Halaman

Kamis, 25 Oktober 2012

Syair Sultan Fansuri


NAMA : HERVINA NURULLITA
NIU     : 339971

Syair Sultan Fansuri

Dalam pendahuluan buku Sejarah Melayu dijelaskan bahwa pada umumnya sejarah Melayu ditulis dalam bentuk prosa dan syair. Prosa bersifat metaforis dan interpretasinya rumit sehingga lebih sulit untuk dimaknai. Sedangkan puisi menjelaskan fakta dengan apa adanya. Walaupun berbentuk prosa dan syair namun sejarah Melayu merupakan karya sastra sejarah yang dapat dipercaya karena peristiwa yang diceritakan benar-benar terjadi walaupun penulis tidak menyebutkan angka tahun yang jelas. Hal ini disebabkan oleh penulis-penulis naskah Melayu melihat suatu kejadian dari sifat kepahlawanan seseorang dan garis keturunan tokoh tersebut. Jadi aspek waktu tidak begitu diperhitungkan.
Mengenai Syair Sultan Fansuri telah disalin oleh Van der Tuuk dan Jane Drakard. Namun hasil tulisan Van der Tuuk terkesan hanya menyalin kata-kata tanpa komentar. Jane Drakard juga menuliskan naskah tentang Barus. Dalam bukunya yang bejudul Sejarah Raja-raja Barus. Selain menggunakan sumber dari Drakard, Henri Chambert-Loir juga menggunakan sumber lain yaitu Hikaijat Tjarita Baros yang berasal dari tahun 1873 sebagai naskah pembanding. Semua naskah tersebut menceritakan tentang periode modern sejarah Barus yang ditandai dengan kehadiran dua keluarga raja yaitu Raja di Hulu dan Raja di Hilir. Naskah tersebut menceritakan kehidupan sosial, ekonomi dan politik serta memiliki tujuan untuk legitimasi kerajaan Barus. Naskah Barus tersebut dikarang pada tahun 1812-1824. Menurut Drakard naskah tersebut berasal dari abad ke-16, umumnya ditulis secara turun-temurun untuk membuktikan adanya garis keturunan yang tidak terputus. Namun dalam penulisan tersebut juga terdapat legenda dan mitos yang menyangkut periode yang lebih tua. Yaitu periode awal terbentuknya kerajaan menjadi dua. Tokoh tersebut adalah Sutan Ibrahim.
Artikel tersebut menjelaskan bahwa Barus selalu dikuasai Aceh setidaknya mulai abad ke -16 yang menguasai pelabuhan-pelabuhan Barus. Hingga kedatangan orang-orang Belanda dan Inggris yang dilarang berdagang tanpa seizin Raja Aceh. Barus juga mendapatkan ancaman perdagangan dari Meulaboh dan Tapus. Pada saat inilah Belanda turut campur tangan di Barus. Barus pun membantu Belanda dengan harapan Belanda ada dipihaknya. Pada tahun 1693-1694 Belanda menghapuskan sifat ganda kerajaan dan menempatkan garnisun (tentara) di Barus. Dari keterangan diatas memperlihatkan bahwa kehidupan masyarakat Barus bergantung pada perdagangan. Dengan dikuaisainya pelabuhan oleh Aceh, maka keadaan ekonomi Barus selalu lemah sehingga meminta bantuan Belanda untuk menangani masalah terhadap Aceh.
Pada tahun 1780-1820 Belanda meninggalkan Barus. Saat itulah Inggris masuk dan campur tangan terhadap Barus. Akibat tekanan dari Tapus, maka pada tahun 1809 Raja Barus (Sutan Baginda) menawarkan sebuah kekuasaan kepada Inggris dengan tujuan mendapatkan perlindungan Inggris. Hal tersebut ditolak oleh Inggris karena pada waktu itu Barus sudah tak berarti. Namun Sutan bahagia ketika Inggris memberinya sertifikat sebagai sekutu Inggris. Pada tahun 1815 Sutan Barus bertemu dengan David Jones seorang Kapten Inggris yang dikirim ke Aceh, ia memberikan teks tradisi tentang berdirinya kota Barus yang isinya sama dengan Hikajiat Tjarita Baros.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar