Nama : Akhmad Ryan Pratama
NIM : 12/339260/PSA/7260
Salah
satu teks melayu yang diterjemahkan dalam buku Sultan, Pahlawan dan Hakim
karangan Henri Chamber Loir ialah teks mengenai manual atau panduan yang
menjelaskan mengenai berbagai macam jenis Tempayan. Panduan yang dituliskan
dalam bahasa melayu dan menggunakan huruf arab ini mendeskripsikan jenis-jenis
Tempayan. Adanya pendeskripsian mengenai jenis-jenis Tempayan ialah untuk
memudahkan para pedagang menafsirkan jumlah harga Tempayan tersebut.
Teks
melayu tersebut menjelaskan secara detail jenis-jenis tempayan, dimulai dari
seberapa besar ukuran Tempayan tersebut, motif-motif yang digunakan,
bentu-bentuk Tempayan semuanya disebutkan dengan sangat detail dan jelas.
Setiap motif yang terdapat didalam Tempayan dijelaskan secara satu persatu.
Penilaian serta pendefinisian Tempayan didasarkan kepada pola-pola hiasan yang
ada pada tubuh Tempayan tersebut. Dalam teks Melayu tersebut pola-pola dalam
Tempayan tersebut dijelaskan menggunakan istilah-istilah yang terkadang penulis
buku tersebut juga masih kurang yakin dengan penafsirannya terhadap Teks Melayu
tersebut.
Tulisan
dalam buku tersebut juga mengakui adanya kesulitan dalam penafsiran teks-teks
Melayu. Kendala tersebut biasanya ialah satu kata dapat dieja dengan beberapa
cara yang berbeda. Teks melayu tersebut juga sangat sulit untuk dimengerti
dikarenakan banyaknya istilah yang digunakan dan adanya penggunaan sintaks yang
kurang jelas.
Kegunaan
Tempayan sebagai tempat penyimpanan makanan yang mudah membusuk. Hanya saja
tidak ada sumber lain yang menjelaskan mengapa orang Dayak menggunakan tempayan
tersebut sebagai tempat penyimpanan Jenazah? Padahal seperti yang diketahui
bahwa kerajinan Tempayan tersebut bukan berasal dari Dayak. Teks tersebut juga
tidak menjelaskan bahwa konsumen terbesar atas komoditas Tempayan tersebut
ialah orang-orang Dayak. Yang menjadi pertanyaan saya ialah sejak kapan orang
Dayak menggunakan Tempayan sebagai tempat suci penyimpanan jenazah mereka? Apa
motif orang dayak menggunakan Tempayan yang berasal dari Cina dengan motif yang
semakin rumit?. Menurut saya teks Melayu tersebut juga menjelaskan orang dayak
mulai mengenal uang ketika mereka akan membeli tempayan tersebut dari
pedagang-pedagang Melayu. Adanya teks Melayu tersebut menimbulkan bahwa dalam
perdagangan Tempayan juga terjadi sebuah rivalitas, karena teks melayu tersebut
digunakan untuk menjadi petunjuk bagi para pedagang Tempayan agar tidak ditipu
atau mengalami kerugian ketika melakukan perniagaan.
Teks
Melayu yang berisi panduan mengenai jenis Tempayan ini berkaitan erat dengan adanya
perdagangan Tempayan yang berasal dari luar Kalimantan. Apalagi disebutkan
bahwa pola-pola dalam Tempayan tersebut bermotif Naga, dengan motif tersebut
sangat jelas terlihat bahwa Tempayan bukan merupakan komoditas yang dihasilkan
di Kalimantan. Perdagangan Tempayan yang merupakan komoditas impor juga sudah
cukup mejelaskan bahwa pada masa itu telah terbentuk jaringan serta rute perdagangan
yang cukup baik. Seperti yang dituliskan oleh Han Knappen dalam bukunya yang
berjudul Forest of Fortune? The Environmental History of Southeast Borneo bahwa
ternyata sejak tahun 1700 sudah ada eksploitasi alam yang dilakukan oleh
pemerintah colonial yang kemudian diikuti dengan aktivitas perdagangan. Interaksi
intensif antara orang-orang Eropa dengan suku-suku pedalaman asli seperti dayak
mungkin saja telah mempengaruhi kegiatan perekononomian orang Dayak. Dalam hal
ini penggunaan mata uang berupa gulden dalam pembelian Tempayan oleh orang
dayak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar