Nama : Wahyu Setyaningsih
NIM : 12/339547/PSA/07317
Dewasa ini bentuk-bentuk imperialisme
dan kolonialisme tidaklah berupa bentuk-bentuk yang terlihat secara kasat mata,
tetapi tanpa disadari penjajahan dalam bentuk mentalitas dan pengetahuan pun
merupakan bentuk-bentuk imperialisme dan kolonialisme modern. Hal tersebut
merupakan salah satu permasalahan-permasalahan yang terjadi di Asia. Berbagai
kajian dan metodelogi dalam berbagai pengetahuan, terlebih sejarah menggunakan
perspektif Eropasentris. Sisi kelokalan Asia hilang dari setiap pengetahuan,
karena steriotip yang sudah mengakar bahwa Barat sebagai kiblat dalam setiap
hal. Melihat permasalah yang terjadi di Asia, terutama tentang metodelogi,
teori dan pemilihan masalah sehingga berbagai karya yang dituliskan bersudut
pandang Barat. Inilah yang menjadikan Syed
Farid Alatas – seorang Profesor Sosiologi Malaysia
yang mengajar di Universitas Nasional Singapura – menulis sebuah karya yang berjudul Diskursus
Alternatif Dalam Ilmu Sosial Asia.
Alatas di chapter lima ini memberikan
pandangan mengenai dua bentuk orientasi yang saling berbenturan, yaitu
nativisme dan ilmu sosial otonom. Nativisme merupakan paham-paham yang
beranggapan bahwa faktor lingkungan tidaklah penting dalam memengaruhi sebuah
kualitas pribadi, atau kualitas pribadi sudah ada sejak lahir. Hal inilah yang
mendasari sebuah pandangan bahwa pribumi itu lebih baik dari nonpribumi,
sehingga menimbulkan penolakan yang nyaris total terhadap Barat. Inilah yang
menimbulkan kecenderungan menilai gagasan diskursif alternatif oleh orang-orang
yang tidak paham yang mana mereka membentuk gagasan berdasarkan reaksi ekstrem
dari beberapa nativis.
Masalah sosial lainnya yang diberikan
Alatas dalam chaper lima ini adalah mengenai ulayatisasi yang terjadi di Asia
Timur, yaitu penggantian sinicisasi menjadi ulayatisasi. Ulayatisasi adalah
sebuah bentuk pemahaman yang merujuk pada pengembangan ilmu sosial yang
dinasionalosasikan. Namun, masalah ulayatisasi adalah kegagalan memperhitungkan
keanekaragaman sosio-budaya dan berbagai pusat budaya serta sejarah suatu
negeri. Masalah lainnya dalam ilmu sosial yang terjadi di Asia dan Malaysia
menurut Shamsul adalah kratonisasi ilmu sosial. Kratonisasi ilmu sosial adalah
fragmentasi ilmu sosial ke dalam tipe ilmu sosial pemerintahan versus ilmu
sosial akademis versus ilmu sosial swasta. Hal inilah yang menumbulkan masalah
penting dalam yang menantang imu sosial dari dalam batas sebuah bangsa,
sementara masalah kebergantungan akademis dan imperialisme akademis berasal
dari luar. Pertanyaannya adalah bagaimanakah dengan diskursus yang ideal,
terutama diskursus Asia dalam memandangan permasalahan yang terjadi di Asia?
Inilah tugas berat seorang akademisi, akankah tetap pada idealisme atau terbawa
arus?
Pengetahuan yang ada menurut Alatas
terbagai menjadi tiga yaitu: 1) pengetahuan yang valid; 2) pengetahuan Barat
yang hanya sedikit kepentingannya bagi masyarakat-masyarakat yang berkembang;
dan 3) pengetahuan Barat yang memiliki komparatif bagi masyarakat-masyarakat
berkembang. Maka, ketika berbicara mengenai ilmu sosial otonom harus dilihat
dari perspektif Asia. Ilmu sosial otonom yang dimaksudkan adalah pandangan
dalam merumuskan suatu teori, menciptakan suatu konsep dan secara kreatif
menerapkan metodelogis tanpa didominasi oleh paham luar, tetapi juga tidak
menutup diri terhadap perkembangan intelektual yang terjadi di luar Asia. Atau
dapat dikatakan adanya filter dalam mengambil keputusan dan yang baik dari luar
kita ambil, dan pandangan luar yang tidak sesuai dengan kultur lokal jangan
digunakan.
Dalam menerapkan ide-ide ilmu sosial
otonom memang tidaklah mudah. Di sini Alatas memberikan tujuh aspek yang harus
terlibat dalam menerjemahkan ide-ide tersebut, yaitu: 1) membatasi perkembangan
benak terbelenggu dengan mendorong proses asimilasi selektif dan independen
terhadap pengetahuan Barat; 2) mematok standar intelektual dan ilmiah yang
tinggi dengan membandingkan ilmu sosial lokal dan regional dengan ilmu sosial
di negara-negara maju; 3) pendidikan para ilmuan sosial perlu diarahkan pada
studi perbandingan; 4) menciptakan kesadaran di kalangan pemerintah dan kaum
elit tentang pengembangan tradisi ilmu sosial yang otonom; 5) mencari dukungan
dari para ilmuan luar negeri yanh bersimpati dengan ilmu sosial otonom; 6)
mengkritik rencana pembangunan yang salah dan penyalahgunaan pemikiran ilmu
sosial yang lahir dari benar terbelenggu dengan merujuk pada target-target
lokal yang konkret; 7) membangkitkan kesadaran para ilmuan sosial menyangkut
penghambaan intelektual mereka.
Dengan melihat aspek-aspek di atas, maka
sebagai orang Asia harus kritis terhadap perkembangan Barat, terutama aspek
global yang melingkupinya sehingga keterbelangguan terhadap steriotip mengenai
Barat tidak berat sebelah. Kita sebagai orang Asia harus mengkritisi
pengetahuan Barat, seperti tidak semua tentang Barat itu baik untuk orang Asia,
dan tidak semua tentang Barat itu negatif, atau dengan kata lain harus
selektif. Selain itu kita harus berani mencoba untuk menggunakan sumber-sumber
non-Barat dalam upaya untuk menciptakan sebuah ciri khas Asia, seperti
menggunakan teori Ibn Kaldun. Pengetahuan Barat bisa jadi merupakan sarana dari
Barat untuk legitimasi mereka, atau faktor lainnya. Lahirnya ilmuan otonom
tidak terlepas dari kesadaran pribadi untuk mencoba mengangkat hal-hal lokal,
tetapi tidak membatasi diri dengan pengetahuan Barat. Bukan seperti katak dalam
tempurung, tetapi juga tidak semua unsur-unsur Barat diterima begitu saja. Namun,
jangan senang dahulu, karena dalam ilmu sosial otonom ini juga ada dua
persoalan penting, yaitu: 1) persoalan otonomi tidak terbatas pada masalah
Eurosentris atau keterbelengguan pikiran, tetapi juga bias dari isu-isu kontroversial
di Eropa itu sementara pikiran kita terbelenggu; 2) ilmu sosial otonom sebagai
koreksi terhadap ilmu sosial dengan Eurosentris yang pada akhirnya berkenaan
dengan ilmu sosial yang relevab dengan lingkungannya. Hal ini menimbulkan
konsep baru, yaitu relevansi dan irelevansi. Pertanyaannya adalah sudah siapkan
para ilmuan Asia untuk melepaskan diri tradisi kuno yang telah mengakar? Beranikan
mulai menuliskan semua tentang pengetahuan dari perspektif Asiasentris dengan
mencoba pandangan baru dari Alatas ini, akahkah akan menjadi ilmuan nativistik
atau otonom?
Dengan demikian yang bisa saya tangkap
dari penjelasan Alatas dalam chapter lima adalah dua padangan kontras antara
nativisme yang lebih condong ke lokal dengan otonom yang masih mau menerima
barat. Kalau kita tarik dari sejarah kita, dahulu pada waktu zamannya Sukarno
yang berani bersikap tegas menolak terhadap semua tentang Barat, justru kita
bisa mandiri dan lebih produktif daripada ketika zamannya Suharto yang
memberikan pintu secara terbuka terhadap Barat. Namun, kita juga tidak bisa
berfikir sempit dengan meninggalkan jiwa zaman ketika menentukan sebuah
keputusan. Dua pandangan yang diberikan Alatas ini menjadikan sebuah metodelogi
alternatif baru yang bisa digunakan sebagai rujukan dalam ilmu pengetahuan.
Namun, saya pribadi cenderung pada sebuah sikap yang otonom. Menurut saya,
otonom di sini kita menjadi semakin kaya pengetahuan kita, mengglobal, tetapi
tidak meninggalkan jati dirinya. Di samping itu pula, nativisme di sini dapat menjadikan
kita lebih bersikap politis, karena lebih dekat dengan negara sehingga
idealismenya terbelenggu dengan kepentingan politis. Namun, ketika memilih
untuk menjadi ilmuan yang otonom juga harus konsisten sehingga di dapatlah
sebuah metodelogi dalam historiografi yang benar-benar baru dan bisa relevan
untuk digunakan acauan dalam berbagai hal, terutama dalam hal akademis. Dalam tulisan ini Alatas belum bisa menampilkan kontribusi apa yang dapat digunakan dalam mengkaji permasalahan sejarah yang sampai sekarang masih menjadi kontroversi. Selain itu pula, Alatas belum menampilkan contoh benturan orientasi yang terjadi di Asia dengan mendasari dari sifat dan kultur budaya dari masing-masing bagian Asia, seperti contoh benturan Asia Timur tidak bisa digunakan di Asia Tenggara. Dapat dikatakan bahwa Alatas masih belum menampilkannya secara lebih spesifik mengenai benturan orientasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar