Halaman

Kamis, 25 Oktober 2012

SEX, RACE AND THE CONTRACT (MARY CATHERINE QUILTY)


NAMA: HERVINA NURULLITA
NIU     : 12/339971/PSA/07380

SEX, RACE AND THE CONTRACT
(MARY CATHERINE QUILTY)

Dalam artikel Mary Catherine Quilty, ia mengangkat tulisan Marsden, Symes, Raffles, Crawfurd dan Anderson. Menurutnya terdapat beberapa pertentangan dalam teks yang mereka tulis. Dalam artikel tersebut membicarakan tentang gender, ras dan perjanjian (kontrak) dalam kaitan dengan kegiatan ekonomi. Pemikiran individu tentang teori ekonomi tidak berlaku khusus untuk gender, ras atau kelas tapi lebih ke peraturan dalam perdagangan (perjanjian dagang). Yang dibahas dalam tulisan ini adalah sistem ekonomi liberal. Sistem ekonomi liberal yang dikembangkan oleh Adam Smith menjelaskan bahwa kemakmuran suatu masyarakat ditentukan oleh individu-individu dalam suatu masyarakat, jadi dalam melakukan kegiatan ekonomi individu diberikan kebebasan dalam menjalankannya.
Perjanjian/kontrak sosial merupakan cara orang berhubungan dengan orang lain pada masa itu. Terutama dalam hubungan perdagangan. Dalam tulisan tersebut dijelaskan tentang perjanjian antara East Indian Company dan Pemerintah Inggris yang dibuat dengan Sultan. Dalam perjanjian/kontrak sosial seharusnya hubungan antara kedua belah pihak adalah sejajar bukan sebagai bawahan ataupun atasan. Namun dalam teks Marsden, Symes, Raffles, Crawfurd dan Anderson lebih suka jika Sultan menjadi bawahan mereka. Hubungan saling ketergantungan dalam kontrak social tidak dijelaskan secara terbuka dalam kelima teks tersebut.
Seorang filsuf John Locke, menceritakan sebuah kisah tentang awal terbentuknya kontrak social. Ia menggunakan konsep patriarki dalam cerita tentang terbentuknya kontrak social. Marsden, Raffles, dan Crawfurd juga telah dipengaruhi oleh konsep patriarki Locke. Patriarki adalah suatu konsep yang menempatkan laki-laki pada kedudukan yang lebih tinggi daripada wanita. Dalam konsep ini terlihat jelas bahwa terdapat perbedaan tugas antara laki-laki dan perempuan, terutama dalam kehidupan berumah tangga. Laki-laki memiliki otoritas dalam mengontrol keadaan ekonomi keluarga, sehingga wanita memiliki akses public yang lebih sedikit. Hal ini disetujui olek Locke, ia menjelaskan penolakan terhadap wanita dalam kontrak social. Wanita tidak diperbolehkan dalam melakukan kontrak social. Symes tidak menyukai hal-hal yang terjadi pada wanita di Birma, penjualan anak perempuan dan memberikan istri kepada orang asing yang berkunjung ke Birma. Dalam pandangan Symes seksualitas perempuan sangat penting untuk reproduksi pengembangan ekonomi. Namun masalah perempuan ini oleh Anderson dikaitkan dengan perdagangan dan perbudakan. Perdagangan erat kaitannya dengan perkawinan. Kaum wanita tersebut “diekspor” kepada koloni Inggris dan dijadikan istri oleh pedagang-pedagang Cina dan lain-lain. Jadi dalam hal ini wanita masih berada jauh dibawah laki-laki yang tidak memliki peran dalam dunia luar kecuali dalam rumah tangga.
Perbudakan yang terjadi pada masa pemerintahan Raffles telah ia hapuskan. Ia mengumumkan secara resmi penghapusan terhadap perbudakan, namun ia sendiri juga melanggar tentang undang-undang perbudakan yang ia buat dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu Alexander Here yang kekurangan tenaga kerja. Menurut Marsden perbudakan tidak akan terdengar menyeramkan jika para budak-budak tersebut bahagia. Maka dari itu Raffles belajar dari petani teh dan kopi di Sunda. Dengan budidaya tanam teh dan kopi, para budak dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang awalnya dipaksakan menjadi hal yang biasa.
Populasi penduduk Jawa yang pada waktu itu sangat rendah. Hal ini diakibatkan pada pemerintahan Belanda banyak warga yang mati, imigrasi, atau mati karena kerja rodi Belada. Atas keprihatinan tersebut Raffles ingin menggandakan jumlah penduduk Jawa. Yang diperkirakan akan terjadi ledakan penduduk Jawa 300 tahun kemudian. Pada masa pemerintahan Inggris telah tercatat terjadinya pertambahan penduduk di Kabupaten Priangan untuk satu tahun.
 Kelebihan dalam historiografi Inggris lebih baik daripada penulisan sejarah pada masa Belanda. Walaupun masa pemerintahan Inggris di Indonesia hanya sebentar tapi ia berusaha menuliskan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi pada masanya. Sehingga muncullah karya seperti History of Java dan History of Sumatra. Sementara itu dari artikel Mary Catherine Quilty dapat kita lihat bahwa hasil penelitian yang ia sajikan berupa data tentang kehidupan masyarakat pada zaman itu. Dalam arti bahwa historiografi Inggris juga tidak hanya terpaku pada sejarah orang-orang besar saja. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar