Halaman

Jumat, 25 Januari 2013

DUA LENSA KACAMATA: MELIHAT SEJARAH INDONESIA “BARU” DARI SUDUT PANDANG SARJANA ASING DAN LOKAL


Ghifari Yuristiadhi (12/340109/PSA/07394)

Tulisan ini merupakan review perbandingan dua artikel yang merupakan bagian “Kata Pengantar” dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1400-2004 karya MC. Ricklefs (2004) dan Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 karya Sartono Kartodirjo (1987). Satu hal yang menarik dalam membandingkan keduanya adalah penggunaan kata “modern” oleh Ricklefs dan “baru” oleh Sartono. Bisa digeneralisasi bahwa sebenarnya antara keduanya membawa ide yang sama terkait konsepsi bahwa buku yang mereka tulis adalah era baru dalam sejarah Indonesia.

Masalah Periodesasi
Ricklefs memilih periodesasi dalam kurun modern Indonesia dimulai pada 1200, sedangkan Sartono memilih 1500. Ada tiga alasan utama mengapa Ricklefs memilih periode 1200 sebagai gerbang Indonesia Modern. Ketiganya disebut Ricklefs sebagai unsur fundamental yang memberikan kesatuan historis pada periode ini. Pertama, unsur kebudayaan dan agama, terutama proses Islamisasi yang berlangsung dari kurun itu sampai saat ini. Kedua, unsur topik saling pengaruh antara orang Indonesia dan Barat yang mulai tahun 1500 sampai sekarang. Ketiga, historiografi kaitannya dengan sumber-sumber primer sepanjang periode ini ditulis hampir secara ekslusif dalam bahasa Indonesia modern (Jawa, Melayu, dan seterusnya, bukan Jawa Kuno ataupun Melayu Kuno) dan dalam bahasa-bahasa Eropa. Kesimpulan Ricklefs bahwa antara tahun 1300 sampai kurang lebih 1500, ketiga unsur-unsur itu muncul dan terus ada sejak saat itu.

Sedangkan Sartono, 1500 dimaknai sebagai proses mula integrasi progresif di Nusantara. Sartono mencontohkan, interaksi antar-unit pada kurun itu terjadi lewat komunikasi, mulai dari hubungan perkawinan, perang, perampokan, perbudakan, pelayaran, perdagangan, diplomasi dan persekutuan. Proses lain yang terjadi para kurun 1500 adalah proliferasi kekuasaan dengan fakta terjadinya penumpukan barang dagangan dalam rangka penyelenggaraan perdagangan internasional. Pada perkembangannnya, penguasa setempat kemudian ikut mengambil bagian dalam pelayaran dan perdagangan. Perdaganan itulah yang membuka interaksi kultural dengan dunia luar yang membawa ideologi, sistem kepercayaan, sistem politik, dan pelbagai unsur kebudayaan lainnya seperti kesenian, kesastraan, filsafah dan lainnya. Inilah yang disebut Sartono sebagai faktor eksogen. Faktor tersebut ternyata membawa implikasi pada internal masyarakat antara lain krisis, konflik, perpecahan dan pergolakan. Inilah yang disebutnya sebagai faktor endogen. Sartono melihat bahwa faktor eksogen mempengaruhi faktor endogen dan telah menjadi pola umum bahwa eksistensi luar atau asing membawa ketidakstabilan masyarakat, perubahan selalu merusak status quo.

Tujuan Penulisan
Ricklefs menuliskan dengan gamblang latar belakang ditulisnya buku ini dalam prakata edisi pertama (1981), antara lain karena kebutuhan mahasiswa yang ingin serius menyelidiki sejarah Indonesia sejak kedatangan Islam. Karya-karya sejarah Indonesia pada kurun 1981 masih sangat spesifik, banyaknya karya-karya ini yang ditulis dalam bahasa asing, dan sulitnya akses ke beberapa tema sejarah Indonesia yang disajikan di buku ini. Literatur ada ada jelang tahun 1981 juga terlalu menekankan aspek kolonial. Selain itu, kronologi yang disusun oleh karya-karya yang ada sebelunmnya tidak memberikan kronologi yang jelas terkait dengan sejarah Indonesia. Secara umum, hadirnya buku ini menurut Ricklefs ingin memberikan narasi yang mendasar tetapi rinci tentang sejarah Indonesia sejak tahun 1300 dan menjadi pengantar isu-isu penting pada periode tersebut dan panduan terhadap sumber-sumber sekunder paling penting yang diterbitkan.

Sedangkan Sartono, sejak awal juga menyatakan bahwa dalam buku ini dia menulis total history of Indonesia karena memandang perkembangan masyarakat Indonesia sebagai satu kesatuan. Konsep kesatuan inilah yang digunakan sebagai kerangka yang mencakup segala aspek perkembangan historis pada periode 1500-1900 itu. Sartono juga menyampaikan apa yang akan diuraikan dalam buku ini sebagai sebuah rekonstruksi atau penggambaran perkembangan kehidupan bangsa Indoensia. Dalam perkembangan itu, antara proses dan stuktur terjadi dialektika dan keduanya menjadi saling mengait dan mempengaruhi. Namun, apa bila melihat gejolak yang muncul pada diri Sartono ketika dia memilih untuk keluar dari tim penulisan Sejarah Nasional Indonesia lah yang menjadi dorongan besar mengapa dia harus segera menyaipkan buku “tandingan”-nya ini.

Penutup
Meskipun seorang asing, keindonesiaan Ricklefs tidaklah bisa diragukan. Karyanya Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 menjadi magnum opus dan pembuktian bahwa dia mengenal Indoenesia secara komprehensif. 1200 yang dipilihnya sebagai patokan membuka periode modern Indonesia menarik untuk diperhatikan. Sedangkan Sartono Kartodirjo yang semua orang mengenalnya sebagai peletak dasar pendekatan ilmu sosial dalam sejarah mampu mendebat karya sejarawan orde baru yang sangat rezim-sentris dengan cara yang sangat elegan. Buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 memberikan perspektif yang komprehensif terkait sejarah Indonesia. Gerbang “baru” yang dipilihnya pada kurun tahun 1500. Antara keduanya punya subjektivitas perspektif (istilah Bambang Purwanto) yang berbeda. Satu titik temu keduanya bahwa era “modern” dan “baru” mempunyai ciri-ciri menjadi titik tolak dalam perubahan yang komprehensif dalam sejarah Indonesia selanjutnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar