Halaman

Selasa, 08 Januari 2013

Meneliti Lewat Mata Imperialisme


Nama  : Wahyu Setyaningsih       NIM                   : 12/339547/PSA/07317
Prodi   : Ilmu Sejarah                   Mata Kuliah  : Historiografi
Dosen : Dr. Sri Margana                 Tugas            : Review Buku

---
Identitas Buku:

Linda Tuhiwai,  2008, Decolonizing Methodelogies, Research and Indigeneous Peoples, diterjemahkan oleh Nur Cholis, Dekolonisasi Metodelogi, Yogyakarta: Insist, Lii+ 347 halaman



Pengantar
Ketika membicarakan mengenai sejarah dari sudut pandang orang yang menjajah, pada umumnya menjadikan berat sebelah, artinya bahwa ada sisi-sisi yang ditutupi oleh penulis dari kaum penjajah guna melancarkan berbagai kepentingannya di tanah jajahan, seperti untuk legitimasi. Seperti halnya buku ini yang ditulis oleh Linda Tuhiwai yang secara keseluruhan membicarakan mengenai pentingnya cara pandang bangsa terjajah tentang sejarahnya sendiri, mencoba mencari tahu bagaimana dan untuk apa cara pandang semacam itu dikembangkan. Buku ini terdiri dari sepuluh bab. Buku ini merupakan upaya untuk melakukan dekonstruksi kesarjanaan Barat yang pada umumnya menceritakan kembali versi bangsa terjajah sendiri atau dengan berbagai cerita-cerita horor bangsa terjajah. Dalam kerangka dekolonisasi, dekontruksi adalah bagian dari sebuah niatan yang jauh lebih besar, yaitu membongkar cerita, mengungkap teks-teks yang melandasinya, dan menyuarakan hal-hal yang sering diketahui melalui intuisi, tetapi tidak dapat menolong orang untuk memperbaiki kondisi kekinian mereka. Linda ini adalah seorang indeginous people yang memberikan pandangan tentang penulisan sejarah dari perspektif bangsa terjajah, yaitu Suku Maori. Nah, inilah salah satu tulisan yang dapat menjadi inspirasi bagi para sejarawan Indonesia dalam menuliskan sejarah bangsanya melalui perspektif bangsa terjajah, bukan bangsa yang menjajah.


Isi
Pada tulisan ini saya lebih memfokuskan pada bab kedua yang berjudul “Meneliti Lewat Mata Imperialisme”. Pada bagiaan kedua buku ini membicarakan tentang perbedaan pendekatan dan metodelogi yang dikembangkan demi memastikan agar penelitian terhadap bangsa terjajah bisa lebih bermartabat, etis, simpatik dan jauh bermanfaat. Linda Tuhiwai Smith mengatakan bahwa apa yang dihitung dalam penelitian Barat berasal dari ‘arsip’ pengetahuan dan sistem, pranata serta nilai yang merentang dari luar batas-batas pengetahuan Barat sampai ke sistem yang kini disebut sebagai Barat. Pranata yang dimaksudkan adalah perangkat yang diartikulasikan dalam cara-cara eksplisit sebagai peraturan-peraturan, dan cara-cara implisit tentang bagaimana dunia ini berjalan. Dalam hal ini, Linda memberikan beberapa ragam isu guna menjelaskan cara pandang bangsa yang menjajah terhadap bangsa terjajah dalam menuliskan sejarahnya. Beragam isu tersebut, seperti formasi kultural, persinggungan ras dan gender, konseptualisasi individu dan masyarakat, pandangan terhadap ruang, dan pandangan terhadap waktu. Linda di sini bertujuan agar kaum terjajah itu terbuka mata mereka untuk melakukan penulisan sejarah bangsa mereka, sehingga perspektif kaum terjajah tidak dipandang sebagai kaum yang tersisih atau kelas bawah dari kaum penjajah.
Dalam mind stream manusia pada umumnya, Barat adalah superior, atau kiblat semua pandangan. Menurut Stuart Hall, Barat adalah sebuah ide atau konsep, sebuah bahasa untuk membayangkan kompleksnya rangkaian cerita, ide, peristiwa sejarah dan hubungan sosial. Lalu, apakah perspektif Barat itu serta merta harus ditinggal dalam penulisan sejarah dari persepektif bangsa terjajah? Jawabanya adalah tidak, karena Barat tidak semuanya negatif, ada sisi yang diperlukan dalam menuliskan sejarah sebagai bangsa terjajah. Seperti apa yang dikatakan oleh Stuart bahwa konsep Barat ini berfungsi dalam cara yang : 1) memungkinkan adanya karakterisasi dan klasifikasi masyarakat ke dalam berbagai kategori; 2) memadatkan citra kompleks berbagai masyarakat lain melalui suatu sistem representasi; 3) menyediakan sebuah model perbandingan standar; dan 4) menyediakan kriteria evaluasi yang bisa memperingatkan masyarakat-masyarakat lain.
Dalam pandangan Barat, kultur masih dipegang erat, terutama perbedaan warna kulit masih menjadi hal yang menyebabkan differensiasi. Menurut Foucoult bahwa pengetahuan, filsafat dan definisi tentang sifat manusia Barat membentuk sebuah arsip kultural, bahwa arsip tersebut menguak praktek Barat di tanah jajahannya. Menurut Hall arsip ini berfungsi  dengan cara yang memungkinkan terjadinya pergeseran dan transformasi. Ide-ide Barat seperti yang disebutkan oleh Linda ini membantu dalam menentukan kebenaran riil yang terjadi; sistem klasifikasi dan representasi membuat tradisi atau fragmen-fragmen yang berlainan menjadi bisa diselamatkan serta diformulasikan ulang dalam konteks berlainan sebagai wacana dan selanjutnya dimainkan dalam sistem kekuasaan dan dominasi dengan konsekuensi material riil bagi bangsa terjajah. Konsekuensi-konsekuensi ini, menyebabkana Nandy mendiskripsikan bahwa kolonisasi sebagai suatu budaya bersama bagi mereka yang pernah dijajah dan yang dahulunya menjajah. Maka, demi dekolonisasi para penjajah dan terjajah punya bahasa dan pengetahuan yang sama tetang kolonisasi. Jadi formasi kultural itu sebenarnya adalah tidak ada bedanya antara penjajah dan terjajah, karena sama-sama mempunyai bahasa dan pengetahuan yang sama tentang kolonisasi.
Menurut David Theo Goldeberg bahwa akibat dari imperialisme itu adalah cara pandang Barat memandang bahwa bangsanya adalah bangsa superior dari bangsa terjajah. Namun, hal ini dibantahkan oleh Hall dalam: 1) kerangka legal yang diwariskan penjajah itu bisa diterima sebagai bukti valid jika diuji dalam penelitian; 2) mendahulukan teks tertulis daripada kesaksian lisan; 3) pandangan ilmu pengetahuan yang baru menjadikan adanya fakta baru; 4) pranata-pranata praktis memberikan hal yang lebih mudah diterima; 5) ide-ide subyektif tidak bisa dilepaskan, yang selalu membingkai cara penelitian dalam metodelogi; 6) ide-ide tentang ruang dan waktu; 7) pandangan sifat manusia, akuntabilitas dan kulpabilitas individu; 8) penyelesaian dalam setiap permasalahan menentukan fakta sejarah sangat ditentukan oleh para ahli dalam menjawab permasalahan tersebut dengan bukti yang relevan; dan 9) politik sangat menentukan. Hal ini bertujuan agar kepentingan Barat tetap dominan.
Konseptualisasi individu dan masyarakat bersifat kausal dan bisa diprediksi. Individu sebagai sistem ide yang harus dipahami sebagai bagian dari kultur Barat. Filsafat dan agama Barat menempatkan individu sebagai building block dari masyarakat. Konseptualisasi ini menyebabkan saling kontras atau kategori-kategori yang bertolak belakang, sehingga bisa memperkokoh superioritasnya Barat. Begitu juga, konsep ruang dan waktu juga direpresentasikan bahwa dunia milik orang Barat, orang Barat selalu dinamis dan selalu lebih baik daripada orang terjajah. Budaya orang terjajah selalu primitif.

Komentar
Menurut pendapat saya bahwa apa yang ditulis oleh Linda ini memberikan pencerahan kepada rakyat Indonesia bahwa perlu mengkaji ulang tulisan-tulisan sejarah Indonesia yang ditulis dalam perspektif Barat. Hal ini menyebabkan adanya beberapa hal yang merusak citra kebangsaan Indonesia, karena penulisan yang dilakukan oleh Barat tidak lepas dari kepentingan mereka dalam legitimasi daerah jajahanya. Selain itu, isu-isu yang diberikan oleh Linda tersebut memberikan pencerahan bahwa imperialisme itu tidak serta merta selalu negatif, tetapi ada sisi positif yang perlu dikembangkan, seperti dengan berbagai kemajuan yang dialami oleh Barat menjadikan kita belajar untuk memahami hal-hal yang baru yang kemudian dapat dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa. Maka, kita perlu membenahi mind stream yang sudah membekas lama dalam memori, bahwa setiap hal yang masuk perlu adanya filter yang baik digunakan yang buruk dibuang. Padahal ada sisi Barat yang berfungsi dalam pengkajian bangsa terjajah.
Selain itu, pandangan Barat terhadap bangsa terjajah tidak semuanya benar, dan harus didekontruksi ulang beberpa sisi-sisi, seperti anggapan bahwa bangsa terjajah itu malas, tidak cekatan, perhatiannya rendah. Semua pendapat tersebut tidaklah benar, karena kondisi yang terjadi di Barat dengan negara terjajah berbeda dalam hal ini negara-negara Asia-Afrika, yang mana Barat mengalami revolusi industri, sedangkan negara-negara Asia-Afrika tidak sehingga konsep rajin dan malas berbeda bentuk realisasinya. Bangsa terjajah itu menempati kelas rendah di mata para imperialisme. Hal ini tidaklah benar, karena sama-sama mempunyai bahasa dan pengetahuan yang sama tentang kolonisasi. Namun, sangat disayangkan dalam tulisan ini Linda belum memberikan solusi yang menjadi permasalah sebagai bangsa terjajah dalam menulis sejarah bangsanya belum dijelaskan ada dalam tulisan Linda ini secara mendalam.
Dengan demikian, maka meneliti lewat kacamata imperialis haruslah hati-hati karena mendiskripsikan bahwa paham-paham Barat adalah paham yang rasional sehingga menjadi fundamental dalam menjelaskan dunia beserta kehidupan masyarakatnya. Dalam kacamata imperialis bangsa pribumi dianggap sebagai spesimen bukan manusia. Sebagai seorang sejarawan harus lebih kritis dalam memandang sebuah peristiwa, dan sejarawan harus bisa menuliskan sejarah bangsanya dari pandangannya sendiri sehingga pandangan bahwa bangsa terjajah sebagai bangsa rendah dari bangsa penjajah segera hilang dan bangsa terjajah punya sejarahnya sendiri yang lebih obyektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar