Tugas
Mata Kuliah : Historiografi
Review
Artikel
MELAHAP TEXT PIRING-PIRING INGGRIS
BERHIASAN SAJAK MELAYU
Roger
Kembuan
Artikel
oleh Henri Chambert Loir ini diterbitkan pertama kali tahun 1994 dalam majalah Indonesia Circle, Volume 22, No 63.
Dengan jumlah 17 halaman. Penulis adalah seorang peneliti di Ecole Française d'Extrême-Orient. Ada
tiga hal yang penting menurut saya dalam tulisan dari Hendri Chamber Loir ini: (1)
Piring sebagai sumber sejarah, (2) Dinamika interaksi ekonomi dalam peredaran
piring Inggris, (3) makna dibalik penggunaan teks berbahasa melayu, makasar, arab
dalam piring Inggris.
Piring
sebagai Sumber Sejarah
Pada umumnya sejarawan menganggap
sumber sejarah harus didasarkan pada arsip-arsip, dokumen, laporan perjalanan, laporan-laporan
resmi. Artefak berbentuk semisalnya guci, tempayan, keramik dan terutama piring,
sering dianggap bukan “sumber” dan ranah
kajian dari sejarah namun lebih kepada studi arkeologi. Pola pikir ini muncul karena
tinggalan artefak semacam ini kebanyakan diteliti arkeolog, digunakan sebagai
pajangan di museum, diperjualbelikan sebagai barang antik maupun sebagai
koleksi pribadi.
Tulisan
ini secara luas membuka pemahaman baru kepada kita dalam melihat tinggalan masa
lalu yang berbentuk benda (dalam hal ini piring) dapat menjadi sumber sejarah
yang sahih. Persoalan
kapan dibuat? siapa yang membuat?, dipasarkan di mana?, digunakan untuk apa?
Secara implisit dapat memancing keingintahuan sejarawan dalam melihatnya dalam
perpektif historis.
Dinamika
Interaksi Ekonomi dalam peredaran piring Inggris
Peredaran piring dan berbagai alat
sebagai barang jualan atau alat tukar di Nusantara dapat dirunut sejak zaman
kerajaan-kerajaan Hindu Budha, jauh sebelum ekspansi Eropa dan kolonisasi yang
dimulai pada awal abad ke 16. Pedagang Arab, China dan India yang mendominasi
peredaran piring-piring tersebut. Namun yang dalam tulisan ini, Henri Chamber Loir membahas
tentang piring buatan Inggris yang beredar pada abad ke 19 di Hindia Belanda.
Pengaruh
Inggris di Nusantara dapat dilihat pada masa peralihan dari bangkrutnya VOC ke
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada 1811- 1816 dengan Gubernur Jendral
Thomas Stanford Raffles sebagai tokoh sentral. Di masa yang pendek tersebut pengaruh
Inggris secara umum belum terasa. Namun di pertengahan abad 19 dengan adanya
kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang membuka beberapa pelabuhan di Hindia
Belanda sebagai “pelabuhan bebas” artinya kapal-kapal selain milik belanda
diizinkan untuk melakukan aktifitas dagang di Hindia Belanda. Implikasinya
jelas berpengaruh pada masuknya barang-barang dari Inggris ke Hindia Belanda.
Hal
lain juga, adalah di abad ke 19 merupakan awal zaman Industrialisasi di Eropa.
Berbagai penemuan dan pengembangan dalam bidang manufaktur berkembang pesat di
masa ini. Hal ini berimplikasi pada adanya perubahan pandangan dari eropa yang
tidak sekedar menjadikan daerah koloni sebagai tempat eksploitasi kekayaan alam
namun mulai menganggapnya sebagai pangsa pasar yang potensial tempat dikirimnya
produk-produk industri dari Eropa. Ciri khususnya barang eropa yaitu: adanya
standarisasi pabrik, masif, dan harganya murah.
Dalam
tulisan ini penulis merujuk berbagai perusahaan Inggris (sebagai contoh: Anderson Tolson, William Adams and Sons dan J.
Hawley). Perusahaan-perusahaan tersebut berdiri sejak awal tahun 1800,
namun di Hindia belanda, perdagangan piring Inggris tersebut terjadi di sekitar
tahun 1840-1870. Sebagaimana telah dirujuk di atas, pada masa ini pembukaan
pelabuhan bebas oleh pemerintah kolonial belanda berimplikasi pada munculnya
pengecer-pengecer piring tersebut di kota-kota pelabuhan di Hindia Belanda.
Dalam
konteks kekinian hal ini terlihat dengan jelas oleh kita yaitu, contoh kasus
yang terlihat dari banyak peralatan ibadah yang digunakan oleh berbagai
penganut agama di Indonesia misalnya, sarung, peci untuk sholat, alat sakramen perjamuan kristen, baju pemuka
agama yang bertuliskan “Made in China”.
Makna
dibalik penggunaan teks berbahasa Melayu, Makasar, Arab dalam piring Inggris
Secara umum kita mengetahui penggunaan bahasa melayu
secara luas sebagai bahasa penghubung antar etnis, suku, dan daerah di
sepanjang wilayah Nusantara. Penggunaan teks Melayu dalam piring yang dibuat
oleh perusahaan Inggris secara umum untuk menjawab kebutuhan pasar. Sedangkan
penggunaan bahasa Makasar lebih pada alasan lokalitas, di mana penggunaan
bahasa makasar lebih menarik untuk penggunanya, walaupun ada juga piring yang
dipengaruhi oleh ungkapan berbahasa Arab.
Di
sisi yang lain proses Islamisasi dan pengaruhnya dalam masyarakat yang semakin
intens secara langsung membuat Aksara Arab menjadi suatu identitas baru dalam
masyarakat Islam di Hindia Belanda. Adanya sesuatu yang menarik dalam piring yang
beraksara Arab tersebut yaitu terdapat syair cinta yang oleh penulis disebut
katalog manuskrip “erotis” (pantoen anak tjina) namun karena mistifikasi dan
kesakralan bahasa Arab hal itu digunakan dalam hiasan di Makam Sunan Bonang dan
Ki Gede Kebagusan.
Sedangkan
dalam kategori yang diberikan penulis, ada 3 bagian dalam tema teks yang
tedapat dalam piring Inggris: Pantun Iklan, Pantun dan Syair Cinta dan Syair
ajaran agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar