Nama : Akhmad Ryan Pratama
NIM :
12/339260/PSA/07260
Mengikuti
stadium generale yang diadakan oleh jurusan ilmu sejarah Fakultas Ilmu Budaya
UGM pada hari Kamis, 20 Desember 2012 menambah sebuah wawasan serta gagasan
baru, bagaimana melakukan penelitian sejarah itu menjadi sesuatu yang
mengasyikkan dan tidak membisankan. Seperti yang diungkapkan oleh Goh yang mengatakan
bahwa meneliti sejarah tidak harus mengambil tema-tema yang mainstream. Beliau
juga mengatakan bagaimana masyarakat umum di Singapura masih menaruh minat yang
sangat kurang terhadap sejarah. Beliau pun sedikit menyampaikan pengalamannya
bagaimana melakukan sebuah penelitian, kesulitan dalam melakukan sebuah
intepretasi terhadap arsip. Selain itu ia juga menerangkan bagaimana
peemerintah Singapura masih menrapkan sensor yang sangat ketat terhadap
berbagai media massa yang dianggap tidak sesuai atau tidak pro dengan
pemerintah. Goh sendiripun sedikit berkelakar bahwa ia hingga saat ini tidak
memiliki pekerjaan dan masih bingung apa yang akan dilakukannya setelah lulus
S3, dari universitas Chicago.
Pembicara
kedua berasal dari Michael G. Vann seorang professor yang berasal dari
Sacramento University USA. Presentasi yang sangat dinamis dilakukan oleh Vann,
ia menyiapkan media serta persiapan presentasi dengan sangat baik, sehingga
peserta stadium generale terlihat terkesima dan sangat tertarik dengan
presentasinya, hal ini diperkuat dengan banyaknya pertanyaan yang ditujukan
kepada Vann daripada Goh. Dalam presentasinya Vann menceritakan mengenai
pengalamannya ketika melakukan penelitian sejarah di Vietnam, lebih tepatnya di
Hanoi. Seperti apa yang dialami hampir semua peneliti sejarah bahwa mereka
harus mulai melakukan riset mereka dimulai dengan perpustakaan dan kantor
Arsip. Vann pun melakukan penelitian sejarah dimulai dari kantor arsip, setiap
hari ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca arsip-arsip berbahas
perancis, mengamati peta, dan statistic pajak. Hingga suatu ketika akhirnya
Vann mengalami sebuah kebuntuan ia merasa jenuh dengan rutinitas penelitian
yang ia lakukan. Tiba-tiba muncullah sebuah ide yang tidak ia duga, ia kembali
mencermati jaringan saluran air bawah tanah yang dibangun oleh pemerintah
colonial Perancis.
Dengan menggabungkan
konsep dasar dalam penelitiannya bahwa pemerintah colonial Perancis
diidentikkan dengan modern, dan modern sangat dekat dengan kebersihan. Namun
dengan mencermati data-data yang ia dapati ia menemukan sebuah ironi yang cukup
mematahkan mitos, bahwa dengan adanya modernitas yang dibawa oleh Perancis
mampu membuat Hanoi menjadi lebih beradab dan bersih. Dari data yang ia
dapatkan menunjukkan bahwa ternyata saluran air bawah tanah yang semula
dibangun sebagai upaya untuk menjaga kebersihan di kota Hanoi malah berbuah
menjadi petaka. Ribuan bahkan puluhan ribu tikus berkembang biak disana dengan
sangat cepat. Van menemukan hal itu dengan mengkalkulasikan jumlah tikus yang
dibunuh yang setiap harinya mengalami peningkatan. Iapun akhirnya mendapatkan
ide untuk menuliskan mengenai pembantain tikus dan ironi kebersihan di Hanoi.
Apa
yang bisa saya pelajari dari dua pemaparan diatas ialah bagaimana semangat
pantang menyerah yang ditunjukkan oleh kedua peneliti tersebut dalam
memperhatikan detail-detail kronologis yang mungkin kurang diperhatikan. Dengan
kata lain adakalanya sejarawan harus berani keluar dari arus besar yang ada
dalam konsep pikiran mereka. Penelitian sejarah merupakan sebuah hasil kerja
keras yang sangat rumit, dibutuhkan ketekunan untuk mencari, meneliti, serta
memverifikasi data-data yang ada dan kemudian disintesiskan menjadi sebuah
kesatuan tulisan yang mudah dipahami.
Untuk
meengerjakan tema-tema diluar narasi besar, biasanya para peneliti akan
mengambil tema-tema yang bersifat local atau micro. Saat meneliti mengalami
beberapa kendala serta permasalahan yang akan dihadapi. Namun permasalahan
tersebut dapat diatasi. Menurut saya, seorang sejarawan yang akan meneliti
sebuah tema sejarah, minimal harus memiliki kedekatan emosional dengan apa yang
ingin dikajinya. Berdasarkan pengalaman yang saya alami kendala yang dihadapi
apabila seorang sejarawan akan meneliti sejarah local atau micro history di
daerah terlebih diluar Jawa, akan mengalami kesulitan dalam melakukan
penelusuran terhadap sumber arsip yang akan digunakan. Hal ini terjadi
dikarenakan hampir sebagaian besar pengelolaan arsip yang ada diluar Jawa tidak
sebaik dengan tata kelola arsip yang ada di Jawa, hal tersebut merupakan sebuah
realita yang saya alami ketika melakukan penelitian sejarah di kota saya
Balikpapan. Balikpapan sendiri baru memiliki sebuah gedung kearsipan yang cukup
baik pada awal tahun 2011, selain itu menurut penuturan kepala arsip yang saya
temui, bahwa ternyata Balikpapan baru melakukan pengarsipan sejak tahun 2005,
sehingga menurut saya hal ini sangat disayangkan, mengingat berapa banyak
dokumen yang hilang sejak Balikpapan berdiri menjadi sebuah kota praja pada
awal tahun 1960an.
Ketidak
tersediaan sumber data yang cukup dalam melakukan sebuah riset sejarah local
menyebabkan seorang sejarawan terpaksa harus mengeluarkan anggaran lebih. Hal
ini menjadi permasalahan tersendiri bagi peneliti yang tidak mendapatkan
bantuan dana, sehingga seringkali memiliki tema penelitian sejarah yang sangat
baik dan menarik, namun ketika dibenturkan dengan ketersediaan dana akhirnya
penelitian tersebut tidak dapat terlaksana. Kendala terakhir yang pernah saya
alami ialah kendala bahasa, penelitian mengenai sejarah local biasanya sangat
jarang dilakukan oleh orang-orang local itu sendiri. Biasanya penelitian
sebelumnya atau penelitian yang sedikit berhubungan dengan tema kita sudah
pernah ditulis oleh peneliti asing. Sehingga untuk mengkaji hasil penelitian
tersebut dibutuhkan sebuah keterampilan bahasa asing, mengingat biasanya penelitian
itu dipublikasikan dengan bahasa asing. Kemampuan penguasaan bahasa sumber
menjadi sangat esensial terlebih lagi apabila tema-tema yang akan diteliti
mengharuskan peneliti tersebut menggunakan arsip-arsip colonial.
Wa’allahualam Bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar