NAMA :
HERVINA NURULLITA
NIU : 12/339971/PSA/07380
NIU : 12/339971/PSA/07380
Secara
Umum buku ini mencoba mengkonstruksi bentuk-bentuk penjajahan pinggiran, tidak
hanya dari sejarah tetapi juga politik, sosiologi, sastra dan lain-lain, namun
hal yang paling berpengaruh adalah sejarah. Pada bab II ini penulis
mengemukakan bahwa umumnya penelitian terpusat pada teori pengetahuan empirisme
dan paradigma positivisme. Positivisme menerapkan pandangan-pandangan tentang bagaimana
cara dunia alamiah dikaji dan dipahami bagi dunia sosial. Dalam dunia
penelitian, bagi pribumi (bangsa terjajah) penelitian Barat hanya merupakan
sebuah konsep tentang ruang, waktu, dan pelbagai teori yang saling berlainan
dan bersaing. Sedangkan menurut Barat, penelitian Barat (bangsa penjajah) lebih
unggul dari penelitian pribumi karena Barat sudah meneliti dan mengeksploitasi berbagai
macam jenis penelitian.
Bangsa
terjajah sering menyebut Barat sebagai sebuah kohesif orang-orang, praktek, nilai
dan bahasa. Sementara pengertian tentang ide oleh Barat direpresentasikan dengans
angat penting karena pada umumnya teori Barat didukung oleh sistem klasifikasi
dan representasi dan oleh pandangan-pandangan tentang sifat manusia, moralitas
dan nilai manusia, konsepsi ruang dan waktu serta konsepsi gender dan ras. Menurut Nandy, yang menjelaskan bahwa kolonisasi
merupakan “budaya bersama” bagi bangsa penjajah dan bangsa terjajah. Bangsa
terjajah sama-sama memakai bahasa kolonisasi, sama-sama mempunyai pengetahuan tentang
penjajah mereka. Penjajah mempunyai bahasa dan pengetahuan yang sama tentang
kolonisasi. Adapun konsep Barat tentang ras dan gender terlihat sangat rumit. Gender
tidak hanya mengacu pada peran perempuan saja namun juga mengacu pada hubungan
antara laki-laki dan perempuan. Pada abad ke-19 peran perempuan masih didominasi
oleh kaum laki-laki.
Konsep
penelitian Barat juga bertumpu pada ide-ide kultural tentang manusia dan hubungan
antara individu dengan kelompok di mana ia tinggal. Sementara itu konsepsi
Barat tentang ruang dan waktu terkodekan dalam bahasa, filsafat dan ilmu
pengetahuan. Dalam pemikiran Barat ruang sering diartikan sebagai sesuatu yang
statis dan terlepas oleh waktu. Hal ini memunculkan penjelasan dunia sebagai sebuah
“wilayah statis”, terdefinisikan sempurna, pasti dan tidak politik yang sangat
relevan dengan kolonialisme dan dikategorikann dalam tiga konsep yaitu garis,
pusat dan luar. Garis dipakai untuk memetakan wilayah, mensurvey tanah,
menetapkan gtapal batas, dan menandai batas kekuasaan kolonial. Pusat adalah
orientasi pada sistem kekuasaan. Luar smenempatkan orang dan wilayah dalam suatu
hubungan oposisional terhadap pusat kolonial. Sedangkan konsep terhadap waktu
dihubungkan dengan aktivitas sosial bagaimana orang lain mengorganisir kehidupan
sehari-hari. Barat beranggapan bahwa pribumi tidak menghargai waktu. Hal ini
didasarkan atas perbandingan antara Barat dengan pribumi dalam memanfaatkan
waktu. Bangsa Barat terutama pada saat revolusi industri benar-benar
memanfaatkan waktu dengan sedemikian hingga untuk mendapatkan hasil (upah) yang
tinggi. Sementara mereka melihat pribumi tidak melakukan aktivitas seperti yang
mereka lakukan. Padahal sesungguhnya tidak demikian. Sebagai contoh saja
seorang petani. Ia berangkat ke sawah pagi-pagi sekali dan pulang petang. Apakah
hal tersebut yang dianggap tidak mengahargai waktu?
Jadi
kesimpulan pada bab ini adalah Barat masih menganggap pribumi masih jauh di
bawah bangsa Barat dan tidak mempunyai kredibilitas yang cukup dalam sebuah
penelitian. Namun dari pernyataan tersebut hendaknya pribumi terdorong untuk melakukan
sebuah penelitian sendiri dari sumber-sumber lokal yang berasal dari lingkungan
sekitar sehingga tidak melulu menggunakan sumber-sumber dari bangsa Barat. Dari
penelitian pribumi tersebut diharapkan merubah mindset kita selama ini bahwa sebuah penelitian sejarah selalu dilihat
dari prespektif Barat. Sementara kekurangan dari buku ini adalah bahasanya yang
sulit untuk dipahami pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar