Nama :
Siti Nur Hadisah B Hari/Tgl : Jum’at, 27 Sept 2012
NIM :
12/340216/PSA/07401 Dosen Pengampu : Dr.
Sri Margana
Mata Kuliah :
Historiografi
Artikel ini mengenai teks, yaitu proses pengadilan.
Adapun naskah sastra maupun naskah sejarah di Pontianak sudah sangat sulit
ditemukan. Sehingga, tulisan ini menonjolkan tulisan dari aspek yang berbeda,
yakni sebuah dokumen peradilan di Pontianak, Kalimantan Barat. Sejarah
pengadilan agama yang digunakan untuk mengetahui jenis pengadilan apa yang
dibawa ke pengadilan agama, siapa pihak-pihak yang beperkara, dan apa putusan
pengadilan. Sejarah lembaga hukum adalah sejarah ketetapan dan struktur hukum,
tetapi yang perlu dipahami dalam naskah tulisan artikel ini lebih pada
pemahaman dalam praktiknya yang sudah nyata serta dengan latar belakang
politik, sosial dan ekonominya.
Naskah tersebut menawarkan aspek-aspek kehidupan
manusia yang heboh dan janggal, tetapi lebih dalam lagi, karena merupakan
sumber dokumenter yang sangat beragam tentang masyarakat Pontianak seabad
silam. Naskah tersebut membuktikan adanya aktivitas pengarsipan di istana
Sultan pada abad ke-19. Dokumen-dokumen di dalamnya tertulis atas kertas buatan
Eropa, terutama Inggris, dan dua pertiganya memiliki cap berangka tahun
(1875-1880), yang membuktikan kertas yang digunakan untuk menulis hanya selang
beberapa tahun setelah diproduksi di Eropa.
Penulis dalam artikel ini juga memaparkan tentang dokumen-dokumen
yang berisi tentang dakwaan yang diajukan warga Pontianak kepada mahkamah agama
(Raad agama), kepada Sultan atau kepada berbagai menteri antara tahun 1872 dan
1882, terutama pada 1881. Kesultanan Pontianak didirikan oleh Pangeran Syarif
Abdul Rahman al-Qadri, yang berasal dari Mempawah, pada Januari 1772. Mahkamah
agama Pontianak dibentuk pada 1867, yang diketuai oleh Pangeran Bendahara
(Perdana Menteri), yangmana ketua Mahkamah agama ditunjuk oleh penguasa
setempat. Status Mahkamah agama sendiri sebagai “pendamping birokrasi
aristokrasi lokal”, bersifat lokal, juga diluar Pontianak. Kemungkinan semua
dokumen disusun dan ditulis oleh beberapa juru tulis atau peniter professional.
Hal yang sangat menarik terlihat adalah sebagaian
besar dakwaan yang ditulis tersebut diajukan kepada Sultan sendiri. Sebagian
lagi diajukan ke Raad agama, yang rupanya diadili oleh mahkamah ini. Raad agama
sendiri merupakan mahkamah yang berwenang mengadili perselisihan perdata, khususnya
menganai warisan dan pernikahan
berdasarkan hukum Islam. Kebanyakan kasus berupa gugatan orang yang
tidak memperoleh harta warisan.
Sedangkan mengenai perkawinan, hampir semuanya
berkenaan dengan akibat-akibat perceraian, yang kasusnya lebih berkenaan pada
perempuan menuntut nafkah. Sisanya tentang permohonan kepada Sultan agar di
anugerahi tanah. Hal menarik lainnya adalah dalam penggunaan kata-kata, seperti
wakil, pacal, ulun, hamba tuanku, dan penggunaan jenis kata lainnya. Kasus yang
lain berkenaan dengan hak asuh anak. Naskah ini memperlihatkan tentang nilai
dokumenternya di suatu bidang yang cakupannya lebih luas daripada prosedur
peradilan semata. Naskah yang ditemukan ini juga dapat menggambarkan masyarakat
Pontianak pada akhir abad ke-19, yang tidak ditemukan dalam karya sastra
manapun pada tahun yang sama.
Dalam tulisan ini lebih rinci pada penjelasan
tentang peradilan agama di Pontianak dalam memaparkan contoh-contoh kasus
bagaimana proses pengadilan agama pada waktu itu dan disertai dengan contoh
surat-surat dakwa yang mendukung. Namun,
terdapat kata-kata yang kurang bisa dimengerti oleh pembaca, hal ini bukan
karena tulisannya kurang menarik, melainkan pada cara penjelasan yang banyak
menggunakan kata-kata sebuah penulisan sastra.
Disadur dari
tulisan Henri Chambert-Lior. 2011. Sultan, Pahlawan dan Hakim: Lima Teks
Indonesia Lama. Jakarta: KPG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar