Nama : Rika
Inggit Asmawati
NIM : 12/339398/PSA/7286
Linda Tuhiwai Smith mencoba
menulis buku dekolonisasi metodologi dalam cara pandang bangsa terjajah.
Menurutnya, Barat menolak kemungkian bahwa bangsa terjajah dapat menciptakan
budaya dan nation sendiri. Jika
imperealisme dinyatakan telah mati, tetapi Linda Tuhiwai Smith memandang bahwa
imperialism Barat terhadap timur masih tetap ada. Penjajahan itu dilakukan
barat melalui penjajahan pikiran, memalui cara pandang imperialism. Cara pandang
imperialism menurutnya diabadikan melalui infiltrasi pengetahuan : menghimpun
penduduk bangsa terjajah, mengklasifikasikan dan merepresentasikan dengan
segala macam cara barat, lalu lewat kaca mata Barat dikembalikan lagi kepada
bangsa terjajah. Hal ini yang menurut Edward Said dikatakan sebagai
orientalisme . walaupun tidak selamanya cara pandang orientalisme itu buruk
bagi bangsa terjajah, tetapi dalam orientalisme, Barat masih saja beranggapan
superior sedangkan Timur selalu diketegorikan inferior.
Dalam Bab II, Meneliti
Lewat Mata Imperialisme, Linda Tuhiwai Smith Linda Tuhiwai Smith, mengungkapkan
tentang perbedaan antara konsepsi Barat dan Pribumi tentang dunia yang selalu
terlihat sangat kontras. Pribumi dalam hal ini bangsa terjajah masih saja dianggap
sebagai hal yang menjijikan dan barbar.
Banyak dari kepercayaan itu yang masih bertahan, mengurat dalam bahasa dan
kisah-kisah pribumi yang terpatri dalam ingatan. Hal ini adalah merupakan salah
satu misi barat.
Tentang masalah ras dan
gender, Linda Tuhiwai Smith juga mengutip pendapat David Theo Goldberg yang
berpendapat bahwa salah satu konsekuensi barat melakukan imperialism adalah
menjadikan cara pandang barat , pembicaraan dan interaksi dengan dunia yang
mutlak mengakar dalam wacana rasialisasi. Dalam filsafat Yunani misalnya,
sebagai cara merasionalisasi karakteristik mendasar dan kewajiban-kewajiban
budak. Sastra dan seni abad pertengahan menghadirkan monster-monster
menakjubkan dan mahluk setengah binatang dari negri antah berantah.
Konsep barat mengenai ras
beririsan dengan konsep tentang gender. Gender bukan hanya menunjuk peran
perempuan dan bagaimana peran perempuan itu dilupakan, melainkan juga mengacu
pada hubungan antara laki-laki dan perempuan. Proses deskripsi berdasarkan
gender terhadap other tersebut meninggalkan dampak nyata bagi para wanita
pribumi dan cara-cara wanita pribumi dideskripsikan, diobyektifikasi dan
direpresentasikan oleh orang-orang Eropa abad ke 19 yang mewariskan
marjinalisasi pada masyarakat-masyarakat pribumi seperti yang terjadi pada
masyarakat penjajah. Di New Zealand, isu-isu tersebut menjadi subyek sebuah
gugatan yang diajukan sekelompok perempuan Maori terkemuka ke Waitangi
Tribunal.
Penelitian lewat mata
imperial mendeskripsikan sebuah pendekatan yang mengasumsikan bahwa ide-ide
barat tentang hal paling fundamental adalah satu-satunya ide yang mungkin
diterima, barangkali rasional dan bisa menjelaskan dunia, kehidupan social dan
manusia. Itulah sebuah sebuah pendekatan terhadap bangsa pribumi yang masih memperlihatkan
kesan superioritas bawaan. Beberapa kelompok peneliti pribumi dan minoritas
akan menyebut pendekatan tersebut rasis. Linda Tuhiwai Smih juga beranggapan
bahwa masih ada orang yang atas nama ilmu pengetahuan dan kemajuan masih
menganggap bangsa pribumi sebagai spesipmen, bukan manusia.
Meskipun
akhir-akhir ini muncul wacana untuk menandingi orientalisme dengan
ocsidentalisme, dengan memutarbalikan cara pandang, oksidentalisme berbicara
tentang cara pandang timur terhadap barat. Tetapi sebenarnya, hal itu tidak
perlu dilakukan. Karena jika hal itu dilakukan sama hal nya sejarah kembali
tidak akan dipahami secara universal. Sejarah hanya akan dimiliki kelompok
tertentu dan akan menjadi duri bagi kelompok yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar