NIM : 12/339811/PSA/7357
Dalam
bab kedua buku ini, disebutkan bahwa kebanyakan kritik terhadap penelitian
terpusat pada teori pengetahuan empirisme dan paradigma ilmiah positivisme yang
merupakan turunan dari empirisme itu sendiri. Positivisme mengambil posisi menerapkan
pandangan-pandangan tentang bagaimana cara dunia alamiah itu bisa dikaji dan
dipahami bagi dunia sosial. Cara-cara yang ditempuh untuk memahami dunia
direduksi menjadi masalah penafsiran, maka fokus pemahaman jadi lebih terpusat
pada problem-problem prosedural. Disebutkan di sini bahwa sebagian besar kritik
pribumi terhadap penelitian diberi sebutan penelitian putih, penelitian
akademis atau penelitian orang luar (outsider
research). Ilmuwan Barat sendiri menyebut diri sendiri tidaklah relevan
bagi bangsa pribumi karena sudah mengalami penelitian tiada habisnya dengan
watak luar biasa eksploratif. Dalam hal ini, dari perspektif pribumi penelitian
Barat tidak lebih dari sekedar penelitian yang ditempatkan pada suatu tradisi
positivisme.
Stuart
Hall menunjukkan bahwa Barat adalah sebuah ide atau konsep, sebuah bahasa untuk
membayangkan kompleksnya rangkaian cerita, ide, peristiwa sejarah dan hubungan
sosial. Hall menegaskan bahwa konsep tentang Barat berfungsi dalam cara yang
(1) memungkinkan ‘kita’ mengkarakterisasi dan mengklarifikasi masyarakat ke dalam berbagai kategori; (2)
memadatkan citra kompleks berbagai masyarakat lain melalui suatu sistem representasi;
(3) menyediakan sebuah model perbandingan standar; (4) menyediakan kriteria
evaluasi yang bisa memperingatkan masyarakat-masyarakat lain. Dengan prosedur
itulah bangsa pribumi berikut masyarakat mereka dikodekan ke dalam sistem
pengetahuan Barat.
Pengetahuan,
filsafat dan definisi tentang sifat manusia Barat membentuk apa yang oleh
Foucault disebut sebagai sebuah arsip kultural, sementara orang lain mungkin
menyebutnya ‘gudang’ sejarah, artefak, ide, teks dan atau gambar, yang
diklarifikasi, diawetkan, ditata dan
direpresentasikan kembali ke Barat. Disebutkan bahwa, arsip kultural Barat
merepresentasikan tradisi pengetahuan berlapis. Foucault juga menyatakan bahwa
arsip tersebut menguak dan ‘pranata praktek’ Barat sendiri tidak sanggup
mendeskripsikannya karena ia beroperasi dalam pranata tersebut dan ternyata
diterima begitu saja. Dalam hal ini, Hall mengatakan bahwa arsip kultural Barat
berfungsi dengan cara yang memungkinkan terjadinya pergeseran dan
transformasi—yang kadang secara luar biasa dan radikal—tanpa arsip itu sendiri,
berikut model klarifikasi dan sistem representasi yang terkandung di dalamnya
dihancurkan.
David
Theo Goldberg berpendapat bahwa salah satu konsekuensi pengalaman Barat di
bawah imperialisme adalah cara Barat memandang, membicarakan dan berinteraksi
dengan dunia yang mutlak mengakar dalam wacana rasialisasi (racialized discourse). Konsep Barat
sendiri mengenai ras beririsan secara rumit dengan konsep tentang gender.
Gender bukan hanya menunjuk pada peran perempuan dan bagaimana peran itu
dilupakan, tetapi juga mengacu pada hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Bentuk-bentuk
penelitian Barat juga bertumpu pada ide-ide kultural tentang ‘diri’ manusia dan
hubungan antara individu dengan kelompok tempat ia (laki-laki atau perempuan)
bergabung. Ide-ide tersebut menunjukkan bahwa hubungan antar individu atau
antar kelompok pada dasarnya bersifat kausal serta bisa diamati dan diprediksi.
Masyarakat Eropa sendiri, pada awalnya tidak banyak membuat perbedaan antara
manusia dan lingkungan alamiah. Filsafat Yunani Klasik dipandang sebagai titik
perubahan ide-ide tentang hubungan tersebut dari penjelasan ‘naturalistik’
menjadi penjelasan humanistik. Penjelasan naturalistik mengkaitkan alam dengan
kehidupan sebagai hal yang satu, sedangkan penjelasan humanistik memisahkan
manusia dari dunia yang lebih tinggi (dibanding binatang dan tanaman) berkat
karakteristik seperti bahasa dan rasio.
Ide-ide
Barat tentang ruang dan waktu terkodekan dalam bahasa, filsafat, dan ilmu
pengetahuan. Konsepsi filosofi ruang dan waktu tersangkut dengan: (1) hubungan
antara kedua ide, yakni apakah ruang dan waktu merupakan kategori absolut atau
benarkah mereka eksis secara rasional; dan (2) pengukuran ruang dan waktu itu
sendiri. Henri Lefebvre berpendapat bahwa pengertian ruang ‘dipungut oleh
matematika’ yang mengklaim suatu posisi ideologis dominan mengenai apa yang
dimaksud dengan ruang.
Ide-ide
Barat tentang individu dan komunitas, ruang dan waktu, pengetahuan dan
penelitian, imperialisme dan kolonialisme bisa ditarik bersama-sama antara lain
dengan konsep jarak. Yang disebut dengan pranata imperial maupun kolonial
adalah sistem pranata yang membentang dari pusat hingga tempat-tempat yang jauh
dan terpencil. Dalam penelitian konsep jarak menjadi teramat penting karena ia
mengimplikasikan netralitas dan objektivitas peneliti. Jarak bisa diukur,
tetapa objektivitas tidak bisa diukur dengan kadar yang persis sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar