Nama :
Septi Utami
No. Mahasiswa :
12/339799/PSA/7354
Imperialisme
merupakan momok bagi setiap negara-negara yang sudah mengalami penjajahan
selama bertahun-tahun. Selain eksploitasi sumber daya alam, di akhir-akhir ini
menjadi eksploitasi pada setiap bidang seperti budaya, politik, ekonomi, bahkan
pendidikan. Linda Tuhiwei merupakan seorang yang berada di barisan depan untuk
berbagai bentuk imperialisme yang hadir di dalam bidang kehidupan maupun alam
pikiran bangsa yang dijajah. Hal ini terlihat jelas pada tulisan Linda Tuhiwei,
dalam menyikapi bangsa-bangsa yang terjajah dan non-terjajah. Cara pandang yang
selalu dilakukan bangsa terjajah dalam menyikapi bangsa non-terjajah dengan
memberikan cerita alternatif tandingan guna memberikan perlawanan tak kunjung
padam. Beragam bentuk pengumpulan bahan amatiran, pendekatan jurnalistik, atau
cara-cara lain dalam memetik pengetahuan bangsa terjajah melewati cara pandang
yang sudah tertanam lama di benak bangsa non-terjajah.
Ditelisik
lebih jauh, Linda sangat tidak percaya terhadap data-data yang banyak diberikan
oleh bangsa-bangsa non-terjajah di dalam memberikan gambaran pasti keadaan
bangsa terjajah saat itu. Para petualang yang menulis tanpa cara atau tekhnik
sangat dimungkinkan memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat indigenous (pribumi). Di temui di
beberapa tulisan yang mengandung cara pandang terhadap cerita kaum lelaki tidak
memberikan kontribusi lebih jauh tentang hasil yang diinginkan. Oleh sebab itu,
permasalah gender dan seksualitas kini menjadi wacana guna melihat kehidupan
bagi kaum wanita yang kurang menjadi sorotan.
Bagian
kedua buku ini membahas tentang pendekatan dan metodologi dalam penelitian,
yang banyak dilakukan oleh penduduk terjajah bisa bermartabat, etis, simpatik,
dan jauh bermanfaat. Bab ini banyak menyinggung pertentangan berbagai komunitas
penelitian yang masih mempraktekkan sikap rasis, asumsi etnosentris dan
penelitian eksploitatif. Pemaparan Linda tentang beberapa permasalahan kerangka
pemikiran bagi peneliti bangsa terjajah dalam membangun cerita kesejarahan
mereka selama ini hanya menggunakan kerangka pemikiran Barat. Hall dalam hal ini turut
memberikan asumsi tentang permasalahan di atas bahwa jika cerita semacam ini
akan menimbulkan dampak pada pengklasifikasian masyarakat ke dalam berbagai
kategori, memadatkan cerita yang seharusnya dapat ditelaah lebih jauh,
menyediakan sebuah model perbandingan standar, serta hanya menyediakan kriteria
evaluasi guna memperingatkan masyarakat lain.
Beberapa
pandangan di atas kemudian menghasilkan konstruksi pemikiran Barat yang telah
teradopsi di dalam pemikiran pribumi. Konstruksi tersebut akhirnya
diperkenalkan, diasosiasikan, dan diterapkan kepada masyarakat pribumi sendiri
sehingga pemikiran ini dapat menyebar dalam berbagai bidang kehidupan seperti;
pendidikan yang dijalankan merupakan bentukan bangsa non-terjajah, adapun dalam
bidang politik dimana ada beberapa peraturan ketatanegaraan yang masih
mengadopsi dari bangsa non-terjajah. Sehingga kolonialisasi merupakan bentuk
budaya bersama bagi mereka yang terjajah dan bagi mereka yang bukan terjajah.
Wacana rasialisasi juga merupakan permasalahan di dalam menentukan cerita
kesejarahan. Pandangan terhadap ras superior dan imperior menghiasi berbagai cerita
yang kurang dipahami dapat menjadikan bangsa terjajah makin terlihat
menyedihkan. Sedangkan adapula pandangan yang berbeda dalam menyikapi gender
oleh bangsa terjajah dimana sangat jelas bahwa wanita dalam hal ini tidak
dilibatkan dalam cerita kesejarahan bangsa terjajah, sehingga cerita
kesejarahan hanya melihat kacamata laki-laki. Sikap bangsa non-terjajah lebih
dahulu memiliki kerangka pemikiran yang sudah mapan dalam hasil pengalaman
sejarahnya sehingga dalam perjalanan sejarahnya bangsa non-terjajah mampu
menanamkan pemikiran mereka dan memadamkan kebudayaan yang seharusnya dapat
terjaga.
Buku ini
lebih lanjut mengidentifikasi tentang pandangan terhadap ruang dan waktu,
dimana ide-ide Barat atau non-penjajah tercatat dalam bahasa, filsafat, dan ilmu
pengetahuan. Ruang merupakan hal-hal yang salah satunya dapat dirubah dengan
jalan fikiran tersebut. Penataan alam, geografis yang meruapak suatu
eksploitasi disulap menjadi pemikiran yang indah dan menyenangkan secara
estetis. Tempat-tempat diubah dan pengubahan juga terjadi pada waktu, yang mana
hal ini dihubungkan dengan aktivitas sosial. Aktivitas ini memberikan peluang
bagi Barat ataupun bangsa non-terjajah mengorganisir kehidupan sehari-hari
mereka sekaligus membentuk keseharian yang jauh berbeda sebelumnya.
Pengamatan-pengamatan yang diawali dengan di pagi hari, tengah hari, sore hari,
dan malam hari telah mendeskripsikan berbagai aktivitas yang telah dijalankan
sehinggaberpengaruh pada pemikiran tentang pembagian waktu pribumi. Dari
pemaknaan sepihak ini memberikan gambaran Barat tentang keseharian pribumi yang
dikenal pemalas, jorok, kurang cerdas, dan tidak cekatan, adalah sepenggal
cerita yang sangat menyudutkan pribumi. Sedangkan tidak berarti bahwa
pendapat-pendapat kaum Barat ini bena-benar terjadi.
Secara
singkat dalam bab ini Linda memberikan asumsi bahwa penelitian lewat kacamata
imperialisme akan memberi dampak terkukungnya cerita kesejarahan bangsa
terjajah sendiri, dan makin membuat kaum pribumi terpojok. Walaupun cerita
tandingan sudah dihadirkan namun itu bukanlah suatu hal yang dinantikan bagi
cerita kesejarahan bangsa dapat terlihat melalui sisi-sisi dari diri sendiri.
Konstruksi-konstruksi yang tanpa sadar membawa bangsa-bangsa terjajah untuk
berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai apa yang dipersepsikan Barat. Akan
tetapi dengan berfikir seperti Barat tidak akan pernah menghadirkan wacana
dekolonisasi yang diharapkan. Walaupun pada akhirnya imperialisme merupakan
cerita masa lalu yang hadir, bukan berarti kini kembali hadir di benak
masing-masing masyarakat sebagai suatu penjajahan pikiran dengan cara pandang
Barat.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar