NAMA :
HANIF RISA MUSTAFA
NIM : 12/338345/PSA/07221
MAKUL :
HISTIRIOGRAFI
Review: “Diskursus
Alternatif Dalam Ilmu Sosial Asia”,oleh Syed Farid Alatas
“Bab 8 Menimbang Kembali Pengajaran Ilmu Sosial”
Pada bab delapan ini, secara implisit kita diajak oleh penulis, Syed
Farid Alatas untuk memunculkan teori-teori non-Eurosentrisme. Yang selama ini
dalam pengajaran ilmu sosial banyak di dominasi oleh teori-teori Eurosentrisme dan
mengesampingkan teori-teori Orientalisme. Notabenya teori-teori Orientalisme setara
dengan teori-teori Eurosentrisme yang
selama ini dipelajari dalam dunia pendidikan timur. Selain mengajak kita
memunculkan teori-teori non-Eurosentrisme, penulis juga membecirakan
Eurosentrisme dalam kurikulum ilmu sosial, dengan contoh pengajaran teori
soiologi serta mengusulkan cara menanganinya.
Pada kurikulum ilmu sosial, Eurosentrisme banyak menonjolkan dikotomi
subjek-objek, orang-orang Eropa sebagai perintis serta tokoh yang terdepan
dalam ilmu sosial, dan dominasi kategori serta konsep Eropa. Dikotomi
subjek-objek oleh pemikiran Eurosentrisme membuat orang-orang timur
termajinalkan pada sebuah konsep “objek”. pemikiran Eurosentrisme
mengeneralisasikan bahwa “subjek” adalah ilmuwan sosial yang berfikir dan
menulis, yang dimaksudkan adalah orang-orang Eropa. Selanjutnya orang-orang
non-Eurosentrisme sebagai sumber teori dan ide-ide sosiologi, dengan kata lain
orang-orang non-Eurosentrisme adalah “objek” penelitian. Jika ditelisik lebih
dalam antara subjek-objek adalah bangsa barat yang meneliti disebut sebagai
subjek dan bangsa timur yang diteliti disebut objek untuk membangun sebuah
teori sosial. Konsep pemikiran ini menciptakan suatu pemahaman yang mematikan
bagi orang-orang non-Eurosentrisme. Menjadikan orang-orang non-Eurosentrisme
tidak memiliki ruang gerak yang bebas dalam ilmu sosial dan menempatkan orang-orang
non-Eurosentrisme sebagai konsumen teori-teori yang dimunculkan oleh
orang-orang Eurosentrisme. Kasus seperti ini menempatkan orang-orang
Eurosentrisme sebagai yang terdepan serta perintis dalam ilmu-ilmu sosial dan
menjadikan yang paling utama untuk dipelajari. Seperti dalam kuliah sejarah
pemikiran dan teori sosial, yang mengedepankan teori-teori Mark, Weber,
Durkheim, Simmel, Montesquieu, Vico, Comre, Spencer, Toennies, Sombart,
Mannheim, Pareto, Summer, Ward, Small dan lainnya. Sedangkan orang-orang
non-Eurosentrisme, yang notabenya memiliki banyak pemikir sosial yang sejaman
dengan para pemikir sosial eropa -yang telah disebutkan- hanya disinggung
secara singkat bahkan diabaikan. Contoh pemikir dari non-Eurosentrisme ialah
Jose Rizal (Filipina, 1861-1896), Benoy Kumar Sarkar (India, 1887-1949), dan
Yanagita Kunio (Jepang, 1875-1962).
Sebuah karya yang menarik oleh Becker dan Barnes dengan judul “Social Thought from Lore to Science”.
Membicarakan ide-ide Ibnu Khaldun secara terperinci. Becker dan Barnes mengakui
bahwa Ibnu Khaldun masuk ke barat dengan mempengaruhi ide-ide pemikir Eropa. Namun
karena pemikiran orang-orang Eurosentrisme yang sudah terekonstruksi dalam
pembelajaran ilmu sosial, menjadikan ilmu-ilmu sosial yang dipelajari selama
ini didominasi oleh teori, konsep, dan kategori yang dikembangkan
Eurosentrisme. Dalam kenyataannya –seperti yang dikutip oleh Syed Farid Alatas
dari Chakrabarty- bahwa “mustahil
memikirkan tempat lain tanpa memakai beberapa konsepdan katagori yang
berurat-berakar dalam tradisi intelektual, bahkan teologi, eropa”. Tidak
mustahil apabila Eurosentrisme sedikit terpengaruh oleh pemikiran ibnu Khaldun.
Gagasan-gagasan dan pengembangan pendekatan pengetahuan yang lebih
universal dari orang-orang non-Eurosentrisme merupakan jalan membalikkan
dikotomi yang dimunculkan dari Eurosentrisme. Menyangkut hal tersebut,
pembalikan yang dibutuhkan orang-orang non-Eurosentrisme adalah menunjukkan
beberapa masalah dalam Eurosentrisme. Penulis mencontohkan masalah
Eurosentrisme dengan mengambil konsep religi dari Joachim Matthes. Religion dari bahasa latin religio, merupakan sebuah istilah
kolektif yang merujuk pada berbagai praktek dan kultus di Roma. Munculnya
Kristiani di Roma, menggeser istilah Religion kepada kegiatan kepercayaan
diluar kepercayaan Kristiani. Bahkan reformasi Protestan oleh Luther yang
memisahkan diri dari Gereja Katolik,
diasosiasikan sebagai Religion.
Sehingga Religion hanya diperuntukkan
untuk diluar Katolik yang
dianggap sebagai kepercayaan sah Roma. Ketika istilah Religion diterapkan pada kepercayaan selain Kristen Katolik-seperti islam,hindu,budha-, mengakibatkan
pengaburan realitas. Menurut Matthes –yang dikutip oleh penulis- logika
perbandingan seharusnya membandingkan dua hal yang berada dibawah unit
abstraksi ketiga yang lebih tinggi. Dicontohkan buah apel dan buah pir dibawah
unit buah-buahan, buah merupakan tertium
comparationis (bagian ketiga perbandingan). Begitu pula perbandingan antara
Kristen dan islam yang diletakkan dibawah unit Religion. Dan Religion
sebagai tertium comparationis. tertium comparationis menunjukkan
masalah pemahaman oleh Eurosentrisme. Pendekatan yang tepat untuk
mengembangkan tertium comparationis adalah dengan jalan pengembangan diskursus alternatif.
Diskursus alternatif ini harus melampaui kritik atas Eurosentrisme agar
muncul konsep dan kategori baru, penafsiran sejarah baru. Akan tetapi
orang-orang non-Eurosentrisme belum memulai untuk mengkritik Eurosentrisme, dan
sampai sekarang sebagian besar hanya masih menerima konsep dan kategori
Eurosentrisme. Pengkritikan ini dilakukan dengan niat dan tujuan untuk
meuniversalkan ilmu sosial. Untuk mewujudkannya diperlukan metateori. Metateori
ini ialah studi teori refleksi yang merupakan kajian mengenai struktur dasar
teori atau konteks sosial kemunculan teori, yang mencakup pengujian terhadap
landasan logika dan metodologinya. Sebagai contoh teori Ibnu Kaldun mengenai
pembentukan negara, terus-menerus didiskusikan metode, landasan dan konteks
sosial kemunculannya. Dalam hal ini penulis menyarankan untuk memulai mengkaji
ulang teori-teori oaring-orang non-Eurosentrisme. Pengkajian ini bukan sekedar
deskriptif ataupun membandingkan, tetapi menghasilkan teori baru dengan
menekankan pengambilan sumber dari sumber yang sampai sekarang dipinggirkan dan
tak dipakai.
Pembelajaran timur selama ini berkencenderungan pada diskusi tentang
karya Mark, Weber dan Durkheim. Untuk menciptakan diskursus alternatif, diperlukan
beberapa perubahan dalam pembelajaran. Yakni perkenalan terhadap teori non-Eurosentrisme. Tujuannya ialah agar
mengetahui asal-usul peradaban modern yang multibudaya, kontribusi orang-orang
muslim, India dan Cina, aspek-aspek dari semua peradaban, nilai-nilai dan
masalah umum yang dihadapi semua umat manusia. Menetralkan Eurosentrisme dalam
ilmu sosial membutuhkan keaktifan untuk memperkenalkan ide-ide
non-Eurosentrisme. Penulis memberikan usulan untuk menyebarkan kesadaran
kebutuhan diskursus alternatif dalam ilmu sosial, agar memunculkan perspektif
yang universal dalam ilmu sosial dan tidak terdapat dikotomi non-Eurosentrisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar