Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

BAB II Meneliti lewat mata Imperialisme


Nama : Rika Inggit Asmawati
NIM     : 12/339398/PSA/7286
Linda Tuhiwai Smith mencoba menulis buku dekolonisasi metodologi dalam cara pandang bangsa terjajah. Menurutnya, Barat menolak kemungkian bahwa bangsa terjajah dapat menciptakan budaya dan nation sendiri.  Jika imperealisme dinyatakan telah mati, tetapi Linda Tuhiwai Smith memandang bahwa imperialism Barat terhadap timur masih tetap ada. Penjajahan itu dilakukan barat melalui penjajahan pikiran, memalui cara pandang imperialism. Cara pandang imperialism menurutnya diabadikan melalui infiltrasi pengetahuan : menghimpun penduduk bangsa terjajah, mengklasifikasikan dan merepresentasikan dengan segala macam cara barat, lalu lewat kaca mata Barat dikembalikan lagi kepada bangsa terjajah. Hal ini yang menurut Edward Said dikatakan sebagai orientalisme . walaupun tidak selamanya cara pandang orientalisme itu buruk bagi bangsa terjajah, tetapi dalam orientalisme, Barat masih saja beranggapan superior sedangkan Timur selalu diketegorikan inferior.
Dalam Bab II, Meneliti Lewat Mata Imperialisme, Linda Tuhiwai Smith Linda Tuhiwai Smith, mengungkapkan tentang perbedaan antara konsepsi Barat dan Pribumi tentang dunia yang selalu terlihat sangat kontras. Pribumi dalam hal ini bangsa terjajah masih saja dianggap sebagai hal yang menjijikan  dan barbar. Banyak dari kepercayaan itu yang masih bertahan, mengurat dalam bahasa dan kisah-kisah pribumi yang terpatri dalam ingatan. Hal ini adalah merupakan salah satu misi barat.
Tentang masalah ras dan gender, Linda Tuhiwai Smith juga mengutip pendapat David Theo Goldberg yang berpendapat bahwa salah satu konsekuensi barat melakukan imperialism adalah menjadikan cara pandang barat , pembicaraan dan interaksi dengan dunia yang mutlak mengakar dalam wacana rasialisasi. Dalam filsafat Yunani misalnya, sebagai cara merasionalisasi karakteristik mendasar dan kewajiban-kewajiban budak. Sastra dan seni abad pertengahan menghadirkan monster-monster menakjubkan dan mahluk setengah binatang dari negri antah berantah.
Konsep barat mengenai ras beririsan dengan konsep tentang gender. Gender bukan hanya menunjuk peran perempuan dan bagaimana peran perempuan itu dilupakan, melainkan juga mengacu pada hubungan antara laki-laki dan perempuan. Proses deskripsi berdasarkan gender terhadap other tersebut meninggalkan dampak nyata bagi para wanita pribumi dan cara-cara wanita pribumi dideskripsikan, diobyektifikasi dan direpresentasikan oleh orang-orang Eropa abad ke 19 yang mewariskan marjinalisasi pada masyarakat-masyarakat pribumi seperti yang terjadi pada masyarakat penjajah. Di New Zealand, isu-isu tersebut menjadi subyek sebuah gugatan yang diajukan sekelompok perempuan Maori terkemuka ke Waitangi Tribunal.
Penelitian lewat mata imperial mendeskripsikan sebuah pendekatan yang mengasumsikan bahwa ide-ide barat tentang hal paling fundamental adalah satu-satunya ide yang mungkin diterima, barangkali rasional dan bisa menjelaskan dunia, kehidupan social dan manusia. Itulah sebuah sebuah pendekatan terhadap bangsa pribumi yang masih memperlihatkan kesan superioritas bawaan. Beberapa kelompok peneliti pribumi dan minoritas akan menyebut pendekatan tersebut rasis. Linda Tuhiwai Smih juga beranggapan bahwa masih ada orang yang atas nama ilmu pengetahuan dan kemajuan masih menganggap bangsa pribumi sebagai spesipmen, bukan manusia.
            Meskipun akhir-akhir ini muncul wacana untuk menandingi orientalisme dengan ocsidentalisme, dengan memutarbalikan cara pandang, oksidentalisme berbicara tentang cara pandang timur terhadap barat. Tetapi sebenarnya, hal itu tidak perlu dilakukan. Karena jika hal itu dilakukan sama hal nya sejarah kembali tidak akan dipahami secara universal. Sejarah hanya akan dimiliki kelompok tertentu dan akan menjadi duri bagi kelompok yang lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar