Nama : Wahyu Setyaningsih NIM : 12/339547/PSA/07317
Prodi
: Ilmu Sejarah Mata
Kuliah : Historiografi
Dosen : Dr. Sri Margana Tugas :
Review Buku
Identitas Buku:
Linda Tuhiwai, 2008, Decolonizing Methodelogies, Research and
Indigeneous Peoples, diterjemahkan oleh Nur Cholis, Dekolonisasi Metodelogi, Yogyakarta: Insist, Lii+ 347 halaman
Pengantar
Ketika membicarakan mengenai sejarah
dari sudut pandang orang yang menjajah, pada umumnya menjadikan berat sebelah,
artinya bahwa ada sisi-sisi yang ditutupi oleh penulis dari kaum penjajah guna
melancarkan berbagai kepentingannya di tanah jajahan, seperti untuk legitimasi.
Seperti halnya buku ini yang ditulis oleh Linda Tuhiwai yang secara keseluruhan
membicarakan mengenai pentingnya cara pandang bangsa terjajah tentang
sejarahnya sendiri, mencoba mencari tahu bagaimana dan untuk apa cara pandang
semacam itu dikembangkan. Buku ini terdiri dari sepuluh bab. Buku ini merupakan
upaya untuk melakukan dekonstruksi kesarjanaan Barat yang pada umumnya
menceritakan kembali versi bangsa terjajah sendiri atau dengan berbagai
cerita-cerita horor bangsa terjajah. Dalam kerangka dekolonisasi, dekontruksi
adalah bagian dari sebuah niatan yang jauh lebih besar, yaitu membongkar
cerita, mengungkap teks-teks yang melandasinya, dan menyuarakan hal-hal yang
sering diketahui melalui intuisi, tetapi tidak dapat menolong orang untuk
memperbaiki kondisi kekinian mereka. Linda ini adalah seorang indeginous people yang memberikan pandangan tentang penulisan sejarah dari
perspektif bangsa terjajah, yaitu Suku Maori. Nah, inilah salah satu tulisan yang
dapat menjadi inspirasi bagi para sejarawan Indonesia dalam menuliskan sejarah
bangsanya melalui perspektif bangsa terjajah, bukan bangsa yang menjajah.
Isi
Pada tulisan ini saya lebih memfokuskan
pada bab kedua yang berjudul “Meneliti Lewat Mata Imperialisme”. Pada bagiaan kedua
buku ini membicarakan tentang perbedaan pendekatan dan metodelogi yang
dikembangkan demi memastikan agar penelitian terhadap bangsa terjajah bisa
lebih bermartabat, etis, simpatik dan jauh bermanfaat. Linda Tuhiwai Smith
mengatakan bahwa apa yang dihitung dalam penelitian Barat berasal dari ‘arsip’
pengetahuan dan sistem, pranata serta nilai yang merentang dari luar
batas-batas pengetahuan Barat sampai ke sistem yang kini disebut sebagai Barat.
Pranata yang dimaksudkan adalah perangkat yang diartikulasikan dalam cara-cara
eksplisit sebagai peraturan-peraturan, dan cara-cara implisit tentang bagaimana
dunia ini berjalan. Dalam hal ini, Linda memberikan beberapa ragam isu guna
menjelaskan cara pandang bangsa yang menjajah terhadap bangsa terjajah dalam menuliskan
sejarahnya. Beragam isu tersebut, seperti formasi kultural, persinggungan ras
dan gender, konseptualisasi individu dan masyarakat, pandangan terhadap ruang,
dan pandangan terhadap waktu. Linda di sini bertujuan agar kaum terjajah itu
terbuka mata mereka untuk melakukan penulisan sejarah bangsa mereka, sehingga
perspektif kaum terjajah tidak dipandang sebagai kaum yang tersisih atau kelas
bawah dari kaum penjajah.
Dalam mind stream manusia pada
umumnya, Barat adalah superior, atau kiblat semua pandangan. Menurut Stuart
Hall, Barat adalah sebuah ide atau konsep, sebuah bahasa untuk membayangkan
kompleksnya rangkaian cerita, ide, peristiwa sejarah dan hubungan sosial. Lalu,
apakah perspektif Barat itu serta merta harus ditinggal dalam penulisan sejarah
dari persepektif bangsa terjajah? Jawabanya adalah tidak, karena Barat tidak
semuanya negatif, ada sisi yang diperlukan dalam menuliskan sejarah sebagai
bangsa terjajah. Seperti apa yang dikatakan oleh Stuart bahwa konsep Barat ini
berfungsi dalam cara yang : 1) memungkinkan adanya karakterisasi dan
klasifikasi masyarakat ke dalam berbagai kategori; 2) memadatkan citra kompleks
berbagai masyarakat lain melalui suatu sistem representasi; 3) menyediakan
sebuah model perbandingan standar; dan 4) menyediakan kriteria evaluasi yang
bisa memperingatkan masyarakat-masyarakat lain.
Dalam pandangan Barat, kultur masih
dipegang erat, terutama perbedaan warna kulit masih menjadi hal yang
menyebabkan differensiasi. Menurut Foucoult bahwa pengetahuan, filsafat dan
definisi tentang sifat manusia Barat membentuk sebuah arsip kultural, bahwa
arsip tersebut menguak praktek Barat di tanah jajahannya. Menurut Hall arsip
ini berfungsi dengan cara yang
memungkinkan terjadinya pergeseran dan transformasi. Ide-ide Barat seperti yang
disebutkan oleh Linda ini membantu dalam menentukan kebenaran riil yang
terjadi; sistem klasifikasi dan representasi membuat tradisi atau
fragmen-fragmen yang berlainan menjadi bisa diselamatkan serta diformulasikan
ulang dalam konteks berlainan sebagai wacana dan selanjutnya dimainkan dalam
sistem kekuasaan dan dominasi dengan konsekuensi material riil bagi bangsa
terjajah. Konsekuensi-konsekuensi ini, menyebabkana Nandy mendiskripsikan bahwa
kolonisasi sebagai suatu budaya bersama bagi mereka yang pernah dijajah dan
yang dahulunya menjajah. Maka, demi dekolonisasi para penjajah dan terjajah
punya bahasa dan pengetahuan yang sama tetang kolonisasi. Jadi formasi kultural
itu sebenarnya adalah tidak ada bedanya antara penjajah dan terjajah, karena
sama-sama mempunyai bahasa dan pengetahuan yang sama tentang kolonisasi.
Menurut David Theo Goldeberg bahwa
akibat dari imperialisme itu adalah cara pandang Barat memandang bahwa
bangsanya adalah bangsa superior dari bangsa terjajah. Namun, hal ini
dibantahkan oleh Hall dalam: 1) kerangka legal yang diwariskan penjajah itu
bisa diterima sebagai bukti valid jika diuji dalam penelitian; 2) mendahulukan
teks tertulis daripada kesaksian lisan; 3) pandangan ilmu pengetahuan yang baru
menjadikan adanya fakta baru; 4) pranata-pranata praktis memberikan hal yang
lebih mudah diterima; 5) ide-ide subyektif tidak bisa dilepaskan, yang selalu
membingkai cara penelitian dalam metodelogi; 6) ide-ide tentang ruang dan
waktu; 7) pandangan sifat manusia, akuntabilitas dan kulpabilitas individu; 8)
penyelesaian dalam setiap permasalahan menentukan fakta sejarah sangat
ditentukan oleh para ahli dalam menjawab permasalahan tersebut dengan bukti
yang relevan; dan 9) politik sangat menentukan. Hal ini bertujuan agar
kepentingan Barat tetap dominan.
Konseptualisasi individu dan masyarakat bersifat
kausal dan bisa diprediksi. Individu sebagai sistem ide yang harus dipahami
sebagai bagian dari kultur Barat. Filsafat dan agama Barat menempatkan individu
sebagai building block dari masyarakat. Konseptualisasi ini menyebabkan saling
kontras atau kategori-kategori yang bertolak belakang, sehingga bisa
memperkokoh superioritasnya Barat. Begitu juga, konsep ruang dan waktu juga
direpresentasikan bahwa dunia milik orang Barat, orang Barat selalu dinamis dan
selalu lebih baik daripada orang terjajah. Budaya orang terjajah selalu
primitif.
Komentar
Menurut pendapat saya bahwa apa yang
ditulis oleh Linda ini memberikan pencerahan kepada rakyat Indonesia bahwa perlu
mengkaji ulang tulisan-tulisan sejarah Indonesia yang ditulis dalam perspektif
Barat. Hal ini menyebabkan adanya beberapa hal yang merusak citra kebangsaan
Indonesia, karena penulisan yang dilakukan oleh Barat tidak lepas dari kepentingan
mereka dalam legitimasi daerah jajahanya. Selain itu, isu-isu yang diberikan
oleh Linda tersebut memberikan pencerahan bahwa imperialisme itu tidak serta
merta selalu negatif, tetapi ada sisi positif yang perlu dikembangkan, seperti
dengan berbagai kemajuan yang dialami oleh Barat menjadikan kita belajar untuk
memahami hal-hal yang baru yang kemudian dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
bangsa. Maka, kita perlu membenahi mind
stream yang sudah membekas lama dalam
memori, bahwa setiap hal yang masuk perlu adanya filter yang baik digunakan
yang buruk dibuang. Padahal ada sisi Barat yang berfungsi dalam pengkajian
bangsa terjajah.
Selain itu, pandangan Barat terhadap
bangsa terjajah tidak semuanya benar, dan harus didekontruksi ulang beberpa sisi-sisi,
seperti anggapan bahwa bangsa terjajah itu malas, tidak cekatan, perhatiannya
rendah. Semua pendapat tersebut tidaklah benar, karena kondisi yang terjadi di
Barat dengan negara terjajah berbeda dalam hal ini negara-negara Asia-Afrika,
yang mana Barat mengalami revolusi industri, sedangkan negara-negara
Asia-Afrika tidak sehingga konsep rajin dan malas berbeda bentuk realisasinya. Bangsa
terjajah itu menempati kelas rendah di mata para imperialisme. Hal ini tidaklah
benar, karena sama-sama mempunyai bahasa dan pengetahuan yang sama tentang
kolonisasi. Namun, sangat disayangkan dalam tulisan ini Linda belum memberikan solusi
yang menjadi permasalah sebagai bangsa terjajah dalam menulis sejarah bangsanya
belum dijelaskan ada dalam tulisan Linda ini secara mendalam.
Dengan demikian, maka meneliti lewat
kacamata imperialis haruslah hati-hati karena mendiskripsikan bahwa paham-paham
Barat adalah paham yang rasional sehingga menjadi fundamental dalam menjelaskan
dunia beserta kehidupan masyarakatnya. Dalam kacamata imperialis bangsa pribumi
dianggap sebagai spesimen bukan manusia. Sebagai seorang sejarawan harus lebih
kritis dalam memandang sebuah peristiwa, dan sejarawan harus bisa menuliskan
sejarah bangsanya dari pandangannya sendiri sehingga pandangan bahwa bangsa
terjajah sebagai bangsa rendah dari bangsa penjajah segera hilang dan bangsa
terjajah punya sejarahnya sendiri yang lebih obyektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar