Wahyu
Setyaningsih
12/339547/PSA/7317
Tugas
Review
Anthony H. Johns, The
Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography
Dalam
The Journal of Asian Studies, Vol. 24, No. 1. (Nov., 1964), hlm. 91-99.
Anthony H. Johns menulis artikel yang
berjudul Peran Organisasi Struktural dan Mitos dalam Historiografi Jawa dilatarbelakangi
oleh beberapa hal, di antaranya adalah mahasiswa dari sejarah budaya Indonesia
menolak elemen-elemen non-pribumi yang selalu mengaburkan fakta. Di samping
itu, banyaknya tulisan Jawa dan Melayu, tetapi sulit untuk dinilai kebenaran
fakta dari fiksi yang ada,terutama dalam bagian pengantar. Misalnya Sejarah
Melayu, sebuah kronik Dinasti Malaka (1403-1511), Pararaton, dan Babad Tanah
Jawi.
Dalam penulisan ini, John menggunakan dokumen
berupa Pararaton dan Babad Tanah Jawi . Cara yang
dilakukannya adalah dengan menggunakan konsep-konsep analitik dari Pararaton dan Babad Tanah Jawi melalui perspektif budaya. Kronik-kronik yang
terdapat dalam Pararaton dan Babad Tanah Jawi dapat diartikan dengan tepat dalam konteks
keseluruhan sistem budaya yang menghasilkannya.
Pararaton
merupakan
sebuah buku yang berkaitan dengan raja-raja dari Jawa Timur, dimulai dengan
seorang mantan inkarnasi dari pendiri Singasari (1222-1292). Bagian awal berisi
tentang pendiri kerajaan Singosari dan Majapahit, Ken Angrok, dari sebelum
dinobatkan menjadi raja, menawarkan dirinya sebagai pengorbanan kepada
Yamadipati sebagai hadiahnya setelah kematiannya dia akan dijanjikan masuk ke
surga Wisnu dan selanjutnya terlahir menjadi manusia kuat di Singosari. Janji
itu diterpenuhi, Ken Angrok terlahir menjadi anak Dewa Brahma, kemudian oleh
ibunya (Ken Endok) diletakkan di kuburan yang mana tubuhnya memanancarkan cahaya
sehingga Ki Lembong mengambilnya dan kemudian diadopsinya. Ken Angrok dipercaya
sebagai jelmaan Dewa Wisnu oleh Lohgawe, kemudian ia diadopsi oleh Lohgawe dan
dikenalkan dengan Tuggul Ametung, penguasa Tumapel. Lohgawe memberitahukan
kepada Ken Angrok bahwa siapa yang bisa memiliki istri Tunggul Ametung, Ken
Dedes, akan menjadi penguasa. Untuk bisa mencapai itu, dia datang ke Bango
Samparan untuk menanyakan cara membunuh Tuggul Ametung, yaitu dengan keris Mpu
Gandring. Hal itu tercapai, Ken Dedes kemudian dijadikan istri Ken Angrok, dan
Ken Angrok pun menjadi penguasa di Jawa Timur.
Bagian awal teks ini tidak dapat
dijadikan sebagai sejarah. Namun setelah Ken Angrok naik tahta, Pararaton memiliki nilai sejarah dan ini
didukung, baik oleh prasasti maupun sumber-sumber Cina. Selain itu, Johns juga
menguak seluk beluk dari narasi tersebut dengan keyakinan. Jadi, pengantar
harus memiliki fungsi dan praktis dalam menerapkan kontrol sejarah dari setiap
peristiwa, seperti pengetahuan tentang pemuda Ken Angrok, hal ini setidaknya
untuk menggambarkan kerangka acuan dalam menginterpretasi peristiwa yang
terjadi. Posisi Johns adalah untuk pemahaman Jawa tidak terlepas dari sifat dan
fungsi kerajaan. Bagi orang jawa, itu merupakan fungsi dari penguasa untuk
menghubungkan masa kini dengan masa lalu dan masa depan dan untuk memberikan
kehidupan manusia sesuai tatanan kosmik. Raja dianggap sebagai wakil Tuhan di
bumi, kerajaan sebagai wujud dari salinan mikroskosmis dari makroskosmos.
Fungsi kosmik dan keilahian bawaan adalah pusat perhatian dari pengantar Pararaton.
Berg menjelaskan bahwa imajinasi populer, pencuri dan penjudi adalah mempunyai
kekuatan magis. Menurut Johns, ini adalah serangkaian pertemuan kelas sosial
yang berbeda, penjudi, petani, pandai besi; yang berhubungan dengan Lohgawe
sebagai jelmaan Brahma; pernikahan dengan Ken Dedes dan hubungan dengan
Mahayana, semua itu menunjukan fungsi kosmik raja. Pekumpulan Brahma,Wisnu, dan
Siwa menujukkan keilahian bawaan dalam semua tradisi agama besar di Jawa. Jadi,
pengantar Pararaton adalah cerita
dongeng saja,hal ini terkait dengan teori kerajaan Jawa dan konsepsi Jawa
tentang peran raja.
Babad
Tanah Jawi
menceritakan tentang Kerajaan Mataram di Jawa Tengah (1582-1749), yang diawali
dengan pendiri Kerajaan Mataram Jawa Tengah, Senopati, pada tahun 1582. Teks
diwali dengan Adam, menuju sebuah silsilah sinkretis dewa Hindu dan nabi-nabi
umat Islam. Silsilah selanjutnya sampai pada Kerajaan Kediri, kemudian menuju
Padjajaran yang menggantikan Singosari, kemudian hancurnya Majapahit. Pada abad
ke-XVI selanjutnya, Keraton Demak, Pajang, dan Mataram Islam. Dalam penulisan
babad, legitimasi dipengaruhi oleh faktor keturunan, seperti Senopati, sebagai
instrumen penguasa untuk menjalankan perannya secara mikroskosmos dan
mikroskosmos, menunjukan akulturasi antara konsep Hindu-Budha-Islam secara
mikroskosmos dan makrokosmis dan penyembahan tradisi adat leluhur. Babad yang
ditulis dalam bentuk ayat mirip dengan Kidung.
Berg membayangkan bahwa teori Babad Tanah Jawi berasal dari teks resmi
yang dikeluarkan oleh Sultan Agung tahun 1633. Dia menganggapnya sebagai karya
khusus untuk menjamin legitimasi Sultan Agung sebagai penguasa dan kekuatan
magis sehingga Berg berpendapat bahwa apa pun dalam Babad tidak memberikan gambaran
masa lalu, tetapi hanya kekuatan magis saja. Berbeda dengan pandangan Johns,
penulisan Babad dilakukan untuk legitimasi raja sebagai keilahian dan fungsi
kosmik raja, keinginan untuk menghidari jeda ide dalam sejarah narasi
sebelumnya dari Majapahit, Demak, dan Pajang. John membenarkan bahwa catatan
dalam Majapahit tidak akurat, tetapi jika dikaji dengan teori budaya
“Pinggiran”, pendirian Kerajaan Demak benar, kemudian direvisi dan diadaptasi
menjadi Babad Demak. Upaya legitimasi memang penuh dengan mitos-mitos kekuatan
supranatural, hal ini menunjukan bahwa mitos itu terdapat fakta sejarah yang
tumpang tindih. Hal ini dibuktikan dengan karir Joko Tingkir menjadi seorang
raja, terdapat fakta yang menjelaskan perjuangan melawan Arya Penangsang.
Dengan demikian dalam bagian awal dari
babad terdapat kebenaran sejarah yang kadang-kadang ia tertutup dan terkadang
terpecah-pecah. Menurut Johns bahwa babad adalah terikat untuk mencerminkan distribusi
berbagai penekanan dalam tradisi budaya Jawa, akuisisi elemen baru, kebangkitan
antara penulisan ulang, struktur babad menunjukan kemungkinan dari Babad Demak, jauh lebih Islami yang
berasal dari Mataram. Perbedaan Babad
Tanah Jawi dan Pararaton dalam
hal kualitas dalam legitimasi, yaitu mitos dan simbol memainkan peran lebih
penting dalam Babad daripada Pararaton.
Buktinya, perjalanan awal Ken Angrok tidak harus dipedulikan sehingga bisa
menjadi raja, sedangkan Senopati sangat mempedulikan silsilah keturunan dengan
cara menggunkan simbol dan mitos dalam istilah untuk menjadi raja. Babad Tanah Jawi dan Pararaton sama-sama menggunakan konsep
dewa-raja dan makro-mikrokosmis. Yang perlu diperhatikan adalah kehati-hatian
dalam menimbang bukti dan kesiapan dalam bereksperimen dalam menggunkan konsep-konsep
analitik yang akan memengaruhi dan bermanfaat dalam penulisan sejarah Jawa atau
tidak. Mitos berperan untuk membuat masa lampau bermakna dengan memusatkan
bagian-bagian masa lampau yang mempunyai sifat tetap dan berlaku secara umum
sehingga dalam mitos tidak ada unsur waktu, tidak kronologis dan tidak ada awal
dan akhir. Struktur organisasi sosial berperan dalam mendapatkan gambaran
tentang kondisi berbagai aspek masyarakat dan kebudayaan dari sebuah kerajaan. Jadi
mitos dan struktur organisasi sosial memengaruhi dalam historiografi Jawa
terutama dalam genealogi dan legitimasi raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar