Review Artikel
TEORI MAHAN DAN SEJARAH KEPULAUAN
INDONESIA
J.C. Van Leur dan
F.R.J. Verhoeven
Roger Kembuan
Setelah membaca tulisan ini, ada banyak hal menarik yang
dapat dikemukakan berkaitan dengan tulisan ini. Yang pertama adalah soal perdebatan
dua sejarawan Belanda Van Leur dan Verhoeven dalam majalah Koloniaal
Tijdschrift pada tahun 1941. Van Leur menerbitkan sebuah artikel “Mahan op de
Indischen lessenaar” yang ditujukan untuk mengkritik tulisan Verhoeven “de
companie als instrument van den oorlog ter see 1602-1641” dengan menggunakan
teori Mahan sebagai dasar mengkaji sejarah VOC di kepulauan Indonesia.
Perdebatannya adalah soal VOC yang menurut Van Leur adalah sebagai kekuatan maritim
(Negara lautan) yang besar, tidak hanya sebagai “alat perang”. Selanjutnya menurut
Van Leur awal mula seharusnya tahun 1660 ketika kapal layar menggantikan
“galley” menjadi mesin perang dan reorganisasi angkatan laut modern yang
berdiri sendiri bukan pada masa 1602-1641 seperti yang digunakan oleh Verhoeven
(masa 1602-1641 adalah masa dimana VOC mematahkan dominasi Portugis-Spanyol dan
memperoleh kebebasan berniaga dengan raja-raja di Timur sampai kejatuhan
Malaka). Tulisan ini kemudian disanggah lagi oleh Verhoeven dengan sangat
bahasa “sarkastis” dalam tulisannya “In de ban van Mahan”. Agaknya Verhoeven
yang seorang kepala Landarchief terusik dengan kritik seorang sarjana muda yang
memakai pendekatan teori untuk membantah tulisannya. Dalam dunia akademik saat
ini, perdebatan tentang ide dan argument dan penggunaan teori yang berbeda
dalam mengkaji sesuatu merupakan hal yang lumrah dan akan memperkaya pemahaman
tentang kesejarahan.
Kedua, VOC: Pedagang dan Tentara. Walau dalam
penggunaan teori yang berbeda dan cenderung saling kritik namun dari segi obyek
yang dibahas Van Leur dan Verhoeven sama-sama mengetengahkan tentang peran VOC
yang selain sebagai perusahaan dagang, namun juga sekaligus sebagai tentara
yang menggunakan armada kapal menguasai satu dami satu wilayah atau Bandar
dagang yang dikuasai armada Portugis dan Spanyol di Asia Tenggara.
Ketiga, penggunaan Teori dalam mengkaji sejarah. Dalam
penulisan sejarah yang konvensional, sejarawan biasanya hanya mengetengahkan
fakta dari sumber yang didapatkan kemudian membuat narasi yang bersifat
kronologis. Dalam tulisan ini penggunaan teori sebagai kerangka berpikir dalam
mengkaji fenomena sejarah dikedepankan daripada aspek narasi. Dalam hal ini Van
Leur menggunakan Teori Mahan sebagai dasar kuat untuk menyanggah dan memberikan
interpretasi yang berbeda daripada kajian Verhoeven.
Keempat, tulisan Mahan “Influence of sea Power upon
History” sebenarnya ditujukan kepada Amerika yang pada awalnya hanya
berorientasi pada daratan. Untuk menjadi negara yang besar, Amerika menurut Mahan
seharusnya mulai melirik laut sebagai orientasi utamanya. Tulisan Mahan ini
memberi implikasi yang sangat besar dalam perubahan orientasi Amerika. Sejak
akhir abad 19 amerika kemudian muncul menjadi kekuatan dunia yang besar sejak
perang dunia ke II sampai sekarang. Dengan U.S. Navy sebagai “role model” teori
Mahan dalam aspek kekinian, contoh yang bisa diketengahkan disini misalnya tema
perang dalam Film Holywood hampir selalu mengemukakan angkatan Laut amerika
(Marinir) sebagai ujung tombak penguasaan Amerika di seluruh dunia. Yang oleh
A.B. Lapian dalam desertasinya “Orang Laut, raja Laut, Bajak Laut” diistilahkan
sebagai “adiraja laut” (juga Royal Navy
Inggris pada periode abad 18-19)
Hal lain yang patut dicermati disini adalah kata
pengantar oleh A.B Lapian tentang pentingnya wawasan bahari dan sejarah maritim
sebagai suatu kajian yang dikembangkan dalam lingkup Indonesia sebagai Negara
Kepulauan. Sejarawan Indonesia harusnya mulai mengedepankan laut atau bahari
sebagai tema sejarah yang dikaji.
(Artikel ini diterjemahkan oleh Kartini Abubakar sebagai bagian dari
seri terjemahan karangan-karangan Belanda oleh LIPI pada tahun 1974)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar