NIM :12/338870/PSA/7247
Kekayaan dan keanekaragaman
budaya serta warisan karya sastra/tradisi lokal di Indonesia terdapat diberbagai
daerah salah satunya di Jawa, tradisi local dalam betuk lisan berkembang dan dinarasikan
dari generasi satu kegenarasi berikutnya beragam cerita, seiring dengan perkembangan
jaman dan bahasa, mulai dari dongeng, epos kepahlawanan atau cerita yang
mengemukakan citra agung seorang tokoh.Terlepas dari jenis ceritanya, tradisi
local dalam bentuk lisan tidak terlepas dari mitos, cerita dinarasikan dengan mencampurkan
unsur-unsur fiksi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Karya sastra
ini dapat berisi tentang asal usul wilayah, sejarah raja-raja, ramalan, atau ajaran
moral. Sebagian karya-karya ini cukup banyak dikenal dan dibahas secara akademik.Teks-teks
Jawa dan Melayu misalnya, banyak digunakan sebagai sumber sejarah. Teks-teks ini
memiliki karakteristik-karakteristik tertentu sehingga membutuhkan cara-cara khusus
untuk memahaminya. Salah satu cirinya adalah mitos-mitos yang mewarnai kisah-kisah
pada teks-teks tradisional ini. Anthony John dalam artikelnya, menjelaskan bagaimana
mitos digunakan untuk mengisahkan terbentuknya kekuatan politik dalam Pararaton
dan Babad Tanah Jawi.
Secara singkat dan jelas Anthony
menguraikan isi kitab Pararaton tentang kisah penguasa Singasari, yaitu Ken
Arok tokoh yang diyakini mempunyai kharisma yang besar sebagai sosok raja,
meskipun berasal dari keluarga petani yang miskin (tetapi titisan dewa Brahma),
perjalanan Ken Arok untuk mencapai kekuasaan, Ken Dedes, dan intrik keluarga
yang terjadi setelah Kerajaan Singasari berdiri, kemudian runtuh hingga munculnya
kerajaan Majapahit. Hindu Mahayana dengan memuja Dewa Siwa juga dipaparkan
sebagai kepercayaan masyarakat Singasari.
Silsilah menjadi
bagian penting baik dalam teks Pararton maupun Babad Tanah Jawi, namun silsilah
pada Babad Tanah Jawi dijelaskan secara lebihpanjang. Pararaton hanya mengisahkan
bahwa Ken Arok, pendiri Singasari yang merupakan cikal bakal Majapahit, adalah anak
Dewa Brahma dengan perempuan petani bernama Ken Endok. Selanjutnya Pararaton lebih
banyak menceritakan tentang bagaimana Ken Arok tumbuh di bawah didikan berbagai
macam orang dari perampok hingga pertapa. Babad Tanah Jawi menjelaskan asal-usul
raja Mataram lebih jauh ditarik sejakNabi Adam yang diyakini sebagai manusia pertama
di bumi. Dalam silsilah ini muncul pula nama-nama dari berbagai “dunia”, tidak hanya
dari dunia manusia tetapi juga dari kayangan dan pewayangan. Silsilah menjadi bagian
penting dalam teks-teks ini untuk menjelaskan jati diri raja. Dalam silsilah inilah
mitos banyak ditemukan. Sebagaimana telahdi sebutkan sebelumnya pendekatan khusus
diperlukan untuk memahami mitos-mitosini.
Penjelasan
yang Nampak berlebih-lebihan dan tidak masuk akal dalam menjelaskan asal-usul
raja merupakan upaya untuk membentuk citra. Raja digambarkan sebagai makhluk
yang serbaagung, lebihtinggi dari manusia-manusia lainnya. Dalam Pararaton, Ken
Arok disebut sebagai keturunan Dewa Brahma, sedang dalam Babad Tanah Jawi dijelaskan
bahwa Panembahan Senapati merupakan keturunan para nabi, dewa-dewa Hindu,
Pandhawa, dan para penguasa tanah Jawa. Dengan penggambaran ini raja
diberijarak dengan rakyat biasa. Seakan-akan dikatakan bahwa raja bukan manusia
biasa, manusia biasa tidak bias menjadi raja, maka manusia harus menjadi luar biasa
untuk menjadi raja. Anggapan ini dimaksudkan untuk menjaga kekuasaan karena sembarang
orang tidak akan berfikir untuk menjadi raja.
Raja dalam tradisi
Jawa adalah penguasa mutlak, maka sering disebut sebagai dewa-raja.Untuk itu Babad
Tanah Jawi menggambarkan Panembahan Senapati sebagai keturunan nabi dan paradewa.
Dalam Pararaton Ken Arok digambarkan sebagai orang yang dibesarkan oleh perampok
dan mendapat didikan dari pertapa untuk dinamisasi kekuatan positif dan negatif,
sebagai salah satu aspek penting dalam ajaran Hindu.
Penjelasan mengenai
bagaimana mitos membentuk egitimasi kekuasaan dalam arti kelini telah disampaikan
secara rinci dan cukup jelas. Anthony Johns dengan cukup baikmenghubungkan mitos-mitos
dalam penggambaran asal-usul raja dengan konsep kekuasaan Jawa. Yang belum nampak
di sini adalah penggambaran mengenai adanya maksud di balik kata. Teks tradisional
Jawa banyak menggunakan simbol-simbol dalam pemilihan kata yang berbeda dan bahkan
berbalik maknanya.
Dari artikel tersebut terlihat karya
historiografi tradisional di Indonesia, terutama yang menyangkut pendirian sebuah
kerajaan, tidak terlepas dari unsure mitos dalam narasi awal ceritanya. Unsur ini
dapat memberikan pemahaman yang kurang jelas antara kenyataan dan cerita fiksi.
Selain Pararaton dan Babad Tanah Jawi, sebagai mana dalam bagian pertama artikelnya
Johns juga menyinggung Sejarah Melayu yang merupakan kronik Kerjaan Malaka,
yang bagian awal ceritanya juga dapat menimbulkan keraguan karena ada unsure dongeng
dalam narasinya. Selain contoh-contoh karya yang dikemukakannya, contoh lain
dengan menggunakan model yang sama salah satunya adalah Hikayat Raja-raja
Pasai. Namun demikian, karya historiografi tradisional tidak dapat diabaikan sebagai
sumber pemahaman terhadap masalalu setiap daerah di Indonesia sebab merupakan bukti
produk budaya. Karya ini memberikan pemahaman bahwa pencitraan terhadap penguasa
merupakan hal penting dalam membangun legitimasi penguasa dan daerah kekuasaannya,
terlepasdarisubstansinya yang memuatunsurfiksi yang bercampurdenganunsur yang
bersifatrasional. Dari karya-karya semacam ini dapat dilihat bahwa antara masalalu
dengan masakini dan masa yang akandatang saling terkait untuk menciptakan kesan
berkelanjutan dengan tujuan melegitimasi kekuasaan.
Johns, H. Anthony, The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese
Historiography,The Journal of Asian Studies, Vol. 24, No. 1. (Nov., 1964), pp.
91-99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar