NAMA :
HANIF RISA MUSTAFA
NIM : 12/338345/PSA/07221
MAKUL :
HISTIRIOGRAFI
Riview
buku: On the Study of Southeast Asian History oleh D. G. E. Hall
dan Historiographical
Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories
oleh
T. N. Harper
Sekilas membaca
artikel yang berjudul On the Study of Southeast Asian History oleh D. G. E.
Hall dan Historiographical Review 'Asian Values' And Southeast Asian Histories
oleh T. N. Harper mengajak kembali untuk menata ulang
historiografi yang selama ini di teliti oleh bangsa barat. Ini menjadi sebuah
motivasi yang sangat menantang untuk membuat penataan ulang kembali
historiografi asia tenggara khususnya Indonesia agar menemukan indentitas diri dalam
berbangsa dan bernegara. Dalam artikel On the Study of Southeast Asian
History oleh D. G. E. Hall mengajak melihat pentingnya penulisan sejarah
asia tenggara, Hall memberikan contoh para peneliti yang menulis sejarah asia
tenggara seperti Bernard Philippe yang menulis Angkor et le Cambodge au XVI
sidcle d'apres les sources portugaises et espagnoles (Paris, 1959) mengenai
peradaban kuno Khmer yang sisa-sisa kemegahaan arsitekturnya masih tak
tertandingi sampai sekarang. J.G. de Casparis yang merevolusi pengetahuan
tentang periode Sailendra dalam sejarah Indonesia dan studi tentang prasasti
abad kedelapan dan abad kesembilan dari jawa. Kemudian Paul Wheatley meneliti
tulisan-tulisan Cina, Yunani, Arab, Persia dan India yang berkaitan dengan
sejarah awal geografi Malaya. Wheatley menulis penelitiannya dalam buku yang
berjudul The Golden Khersonese. Dan
juga Profesor C.C. Berg yang meneliti tentang studi sastra jawa kuno, seperti
Negarakertagama, Pararaton dan Babad Tanah Jawi. Dari contoh yang diberikan
oleh Hall memberikan sebuah gambaran bahwa pentingnya peradaban yang dimiliki
oleh asia tenggara sebagai identitas diri. Para peneliti ini membuat sebuah
kontribusi besar untuk asia tenggara, tetapi penilitian yang dilakukan oleh
para peneliti ini masih dalam tahap awal penulisan sejarah asia tenggara.
Penemuan dan bukti dasar penelitian sebelumnya belum diselidiki atau belum dieksplor. Inilah yang menjadi
tugas penting para sejarahwan baru untuk menemukan titik terang kembali sejarah
asia tenggara. Dalam studi yang dilakukan oleh peneliti barat menggambarkan
sejumlah point penting untuk historiografi asia tenggara, yaitu pentingnya
sumber-sumber cina, epigrafi dan arkeologi menawarkan banyak hal yang menarik
untuk diteliti, serta sejarah adat (oral histori), legenda, cerita rakyat
tradisi memberikan informasi sebagai sumber sejarah.
Berbeda dengan artikel Historiographical Review 'Asian Values' And
Southeast Asian Histories oleh
T. N. Harper. Harper dalam artikelnya menulis bahwa dari expansi eropa ke
asia memunculkan sebuah pemikiran baru mengenai nilai-nilai asia. Dalam artikelnya,
seorang bernama Samuel Huntington menyatakan tampaknya peradaban bukan eropa
memiliki kesamaan yang tidak jauh dengan konghuchu dan islam (dimaksudkan
peradaban asia), terutama pada konteks ke utamaan keluarga dan masyarakat atas
hak-hak individu. Nilai-nilai asia ini memiliki ketimpangan dengan peradaban
liberal barat. Ketimpangan ini muncul dari bacaan sejarah yang menbicarakan
seribu kesuraman dan harapan menyingsing abad pasifik. Ini sangat ironis dan
sangat banyak terekonstruksi dalam pikiran dikalangan asia. Ini akibat dari bayang-banyng
kolonialisme, sehingga perlu adanya daya tarik penemuan kembali tentang
kebenaran sejarah asia tenggara.
Dr. Mahathir Mohamad, seorang perdana mentri Malaysia menyatakan
bahwa nilai-nilai asia adalah retorik. Karena implikasinya bahwa orang asia
tidak memahami hak azasi manusia. Kesalahpahaman ini muncul karena orang luar
jarang mendengar orang asia menyebutkan tentang nilai-nilai asia. Oleh Dr.
Muhatmir nilai-nilai asia hanya dipahami sebagai tantangan neo-imperalisme
barat. Nilai-nilai asia ini menjadi sebuah perdebatan sejarah dan menimbulkan
sebuah pertanyaan apa modernitas? Nilai apa yang terkait dengan modernitas? Apa
modernitas asia tenggara muncul sebagai penyeimbang untuk menggantikan proyek ekspansi
eropa di asia tenggara dalam misi modernitas? Perdebatan ini menjadi sebuah
otonomi sejarah asia tenggara yang
didefinisikan oleh van leur dan small. Untuk sejarahwan asia tenggara
sendiri antara kosmopolitanisme dan kekhasan selalu dalam perbedaan. Sejarahwan
terus mengejar visi otonom masa lalu asia tenggara untuk menemukan eksotik.
Prof. O.W. Wolters menguraikan beberapa ciri budaya asia tenggara seperti yang
disaksikan dalam awal sejarah. Banyak fitur yang mungkin tidak menjadi ciri
khas asia tenggara, kongfigurasi ini muncul dan hadir dalam pikiran yang mana
rasa asia tenggara selalu modern. Pergerakan intelektual tentang nilai-nilai
asia merupakan suatu produk yang menyebabkan asia tenggara harus memeriksa
kembali pertemuan masyarakat asia tenggara dengan modernitas. Tujuan utama
untuk melacak kesinambungan dalam dinamika adat dengan jejaring pra kolonial,
dengan kata lain mencari identitas diri.
T. N. Harper, dalam artikelnya memberikan sebuah
point penting untuk melakukukan sebuah kajian historis yang kontribusinya
sangat penting untuk sejarah asia tenggara, yaitu rekonstruksi ulang asia
tenggara melalui sejarah dan biografi, ini dimaksudkan untuk pembuatan
identitas asia tenggara, tinjauan kembali oral histori dan tradisi agar
memunculkan kehidupan baru dalam sejarah kolonial di asia tenggara, penemuan
kembali sejarah kolonial yang merupakan pemeriksaan ulang dari bangsa. Point
tersebut merupakan sesuatu yang perlu dikaji untuk mendapatkan pelurusan
sejarah dan merubah paradima mengenai ketimpangan yang ada antara bangsa barat
dan timur. Dari kedua artikel tersebut mengajak kita kembali akan pentingnya
sebuah peradaban sendiri. Sebagai mana yang dimiliki oleh bangsa barat sebagai
identitas sendiri dan bukan sejarah peradaban asia tenggara merupakan sebuah
peradaban pencerahaan dari bangsa barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar