Halaman

Jumat, 26 Oktober 2012

Perbandingan antara 'Asian Values' and Southeast Asian Histories’ (T. N. Harper)

Nama              : Derta A
339987

Perbandingan antara 'Asian Values' and Southeast Asian Histories’ (T. N. Harper) dan
On the Study of Southeast Asian History (D. G. E. Hall)

Ada satu hal yang sangat menarik ketika kita melihat kedua tulisan ini, yaitu gaya penulisan meraka yang sangat kontra (meskipun meraka sama-sama orientalis). Jika Hall ddalam artikelnya ‘On the Study of Southeast Asian History’ lebih banyak mengkritisi tulisan sejarawan Barat tentang Asia Tenggara, maka sebagai akibat dari perubahan politik dunia, maka T. N. Harper 'Asian Values' and Southeast Asian Histories’ lebih banyak menulis sinisme orang-orang Eropa terhadap nilai-nilai Asia. Kiranya menarik jika melihat jiwa jaman yang sangat mengilhami pandangan-pandangan orang-orang Barat terhadap dunia Timur (Asia). Dimana di satu sisi, karya Hall lebih cendrung merupakan upaya dalam pembenahan melalui kritik-ktiriknya terhadap penulisan sejarah Asia Tenggara. Di sisi lain, faktor kepentingan politik yang mungkin diiringi dengan berbagai macam peristiwa yang sengaja diciptakan dalam rangka pencitraan dalam hal tertentu (dalam hal ini pencitraan terhadap Asian values).
Artikel ini (On the Study of Southeast Asian History) yang ditulis oleh D. G. E. Hall, merupakan tinjauan terhadap karya-karya sejarawan barat tentang Asia Tenggara dari masa colonial Barat sampai dengan tahun 1950an. Menurut Hall, di Asia Tenggara, ada banyak peristiwa sejarah dengan berbagai bukti yang meraka tinggalkan yang masih banyak belum digali oleh sejarawan. Hall banyak mengkitik penggunaan istilah dalam penulisan sejarah Asia Tenggara oleh para sejarawan, seperti kata ancient dan modern. Menurutnya, istilah-istilah tersebut biasanya digunakan dalam penulisan sejarah Eropa dan belum tentu bisa bila digunkan untuk dunia Asia Tenggara.
Hal menawarkan suatu periodesasi baru dalam penulisan sejarah Asia Tengagara yaitu:
1.      Masa awalnya masuknya India sampai dengan abad ke 13; setiap daerah/ negara tentu berbeda-beda mengenai kapan masuknya pengaruh India tersebut
2.      Abad ke 13 sampai dengan abad ke 18, dimana terjadi berbagai perubahan besar di Asia Tenggara; mulai dari masuk dan berkembangnya Budha Teraveda, kedatangan Islam dan kedatangan orang-orang Eropa
3.      Abad ke 19-20 yaitu masa dominasi bangsa Eropa Asia Tenggara

Asian values itu sendiri, sebenarnya merupakan karakteristik dari orang-orang Asia yang dipengaruhi oleh dua ajaran besar yaitu Islam dan Konfusius serta sedikit pengaruh Jepang, Rusia, Hindu, Amerika Latin, dan Afrika, dimana lebih mementingkan aspek social dan musyawarah dibandingkan individualism seperti di Barat. Harper bahkan mengatakan bawa bahwa nilai-nilai Asia bukanlah merupakan suatu faham nasionalisme yang sempit yang harus ditakutkan oleh dunia Barat.  Asian values itu sendiri masih terdapat perbedaan pemahaman mengenai hakikat sebenarnya dari Asian values itu sendiri baik di kalangan orang-orang Eropa maupun di kalangan orang Asia sendiri.
Setelah blok komunitas runtuh pada kurun waktu 1980-an, tidak lagi menarik membicarakan masalah ideolgi, karena “musuh bersama” sudah tidak ada lagi, yang justru menarik adalah membicarakan benturan-benturan peradaban (clash civilizations) antara dunia Barat dan dunia Asia. Dalam atikel yang ditulis oleh Harper ini, Huntington berpendapat bahwa ikatan sekelompok masyarakat modern semakin ditentukan oleh warisan agama, bahasa, sejarah, dan tradisi yang mereka miliki bersama atau yang disebut sebagai peradaban. Ia berpendapat bahwa benturan antarperadaban akan terjadi karena tiga hal pokok: hegemoni/arogansi Barat, intoleransi Islam dan fanatisme konfusianisme.
Hungtington menyebutnya sedikitnya ada enam alasan mengapa terjadi perang antarperadaban di masa depan yaitu: 1) perbedaan antar peradaban tidak hanya riil, tetapi juga mendasar, peradaban terdiferensiasi oleh sejarah, bahasa, budaya, tradisi, dan yang lebih penting lagi, agama. 2) dunia sekarang sehingga antara orang yang berbeda peradaban semakin meningkat. 3) proses modernisasi ekonomi dan perubahan dunia membuat orang atau masyarakat tercerabut dari identitas lokal mereka yang sudah berakar dalam, disamping memperlemah negara-bangsa sebagai sumber identitas mereka. 4) tumbuhnya kesadaran peradaban dimungkinkan karena peran ganda Barat. Di satu sisi, Barat berada di puncak kekuatan, namun di sisi lain, peradabanperadaban non-Barat telah kembali ke fenomena asalnya. 5) karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa menyatu dan karena itu bisa berkompromi dibanding karakteristik dan perbedaan politik dan ekonomi. 6) regionalisme ekonomi semakin meningkat dengan penekanan pada aspek agama yang menjadi roh peradaban.
Huntington bahkan melihat bahwa agamalah yang banyak berperan dalam konflik antarperadaban di masa depan. Kita seakan di ingatkan bahwa agama tidak hanya berfungsi sebagai wacana spiritual yang menghadirkan rasa aman dan damai, tetapi juga bisa menampilkan sosoknya yang seram dan menakutkan. Agama bisa meletupkan konflik dan pertikaian ketika diinterpretasi sesuai dengan kepentingan sepihak umat atau kelompok agama. interpretasi yang subjektif itu memberi wewenang pada pemeluk agama untuk membunuh dan mengobarkan perang atas nama Tuhan dan Kitab Suci. Seperti yang kita sebutkan di awal tadi, bahwa banyak sekali ajaran agama yang diinterpretasikan secara tidak benar, sehingga perbuatan seperti terorisme dan penganiayaan terhadap agama lain di lain sebagai perjuangan di jalan yang lurus.

Bacaan Tambahan
Riadi, Doni. 2003. Mengenal Benturan Peradaban : Sebuah Pengantar. Komunitas Wedangjae :: Wacana dan Analisis Jurnalisme Empatik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar