NAMA :
Hanif Risa Mustafa
NIM : 338345
MAKUL : Historiografi
Review:
Meneliti Sejarah Penulisan Sejarah, oleh Heater Suntherland
Sejarah merupakan catatan terus menerus secara sistematis
tentang kejadian-kejadian dalam masyarakat, kajian perkembangan negara,
rangkaian kejadian yang berkaitan dengan negara orang, benda, dan sebagainya.
Definisi tersebut sesuai dengan apa yang ada dalam Conside Oxford Dictionary edisi 1964, membuat para sejarahwan
banyak menghadapi pilihan penulisan sejarah. Guna mengahadapi pilihan-pilihan
tersebut diperlukan ‘historicise history’(menguji
sejarah penulisan sejarah) agar mendapati pemahaman apa yang mempengaruhi
penulisan sejarah. Heater Sutherland mengenalkan sebuah bentuk sejarah baru
yang melihat sejarah sebagai sejarah nyata dari rekonstruksi apa yang
sebenarnya terjadi dan sejarah yang dipengaruhi oleh kekuasan elit negara.
Sutherland menyebutnya Modern Profesional
History (Sejarah Profesional Modern-SPM). SPM muncul setelah ditandainya
narasi besar, merupakan sebuah narasi dominan yang menampilkan sejarah sebagai
puncak kejayaan modernitas bangsa dan negara. Penulisan SPM secara simbolis
berkembang dengan negara dan berkaitan erat dengan politik.
Sejarah memiliki implikasi
terhadap negara sebagai legitimasi negara dan identitas nasional. Negara
menciptakan genealogi dengan mencatat peristiwa-peristiwa yang tepat dan
menghilangkan peristiwa-peritiwa yang bertentangan dengan negara-bangsa.
Penciptaan genealogi ini, untuk legitimasi dengan menampilkan serta menggambarkan
tokoh dan peristiwa secara selektif ke
dalam sebuah narasi. Untuk mendapatkan legitimasi yang nyata, maka
identitas-identitas lama atau konflik-konflik lama ditempatkan jauh dengan
narasi kemenangan nasionalisme. Sejarah lokal yang bertententangan dengan
narasi dominan tidak diberlakukan. Ini dimaksudkan dalam penulisan sejarah
nasional, melakukan penulisan peristiwa sejarah yang melibatkan seluruh
warganegaranya. Terbentuk dari gerakan nasionalis yang dipimpin oleh warga kota
modern yang sadar akan kewarganegaraannya. Setelah merdeka, wakil-wakil kaum
elit gerakan nasionalis menjadi pemimpin.
Kebanyakan disemua negara
terjajah (termasuk Indonesia) kemerdekaan pada dasarnya terdiri dari pengalihan
aparatur negara dari tangna sebelumnya –pemerintah kolonial atau bangsa Eropa-
ke pemimpin lokal yang terbentuk dalam masyarakat colonial. Politik akan selalu
membentuk konstruksi sejarah. Hal ini sama-sama dimiliki oleh narasi
tradisional dan modern, namun narasi tradisional lebih berbentuk sastra
bertujuan moral dengan tema mitos dan agama, sedangkan narasi modern
menjelaskan kekuasaan politik sebagai bukti legitimasi. Apabila sebuah
pemerintah kehilangan legitimasi maka akan menimbulkan berbagai konsekuensi
diterima atau tidak diterimanya narasi-narasi sejarah yang membentuk legitimasi
kekuasaan. Negara-negara disini memiliki peranan penting guna merekonstruksi sejarah
bangsa sebagai legitimasi. legitimasi ini berdampak pada identitas nasional dan
membangun rasa nasionalisme.
Menciptakan tradisi memiliki
tujuan untuk memperkokoh pengembangan moderinitas. Melihat tujuan tersebut
perlu adanya pendefinisian kembali mengenai budaya. menurut Patrick Manning
budaya dilihat sebagai kesatuan yang dapat diidentifikasi, sebuah keseluruhan
yang kompleks dari keyakinan-keyakinan. Budaya sangat berpengaruh sekali
terhadap terbentuknya sebuah modernitas. Secara fundamental sejarah memandang
modernitas dengan tradisi berbeda, modernitas ditandai dengan kemajuan sedangkan
tradisi ditandai dengan pelestarian. Suatu perubahan secara cepat dan tidak
terkendali akan mendorong masyarakat untuk bergantung pada tradisi. Pergeseran
dan sifat sesuai dengan contingent
dari budaya merupakan bagian dari perubahan intelektual yang sama yang
menciptakan pascamodernisme. Pergeseran yang terpenting adalah pergeseran ide
sejarah sebagai ilmu pengetahuan ke produk budaya. awal dari pascamodernisme
ialah berkembangnya faham-faham baru diantaranya Thomas Khun dalam ide
paradigama, Jacques Derrida dalam teorinya dekonstruksi, dan lain-lain.
Masalah sifat universal SPM ialah
perspektif-perspektif sejarah yang berbeda-beda. Meskipun sejarawan menghargai
dasar-dasar metode ilmiah, tetapi sejarahwan mengabaikan perumusan dan
pengujian hipotesa. Banyak sejarahwan meragukan manfaaat membangun sejarah yang
eksplisit apaalagi teori. Teori sendiri merupakan instrumen yang berguna untuk
mengedentifikasi hubungan-hubungan penting dalam peristiwa sejarah. Akan tetapi
sumber-sumber sejarah menggiring kearah yang berbeda. Elemen terpenting dalam penulisan sejarah adalah
penggunaan tipologi. Menurut Manning tipologi adalah sebuaha klasifikasi atas
fenomena atau terminology yang tersusun rapi. Narasi besar SPM mengamsumsikan
modernisasi berdasar model barat dalam perkembangaan menuju negara demokratis
dan birokratis serta budaya modernitas tunggal.
Dari hasil yang rivew dari
karangan Heater Suntherland, diasumsikaan, bahwa Suntherland mengkritik sebuah
penulisan sejarah lama bangsa timur, penulisan bangsa timur yang selama ini
bersifat positivis yang mana memandang sejarah dengan relativisme sehingga
menghasilkan sejarah yang objektif. Suntherland memberikan wawasan baru
mengenai apa itu SPM dan perlunya SPM guna menambah wawasan sejarah yang lebih
modern tanpa adanya bayang-bayang Eropasentrisme. Tidak dipungkiri negara
memainkan peran penting dalam penulisan sejarah-peran politik dan ekonomi
sangat berpengaruh disini- akan tetapi untuk mencapai pemikiran baru perlu
adanya pemikiran-pemikira pascamodernitas. Sejarah dipandang dari berbagai
sudut pandang, memandang sejarah dari berbagai pengaruh. Sebagai contoh
kasusnya adalah penulisan sejarah pada masa orde baru, selama ini penulisan
sejarah masa orde baru seakan-akan dibatasi oleh negara. Tujuannya adalah
mencapai legitimasi kekuasan yang dapat berpengaruh terhadap masyarakatnya.
Untuk mencapai sejarah SPM saat ini perlu adanya penilaian dan pemikiran ulang
kembali sejarah orde lama tersebut, memandang sejarah dari berbagai aspek.
Meskipun sejarah akan menjadi subjektif, namun ke-subjektifan itulah yang akan
meluruskan sejarah. Sehingga tidak tercapai-yang selama ini saya pandang- bahwa
sejarah adalah alat legitimasi rezim, namun
sejarah akan tercapai sebagai legitimasi negara-bangsa dan identitas
nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar