Nama : Akhmad Ryan Pratama
NIM : 12/339260/PSA/07260
Apa yang ditulis dalam bab 6 buku
ini membahas mengenai fakta empiris
bahwa ilmu social dan humaniora yang berkembang dalam masyarakat dunia ke tiga
atau masyarakat berkembang semuanya berasal dari prngaruh hagemoni
pemikir-pemikir colonial. Sehingga menurut Alatas ilmu-ilmu tersebut
menimbulkan masalah relevansi disiplin-disiplin dalam dunia ketiga. Dalam bab 6
ini Alatas melakukan analisis terhadap kepentingan-kepentingan colonial dan
postcolonial terhadap irelevansi ilmu social di dunia ke tiga. Seperti
penanaman disiplin ilmu dan pengadopsian agenda riset barat di negara-negara
berkembang telah menimbulkan reaksi dikalangan dunia ketiga, yang mempersoalkan
relevansinya di negara-negara berkembang. Bagaimana setelah ilmuwan di negara
berkembang mengaplikasikan konsep keilmuwan barat tersebut dan ternyata hasil
yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapakan karena timbulnya irelevansi
konsep.
Disiplin-disiplin ilmu telah
didehumanisasikan dan sudah sangat menyimpang dari realiatas dimana ilmu
tersebut diaplikasikan, pengaplikasian sebuah metodologi penelitian yang ada
dalam disiplin ilmu bukannya malah menyeleasaikan permasalahan namun malah
menambah permasalahan baru. Seakan-akan ilmu terlepas atau semakin dijauhkan
dengan manusia dan lingkuangannya sebagai objek kajian dari ilmu itu sendiri. Seperti
apa yang ditulis oleh Gunnar Myrdal dalam bukunya yang berjudul, “Bangsa-Bangsa
Kaya dan Miskin”. Buku tersebut menurut saya salah satu bentuk upaya Myrdal
melakukan dekonstruksi terhadap realita ekonomi yang terjadi terhadap
negara-negara berkembang. Walaupun menurut saya tulisan Myrdal ini sudah sangat
tidak faktual apabila dihubungkan dengan kondisi perekonomian dunia saat ini
sangat tidak relevan dimana Eropa dan Amerika mengalami kelesuhan ekonomi dan
China muncul sebagai kekuatan baru perekonomian dunia.
Tulisan Myrdal merupakan suatu tinjauan
yang sangat kritis bagaimana setelah Perang Dunia II berakhir muncullah
negara-negara baru yang merdeka terlepas dari penjajahan negara-negara Barat
yang kaya. Negara-negara berkembang tersebut memiliki taraf hidup yang rendah dan
perekonomian yang terbelakang, dan memiliki berbagai macam permasalahan dari
pertambahan jumlah penduduk yang sangat besar tanpa adanya peningkatan
kesejahteraan yang sebanding dengan jumlah peningkatan penduduk, sehingga
tingkat kemiskinan masih sangat besar. Jarak antara si kaya dan si miskin juga
terbentang sangat jauh. Dalam buku ini Myrdal melakukan analisisinya setelah
Perang Dunia II berhasil, terdapat 3 analisis ekonomi yang menurut saya sangat
penting yang dapat diambil dalam buku ini, yang pertama ialah Dunia ini hanya
oleh sedikit negara-negara yang (sangat) kaya dan sejumlah besar negara-negara
yang sangat miskin. Kesimpulan kedua yang disampaikan Myrdal dalam buku ini
ialah bahwa pondasi perkembangan ekonomi negara-negara kaya sangat stabil dan
terus berjalan, sedangkan pondasi negara-negara berkembang tidak jelas dan
terkadang perkembangan ekonominya berhenti. Kesimpulan terakhir yang ingin
disampaikan Myrdal ialah bahwa jurang ketidakmerataan ekonomi anatara
negara-negara maju dan negara-negara berkembang semakin bertambah besar, Myrdal
menerapkan kritik yang sangat keras bagaimana mungkin konsep teori ekonomi
Barat diterapkan di negara-negara berkembang yang memiliki kondisi serta latar
belakang yang berbeda dengan negara-negara Maju. Akibat dari penerapan
teori-teori ekonomi yang sangat tidak relevan apabila diterapkan di
negara-negara berkembang. Secara keseluruhan apa yang ditulis Myrdal merupakan
upaya dekolonialisasi terhadap hagemoni teori-teori ekonomi kolonial, dan
menyadarkan para ilmuwan (khususnya dibidang ekonomi) di negara berkembang agar
melakukan refleksi dan mulai mengatur serta menerapkan kebijakan ekonomi mereka
tidak terlalu terpaku kepada teori-teori ekonomi Barat, namun juga harus
memprioritaskan untuk mempertimbangkan realitas yang terjadi serta nilai-nilai
lokal yang dihadapi dalam mengambil sebuah kebijakan ekonomi.
Alatas menyebut bahwa ilmuwan
negara-negara berkembang telah melakukan suatau tipologi irelevansi saat pikiran
mereka sudah terbelenggu oleh disiplin ilmu yang telah dibangun oleh para ilmuwan
kolonial. Akhirnya para ilmuwan di negara berkembang kekurangan orisinalitas
dan cenderung mereproduksi kembaali konsep-konsep keilmuwan kolonial. Alatas
sendiri menawarkan bagaimana cara untuk mengadopsi konsep-konsep ilmu serta
metdodologi untuk bias diterapakan atau relevan untuk mengkaji negara-negara
berkembang. Untuk itu Alatas memfokuskan untuk mendekosntruksi teori dan
konsep, teori dan konsep tersebut harus diuji kembali dengan realitas yang ada,
sehingga dapat diperoleh relevansinya atau kesesuaianannya dengan realitas.
Setelah itu ilmu sosial yang relevan pada tataran ini mungkin tidak harus loyal
atau setia kepada model barat, sehingga konsep atau teorinya dapat
berubah-rubah. Pada tataran ilmu social terapan, ilmu sosial yang relevan meneyrtakan
penghapusan kebijakan, perencanaan, dan pembuatan keputusan inrelevan. Selain
itu terdapat kerjasama antara voluntir, organisasi pemerintah, maupun non
pemerintah dalam melakukan implementasinya dengan tujuan memulihkan relevansi,
yaitu terfokus kepada orisinalitas, kesesuaian(antara asumsidan realitas),
keberlakuan, afinitas (antara interaksi masyarakat dengan lingkungannya tak
teralienasi), demistifikasi, dan rigorus.
Daftar Bacaan Tambahan:
Myrdal, Gunnar. Bangsa-Bangsa Kaya dan Miskin. Terj. Paul Sitohang Jakarta: Yayasan Obor, 1980.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar