Nama : Hendra Afiyanto
NIM : 339981
Mata
Kuliah : Historiografi
Mengutip
pernyataan “Sejarah Itu Adalah Tentang
Masa Lalu, Tetapi Bukan Masa Lalu”, mungkin pernyataan ini bisa membuka
pembicaraan kita. Perlunya sebuah klaim kebenaran (truth of claim) dari sejarah
membuat semakin banyaknya penelitian sejarah dan historiografi. Munculnya
kesadaran akan sebuah klaim kebenaran membedakan (distinguish) epistemologi
antara kolonial dengan indigenous (penjajah vs bangsa terjajah) tentang
historiografi. Pertanyaan timbul dari argumen di atas adalah seberapa
pentingkah klaim kebenaran atas sebuah sejarah? Seharusnya sebuah epistemologi tidak
membuat perbedaan klaim kebenaran melainkan membuat kesamaan klaim kebenaran.
Adanya konsep kolonial dengan indigenous (penjajah vs bangsa terjajah)
memunculkan konsep baru yaitu “anti”
yang mengarah pada sikap merendahkan (underestimate).
Dalam
review bab II “Meneliti Lewat Mata
Imperialisme, Dalam Buku Metodologi
Dekolonisasi”, karya Linda Tuhiwai Smith memfokuskan pandangan dan kritik
orang-orang pribumi terhadap penelitian akademis dari orang luar. Menurutnya
penelitian barat menempatkan dirinya dalam tradisi positivisme dan memandang
bagaimana cara dunia alamiah bisa dikaji dan dipahami bagi dunia sosial.
Essence (pokok) dari permasalahan adalah
dunia sosial memiliki obyek kajian masyarakat dan masyarakat itu selalu
berkembang, sehingga tradisi positivisme tidak dapat digunakan. Bentuk-bentuk
penelitian barat juga berfokus pada ide-ide kultural tentang diri manusia dan
hubungan antara individu dengan kelompok, sehingga sangatlah jelas tradisi
positivisme tidak bisa diterapkan.
Munculnya
perbedaan konsep penyebutan barat dan pribumi tergantung pada sudut pandang
mereka. Bangsa terjajah melihat barat sebagai sebuah kohesif orang-orang, nilai
dan bahasa. Pengertian ide tentang nilai dan bahasa direpresentasikan barat
menjadi sangat penting karena penelitian barat didukung sistem klasifikasi,
representasi, pandangan sifat manusia, moralitas, konsep ras dan gender, konsep
ruang dan waktu. Dari konsep ide ini penjajah mempunyai bahasa dan pengetahuan
yang sama tentang kolonialisasi dan bangsa terjajah memiliki bahasa
kolonialisasi yang sama sebagai suatu budaya yang sama. Konsep barat tentang
rasial dan gender bagai sebuah sisi mata uang. Gender bukan hanya merujuk pada
peran wanita, tetapi lebih pada hubungan antara wanita dengan laki-laki.
Menurut perspektif bangsa terjajah bahwa pandangan barat tentang gender meninggalkan
dampak nyata bagi wanita pribumi. Barat pada abad 19 sangat memarginalkan
masyarakat pribumi khususnya wanita pribumi.
Barat mendefinisikan bahasa tentang
ruang dalam penelitiannya sebagai sebuah cara pandang masyarakat, kosmologi,
cara mendefinisikan peran gender, dll. Dalam pemikiran barat ruang sering
dipandang sebagai sesuatu yang statis dan terlepas (berbeda) dengan waktu.
Ruang sangat berhubungan dengan kolonialisme dan dapat dikategorikan dalm tiga
konsep. Pertama konsep garis yaitu memandang ruang dalam hubungannya dengan
tanah, tapal batas, dll. Kedua konsep pusat yaitu memandang ruang dalam
orientasinya kepada sistem kekuasaan. Ketiga konsep luar yaitu memandang ruang
dengan cara menempatkan orang dan wilayah dalam suatu hubungan oposisional
terhadap pusat kolonial. Barat juga selalu menghubungkan waktu dengan aktivitas
sosial bagaimana orang lain mengorganisir kehidupan sehari-hari. Sehingga waktu
memiliki koherensi dengan kerja dan barat merendahkan pribumi sebagai
masyarakat pemalas yang kurang menghargai kerja (tidak memiliki pandangan
tentang waktu). Pandangan liniel tentang ruang dan waktu adalah hal penting
untuk mengkaji ide-ide barat tentang sejarah. Ide-ide barat tentang individu dan
komunitas, ruang dan waktu, pengetahuan dan penelitian, imperialisme dan
kolonialisme bisa ditarik bersama-sama dalam konsep jarak. Pranata imperial
maupun kolonial adalah sebuah sistem pranata yang membentang dari pusat
ketempat-tempat yang sangat jauh.
Jika kita melihat secara utuh ide,
konsep atau gagasan tentang gender, ras, ruang, waktu, dalam sebuah penelitian
dll adalah suatu bentuk legitimasi yang
memastikan agar kepentingan barat tetap dominan. Menurut saya kelebihan dari
chapter ini adalah penulis mampu menunjukkan bahwa bangsa terjajah atau pribumi
juga memberikan sumbagan terhadap penelitian barat. Mereka tidak hanya sebagai
obyek spesimen penelitian barat (perspektif barat), tetapi mereka manusia yang membantu
dalam terciptanya peradaban ilmu pengetahuan barat. Kelemahan buku ini secara
eksplisit adalah bahasa yang sulit dipahami mungkin disebabkan buku ini adalah
terjemahan. Tetapi secara implisit buku ini bisa memunculkan sikap
antikolonialis yang mengarah pada sikap ultrachauvinisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar