NAMA :
HANIF RISA MUSTAFA
NIM : 12/338345/PSA/07221
MAKUL :
HISTIRIOGRAFI
Review; Stadium General tanggal 20 Desember 2012. Oleh; Mr. Guo Quan Seng (Chicago University) dan Mr. Micheal G. Vann (Sacramento University)
Apa yang
diberikan pada perkuliahan stadium general pada tanggal 20 Desember 2012, merupakan kisah pengalaman dalam melakukan
penelitian Mr. Guo Quan Seng (Chicago University) dan Mr. Micheal G. Vann (Sacramento
University). Diawali oleh Mr. Guo
Quan Seng mengisahkan pengalamannya. Mr. Guo Quan Seng menceritakan mengenai
gerakan sosial di Singapura. Ia berbagi pengalaman peneitiannya mengenai “History
as Curiosity and History as Activism” tentang sejarah sebagai keingintahuan dan
sejarah sebagai aktivitas. Mr. Seng Guo Quan menjelaskan pengalamannya tersebut
dengan singkat. Ia berkutat pada penemuaannya dalam gerakan sosial di Singapura.
Ia menonjolkan karakter yang bernama Lim Chin Siong, seorang
politisi sayap kiri yang sangat berpengaruh dan seprang pemimpin serikat buruh
di Singapura pada 1950-an dan 1960-an. Sosok Lim Chin Siong ini disamakan apabila
di Indonesia adalah Soekarno. Selain itu ia juga menemukan bahwa Lim Chin Siong
terinspirasi oleh E.P Thompson seorang Marxisme yang merupakan tokoh dalam
pembaruan suatu Negara namun condong terhadap komunis. Mr. Seng Guo Quan dengan
penemuan tersebut, itu dapat sebagai pencarian identitas bangsa.
Berbeda lagi dengan Prof. Micheal G. Vann yang menceritakan
pengalamannya mengenai penemuan aneh dalam penelitiannya yaitu petualangan
metodologi dalam arsip, selokan dan halaman lucu kolonial Vietnam. Topik
penelitian Prof. M. G. Vann dalah kolonial Prancis di Hanoi Vietnam. Fokus
topik penelitiannya pada dampak kolonisasi Prancis pada kota Hanoi,
Transformasi kota kolonial, dan penciptaan sebuah kota kolonial ganda yaitu
polarisasi rasial, supermasi kulit putih, eksplorasi kehidupan sehari-hari di
kota kolonial. Untuk mencapai analisis
yang dilakukan Prof. G. Vann melakukan
pendekatan dengan jalan sejarah urban Hanoi, sejarah sosial Hanoi dan sumber
tradisional yang meliputi catatan pemerintah, perencanaan kota, peninggalan
arsitektur, catatan pajak dan yang banyak adalah peta.
Dalam analisisnya ini dia menemukan bahwa kota kolonial Hanoi sebagai
kota ganda, ini ditunjukkan pada dua buah realitas kehidupan yang diwujudkan
dalam foto-foto, dimana menunjukkan dua sisi yang sangat berbeda, seperti
adanya kesenjangan sosial, perbedaan kepadatan penduduk. Oleh Prof. G. Vann dijelaskan bahwa kesenjangan
sosial ini ditunjukkan dengan adanya pemukian yang bersih berada di pusat kota
sedangkan satunya adalah pemukiman kumuh atau mungkin pemukiman liar di
pinggiran kota. Dari hal tersebut dapat menunjukkan di kota Hanoi terdapat
kesenjangan sosial yang sangat signifikan. Serta ditunjukkan kepadatan
pendudukan, yang mana realitas kehidupan penduduk kolonial masih sedikit dan
memiki aturan sehingga terkesan rapi, sedangkan penduduk pribumi sendiri
terlalu padat dan tidak tertata, sehingga terkesan pada penduduk pribumi kotor
dan menjijikkan. Dari dua realitas tersebut kesenjangan sosial dan kepadatan
penduduk, namun dua realitas ini hidup saling berdampingan di satu kota dalam
kesehariannya.
Prof. G. Vann berbagi pengalaman bagaimana ia membaca realitas
kehidupan sehari-hari di kota kolonial Hanoi. Diawalinya dengan beberapa
pertanyaan, yaitu apa yang dipikirkan kolonial Prancis terhadap kotanya,
bagaimana pengalaman dikota mereka, bagaimana mereka mengalami supermasi kulit
putih dan apa yang menjadi batas-batas kendali kulit putih dan supermasi kulit
putih. Kemudian untuk mengatasi
analisisnya, Prof. G. Vann mempelajari tata ruang kota kolonial Hanoi dengan
menggunakan peta. Baginya hal tersebut bisa sangat membosankan. Dan bahkan yang
terunik ia terinspirasi keju yang membusuk dan dipenuhi dengan belatung, ini
menjadikan inspirasi dalam menggambarkan realitas ganda dalam kehidupan kota
kolonial Hanoi yang ditunjukkan dengan adanya kesenjangan sosial serta
kepadatan penduduk masa itu. Dan yang paling menggelikan adalah supermasi kulit
putih, Prof G. Vann terinspirasi dari hasil cetakan lukisan yang menggambarkan
orang-orang paris (parisan) yang mengalahkan kucing,
menempatkan mereka untuk diadili karena sihir,
dan membunuh mereka.
Selain pengalaman tersebut dalam analisis penelitiannya Prof. G. Vann
juga melakukan pemikiran deskripsi yang terinspirasi dari antropologi budaya,
sejarah budaya atau sejarah mentalitas, sumber bahan kreatif, sejarah mikro dan
sejarah orang-orang kecil. Setelah mendapatkan hasil analisisnya Prof. G. Vann
menemukan bahwa selokan Hanoi merupakan symbol modernitas, ketidaksetaraan ras,
kegagalan proyek kolonial dan kemudian ia mendapatkan data penangkapan tikus di
selokan Hanoi.
Temuan itu menjadi sebuah inspirasi bagi ia dan tertuang pada tulisan
“Of Rats, Rice, And Race:
The Great Hanoi Rat Massacre, An Episode In French Colonial History”. Baginya
ini merupakan deskripsi tebal sejarah mikro dan itu merupakan cerita yang
menyenangkan , mengenai ironi krisis kesehatan selokan, pembantaian, masalah
buruh dan tikus pertanian. Prof. G. Vann juga berbagi pengalaman bagaimana ia
dapat menjelajahi gender dalam kota kolonial Hanoi. Ia menggunakan sumber
kartun di Koran local. Awalnya dia melihat laporan politik namun akhirnya ia
membaca halaman lucu. Dengan melihat kartun di Koran local, ia dapat menilai
kolonial, ketidakseimbangan gender dan signifikasi dari 1898. Bagi ia ini
sangat menyenangkan, namun sering menjadi kesulitan dalam mencari sumber
yang sangat jujur, yang diproduksi secara lokal dan dikonsumsi, bagian dari
percakapan pribadi dalam humor sulit untuk
menerjemahkan. Ia mempercontohkan
sebuah gambar karikatur yang menggambarkan keeksotis Hanoi, Keerotisan, dan
pemetaan kekuasaan kolonial serta kerentanan di kota. Bagi Prof. G. Vann gambar
kartun dapat dijadikan sumber sejarah. Menurutnya kartun merupkan sumber
sempurna untuk sejarah kebudayaan, humor kolonial menunjukkan kegagalan dari
proyek kolonial, dan humor sering terbuka mengenai rasisme, kekerasan dan
seksualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar