi sumber yang sebelumnya belum diselidiki atau tidak dieksplorasi, ini adalah hal penting yang dihadapi saat ini.
Pekerjaan yang sangat penting semacam ini sedang dilakukan saat ini. Hanya beberapa contoh, ada studi terbaru Bernard Philippe Groslier tentang Angkor, dimana ia dimasukkan dalam eksposisi bahan dasar pertama dari peradaban Khmer kuno, sisa-sisa keindahan arsitektur yang masih tak tertandingi. Ada dua studi dari prasasti abad ke-18 dan abad ke-19 dari Jawa (Prasasti Indonesia) yang telah merevolusi pengetahuan tentang masa Sailendra. Paul Wheatley memeriksa tulisan-tulisan Cina, Yunani, Arab, Persia dan India yang berkaitan dengan  sejarah geografi awal Malaya, Karya besarnya tentang sejarah Burma sampai dengan akhir abad ke-13, belum pernah dipublikasikan. Selanjutnya, penelitian Profesor CC Berg sastra Jawa Kuno, terutama pertanyaan ke dalam historisitas kompilasi terkenal seperti Nagarakertagama dan Babad Tanah Jawi.
Contoh-contoh ini semua berhubungan dengan sejarah awal daerah, merekamengilustrasikan sejumlah poin penting tentang studi nya: (1) Pentingnya sumber-sumber Cina dibandingkan dengan yang lain, seperti sumber India, kronik adat mengandung mitos; (2) epigrafi masih menawarkan lapangan kaya untuk peneliti; (3) Arkeologi, ia memiliki konsentrasi dengan luar biasa, bukan pada apa yang di bawah permukaan atau tidak bisa dilihat; (4) Sejarah adat dan tulisan-tulisan lainnya merupakan reservoir besar legenda, cerita rakyat, tradisi dan sejarah informasi yang baik. Hanya beberapa yang telah digunakan oleh para sejarawan. Hal ini juga dapat dikatakan sebagai langkah untuk melestarikan sumber tersebut, karena memang banyak telah melalui mischances seperti sejarah, misalnya, penghancuran Ayuthaya, ibukota lama Siam, oleh Bur-mese pada tahun 1767.
Studi perbandingan materi adalah tugas yang jauh lebih besar. Bagi penulis, masalah yang terlibat dalam menggunakan perbandingan materi sebagai sumber-material sejarah dapat dipelajari dalam banyak artikel Profesor CC.Berg pada subjek dalam jurnal dari karya utamanya, De Evolutie der lavaunse Geschiedschrijving dan Herkomst, Vorm en functie der Middeljavaanse Rijksdelingstheorie (Amsterdam, 1953). Kemudian juga studi comparative akan melibatkan literatur dalam bahasa Burma, Mon, Tai, Khmer, Vietnam, Melayu, Jawa, Sunda, Bugis dan Bali, begitu serius kendala bahasa yang sangat jelas mempengaruhi tulisannya.
C.    Komparasi Historisme and Historiografi di Indonesia & On the Study of Southeast Asian History.
Dalam dua artikel diatas sama-sama mengenai tentang penulisan sejarah yang memperlihatkan suatu gambaran tentang penulisan sejarah  itu sendiri, dimana dalam penulisan tersebut memaparkan bahwa bahasa dalam penulisan sejarah merupakan hal yang sangat penting (esensial) dalam menginterpretasikan suatu sumber sejarah. Selain itu, sikap sejarah dalam penulisan di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia lebih pada membalikkan pandangan dari Eropa sentris menjadi Indonesia sentris, sehingga dalam perkembangannya terdapat beberapa kendala dalam penulisan sebuah historiografi Indonesia itu sendiri.
Selain itu, penulisan sejarah tidak boleh mengesampingkan sumber-sumber yang berasal dari sejarah daerah agar memperoleh suatu gambaran yang lengkap dalam melihat sejarah negara itu sendiri. Dengan demikian, baik sikap sejarah dan historiografi Indonesia dalam studi sejarah asia Tenggara juga dapat dikatakan menjadi lebih terlihat perananya dalam peradaban ketika terjadi suatu perubahan dalam historiografi itu sendiri dengan tidak memberatkan sebelah atau mencakup seluruh sumber yang ada, kemudian menginterpretasikannya menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga memperoleh hasil historiografi yang utuh pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar